Legenda Pusuk Buhit dan Asal Muasal Si Raja Batak

LEGENDA PUSUK BUHIT DAN ASAL MUASAL SI RAJA BATAK

I. LEGENDA PUSUK BUHIT

Pusuk Buhit, adalah gunung yang awalnya bernama Gunung Toba memiliki ketinggian 1.500 meter lebih dari permukaan laut dan 1.077 meter dari permukaan Danau Toba. Ada tiga kecamatan yang berada langsung di bawah gunung tersebut yakni Kecamatan Sianjur Mula-mula, Kecamatan Pangururan, dan kecamatan Harian Boho.

Patung Keturunan Guru Tateabulan (Si Raja Lotung)

Berawal dari Siboru Deak Parujar yang turun dari langit. Dia terpaksa meninggalkan kahyangan karena tidak suka dijodohkan dengan Siraja Odap-odap. Padahal mereka berdua sama-sama keturunan dewa. Dengan alat tenun dan benangnya, Siboru Deak Parujar yakin menemukan suatu tempat persembunyian di benua bawah. Alhasil, dia tetap terpaksa minta bantuan melalui burung-suruhan Sileang-leang Mandi agar Dewata Mulajadi Nabolon berkenan mengirimkan sekepul tanah untuk ditekuk dan dijadikan tempatnya berpijak.

Namun sampai beberapa kali kepul tanah itu ditekuk-tekuk, tempat pijakan itu selalu diganggu oleh Naga Padoha Niaji. Raksasa ini sama jelek dan tertariknya dengan Siraja Odap-odap melihat kecantikan Siboru Deak Parujar. Akhirnya Siboru Deak Parujar mengambil siasat dengan makan sirih. Warna sirih Siboru Deak Parujar kemudian semakin menawan Naga Padoha Niaji. Dia mau tangannya diikat asal yang membuat merah bibir itu dapat dibagi kepadanya. Namun setelah kedua tangan berkenan diikat dengan tali pandan, Siboru Deak Parujar tidak memberikan sirih itu sama sekali dan membiarkan Naga Padoha Niaji meronta-ronta sampai lelah.

Aek Bunga-Bunga (Mata Air Pertama di Sagala)

Bumi yang diciptakan oleh Siboru Deak Parujar terkadang harus diguncang gempa. Gempa itulah hasil perilaku Naga Padoha Niaji. Namun ketika guncangan itu mereda Siboru Deak Parujar mulai merasa kesepian dan mencari teman untuk bercengkerama. Tanpa diduga dan mengejutkan, diapun bertemu dengan Siraja Odap-Odap dan sepakat menjadi suami-istri yang melahirkan pasangan manusia pertama di bumi dengan nama Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia. Dari generasi pertama ini lahir tiga anak yaitu Raja Miok-miok, Patundal Na Begu dan Si Aji Lapas-lapas.

Dari ketiga anak tersebut hanya raja Miok-miok memiliki keturunan yaitu Eng Banua.Generasi berikutnya Eng Domia atau Raja Bonang bonang yang menurunkan Raja Tantan Debata,Si Aceh dan Si Jau. Hanya Guru Tantan Debata pula yang memiliki keturunan yaitu Si Raja Batak.

Mulai dari garis Si Raja Batak, asal-usul manusia Batak bukan dianggap legenda lagi tapi menjadi tarombo atau permulaan silsilah. Pada generasi sekarang telah dikenal aksara atau lazim disebut Pustaha Laklak. Sebelum meninggal, Si Raja Batak sempat mewariskan ”Piagam Wasiat” kepada kedua anaknya Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon.

Guru Tatea Bulan mendapat ”Surat Agung” yang berisi ilmu pedukunan atau kesaktian, pencak silat dan keperwiraan. Raja Isumbaon mendapat ”Tumbaga Holing”yang berisi kerajaan (Tatap- Raja ), hukum atau peradilan, persawahan, dagang dan seni mencipta. Guru Tatea Bulan memiliki sembilan anak yaitu Si Raja Biak-biak, Tuan Saribu Raja, Si Boru Pareme (putri), Limbong Mulana, Si Boru Anting Sabungan(putri), Sagala Raja, Si Boru Biding Laut (putri), Malau Raja dan Si Boru Nan Tinjo ( maaf, konon seorang banci yang dalam bahasa Batak disebut si dua jambar). Dari keturunan Guru Tatea Bulan terjadi pula perkawinan incest. Antara Saribu Raja dengan Si Boru Pareme. Ini yang menurunkan Si Raja Lontung yang kita kenal marga Sinaga, Nainggolan, Aritonang, Situmorang, dan seterusnya.

Pada umumnya orang Batak percaya kalau Siraja Batak diturunkan langsung di Pusuk Buhit. Siraja Batak kemudian membangun perkampungan di salah satu lembah gunung tersebut dengan nama Sianjur Mula-mula Sianjur Mula Tompa yang masih dapat dikunjungi sampai saat ini sebagai model perkampungan pertama. Letak perkampungan itu berada di garis lingkar Pusuk Buhit di lembah Sagala dan Limbong Mulana. Ada dua arah jalan daratan menuju Pusuk Buhit. Satu dari arah Tomok (bagian Timur) dan satu lagi dari dataran tinggi Tele.

II.ASAL MUASAL SI RAJA BATAK

Asal usul suku Batak sangat sulit untuk ditelusuri dikarenakan minimnya situs peninggalan sejarah yg menceritakan tentang suku Batak, maka sering dikatakan menelusuri asal usul suku Batak adalah orang yg kurang kerjaan. tapi bagi saya nggak jadi masalah dikatakan kurang kerjaan, siapa tau ada dari para pembaca yg bisa lebih melengkapi tulisan ini saya akan sangat berterima kasih.

Dengan mengutip dari berbagai sumber termasuk tulisan diberbagai blog dan juga buku2 yg menuls tentang Batak saya mencoba untuk menyajikannya bagi para pembaca Suku Batak adalah salah satu dari ratusan suku yg terdapat di Indonesia,suku Batak terdapat di wilayah Sumatera Utara.Menurut legenda yang dipercayai sebahagian masyarakat Batak bahwa suku batak berasal dari pusuk buhit daerah sianjur Mula Mula sebelah barat Pangururan di pinggiran danau toba.

Kalau versi ahli sejarah Batak mengatakan bahwa siRaja Batak dan rombonganya berasal dari Thailand yg menyeberang ke Sumatera melalui Semenanjung Malaysia dan akhirnya sampai ke Sianjur Mula mula dan menetap disana.
Sedangkan dari prasasti yg ditemukan di Portibi yg bertahun 1208 dan dibaca oleh Prof. Nilakantