Kita Keturunan Anak Nabi Nuh yang Selamat di Bahtera?

Nabi Nuh AS adalah bapak umat manusia di dunia setelah Nabi Adam. Karena azab yang Allah SWT turunkan berupa banjir bandang telah menenggelamkan seluruh penduduk bumi tidak terkecuali istri dan anak Nabi Nuh yang tidak beriman kepada Allah.

Mereka yang selamat adalah yang beriman kepada Allah SWT dan berada di dalam bahtera Nabi Nuh. Sebagian ulama berpendapat, ada 80 orang di dalam kapal tersebut, sebagain lagi menyebutkan ada 70 orang, dan yang lain mengatakan hanya ada 10 orang.

Dikutip dari buku Kisah Nabi Nuh AS karya Taufiqurrohman, Nabi Nuh menerima wahyu kenabian pada masa kekosongan di antara dua rasul. Di mana saat itu, umat manusia mulai berangsur-angsur melupakan ajaran agama yang dibawa nabi yang meninggalkan mereka. Mereka kembali syirik, melakukan kemungkaran dan kemaksyiatan dibawah pimpinan iblis.

Dalam kondisi masyarakat seperti itu Nabi Nuh diutus. Nabi Nuh adalah orang yang sangat fasih dalam bertutur kata, cerdas akalnya dan pemikirannya jauh kedepan, santun, sangat sabar, memiliki kemampuan argumentasi yang kuat, dan mempunyai kekuatan meyakinkan lawan bicara.

Dengan bekal itu, Nabi Nuh mengajak kaumnya kembali pada Allah. Sayang, kaumnya menolak seruan itu. Saat Nabi Nuh memberi peringatan tentang dahsyatnya siksa pembalasan di hari kiamat, kaumnya tetap membisu dan tuli. Mereka juga semakin menutup telinga dan mata saat Nabi Nuh mencoba meyakinkan sebuah pahala yang besar kepada mereka yang beriman.

Dengan sekuat tenaga, Nabi Nuh terus mengajak kaumnya untuk kembali menyembah Allah. Siang malam Nabi Nuh berdakwah dengan penuh kesabaran, namun hanya sedikit dari kaumnya yang menyambut ajakan Nabi Nuh. Kebanyakan dari mereka dari golongan orang miskin dan berstatus sosial rendah. Sedangkan orang-orang kaya, terpandang, dan berkedudukan tinggi, tetap membangkang.

Suatu ketika mereka bersekongkol untuk menipu Nabi Nuh dan mengagalkan dakwahnya.

“Wahai Nuh! Jika engkau menghendaki kami mengikutimu dan memberi sokongan dan semangat kepada kamu dan kepada agama yang engkau bawa, maka jauhkan para pengikutmu yang terdiri dari orang-orang petani, buruh, dan hamba-hamba sahaya. Usirlah mereka dari pergaulanmu, karena kami tidak dapat bergaul dengan mereka. Dan bagaimana kami dapat menerima agama yang menyamaratakan para bangsawan dengan orang awam, penguasa dengan buruh-buruhnya.”

Tentu saja Nabi Nuh menolak syarat tersebut. Nabi Nuh menjelaskan bahwa Allah tidak membeda-bedakan manusia dari hartanya.

Dikutip dari buku berjudul Kisah Para Nabi dan Rasul, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Nabi Nuh terus berdakwah hingga seribu tahun kurang lima puluh tahun. Setiap kali pergantian generasi, mereka selalu berwasiat agar tidak beriman kepada ajaran yang dibawa Nabi Nuh.

قَالُوا يَا نُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ قَالَ إِنَّمَا يَأْتِيكُمْ بِهِ اللَّهُ إِنْ شَاءَ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ

Mereka berkata, “Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami. Maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar. ” Nuh menjawab, “Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia menghendaki dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri.” (QS. Huud ayat 32-33).

Setelah itu Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk menanam pohon untuk membangun bahtera. Nabi Nuh menunggu selama seratus tahun untuk memotongnya. Lalu membangunnya berdasarkan petunjuk Allah.

Ats Tsauri mengatakan, Allah memerintahkannya untuk membuat bahtera dengan panjang 80 hasta dan lebar 50 hasta, mengecat bagian dalam dan luar bahtera, serta membuat dada kapal yang berfungsi untuk membelah air.

Tinggi bahtera tersebut 30 hasta dan memiliki tiga tingkat. Tingkat bawah disediakan untuk hewan ternak dan binatang buas, bagian tengah untuk manusia dan bagian atas untuk bangsa burung.

وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ “Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung.” (QS. Huud: 42)

Allah mengirim hujan dari langit yang belum pernah terjadi di muka bumi dan tidak akan terjadi setelahnya. Hujan tersebut ibarat gelombang yang sangat tinggi. Allah pun memerintahkan bumi untuk memancarkan air dari seluruh penjuru bumi.


Para ahli tafsir mengatakan bahwa ketinggian air mencapai lima belas hasta di atas gunung yang paling tinggi di atas bumi. Pendapat lain mengatakan tingginya delapan puluh hasta yang menenggelamkan seluruh permukaan bumi, dataran rendah maupun dataran tinggi, pegunungan maupun pesisir. Tidak tersisa satu makhluk hidup pun di muka bumi baik yang kecil maupun yang besar.

Putra Nabi Nuh kemudian berdiaspora ke sejumlah wilayah di bumi.

Nabi Nuh mengulurkan tangan dan memanggil anaknya, Yam sebagian pendapat menyebutnya Kan’an yang terlihat mengapung di antara air bah itu. Namun anak tertua Nabi Nuh menolak dan mengatakan akan berlindung di gunung sebagai tempat pertolongannya.

وَنَادَىٰ نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلَا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ قَالَ سَآوِي إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ

“…Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.“ (QS Huud: 42-43)

Kan’an adalah anak tertua Nabi Nuh. Ia seorang yang kafir dan berbuat keburukan. la menyelisihi ayahnya dalam hal agama dan madzhabnya, sehingga ia binasa bersama orang-orang yang binasa.

Seluruh orang-orang yang tidak beriman telah binasa dan tidak tersisa sedikitpun. Mereka ditenggelamkan oleh air bah karena sebab kesalahan-kesalahan mereka. Mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, dan mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah.

وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا

“Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.” (QS Nuh: 26-27).

Allah Ta’ala telah mengabulkan doanya-segala puji bagi Allah-sehingga tak seorang pun yang tersisa. Bahkan jika pun ada yang dikasihi, maka seorang ibu dengan bayinya tentu yang akan diselamatkan.

عَنْ قَائِدٍ -مَوْلَى عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ -أَنَّ إِبْرَاهِيمَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي رَبِيعَةَ أَخْبَرَهُ: أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ ﷺ أَخْبَرَتْهُ: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: “لَوْ رَحِمَ اللَّهُ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ أَحَدًا لَرَحِمَ أُمَّ الصَّبِيِّ”

Aisyah Ummul Mukminin telah mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah bersabda: “Sekiranya Allah mengasihi seseorang dari kaum Nuh niscaya Dia akan mengasihi ibu seorang bayi.”



Ketika manusia telah musnah dari muka bumi dan tidak ada lagi orang yang menyembah selain Allah, maka Dia memerintahkan bumi untuk menelan airnya dan memerintahkan langit untuk menahan air hujan. Seketika air menjadi surut, hujan pun berhenti, dan bahtera Nabi Nuh berlabuh di atas Bukit Judi.

فَكَذَّبُوهُ فَأَنْجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ مَعَهُ فِي الْفُلْكِ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا عَمِينَ

“Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya).” (QS al A’raf: 64).

Nabi Nuh lantas menagih janji Allah yang akan menyelamatkan dan melindungi anak dan keluarganya. Tapi, Kan’an justru hilang bersama datangnya air bah itu.

Maka Allah menjawab bahwa ia bukan termasuk keluarganya. Sehingga Kan’an termasuk orang-orang yang akan tenggelam karena kekafirannya. Telah ditakdirkan bahwa ia akan menyimpang dari kalangan orang yang beriman dan akan tenggelam bersama orang-orang yang kafir dan orang yang melampui batas.

Allah lantas memerintahkan Nabi Nuh dan kaumnya yang tersisa dan beriman untuk turun dari bahtera dan pegunungan Judi serta kembali melanjutkan hidup di bumi. Allah juga telah menetapkan bahwa hanya anak-anak Nabi Nuh yang kelak akan memiliki keturunan, sedangkan orang-orang beriman lainnya tidak memiliki keturunan. Sehingga Nabi Nuh adalah bapak seluruh umat manusia setelah Nabi Adam.

وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ “Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.” (QS ash-Shaffat: 77).



Semua keturunan anak Adam yang ada di muka bumi nasabnya kembali kepada ketiga anak Nuh yaitu Sam, Ham, dan Yafits. Sam adalah bapaknya bangsa Arab, Ham adalah bapaknya bangsa Habasyah, dan Yafits adalah bapaknya bangsa Romawi.

Setiap dari mereka memiliki tiga orang anak. Anak-anak Sam adalah bangsa Arab, Persia, dan Romawi. Anak- anak Yafits adalah bangsa Turkia, Slaves, Ya’juj, dan Ma’juj. Sedangkan anak-anak Ham adalah bangsa Sudan dan Barbar.

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah bersabda: “Nuh memiliki anak: Sam, Ham, dan Yafits.

Said bin Al-Musayyib menjelaskan, “Anak-anak Sam adalah bangsa Arab, Persia, dan Romawi. Ada kebaikan pada mereka. Anak-anak Yafits adalah Ya’juj, Ma’juj, Turkia, dan Slaves. Tidak ada kebaikan sama sekali pada mereka. Sedangkan anak-anak Ham adalah bangsa Qibthi (Mesir), Barbar, dan Sudan.”

No comments: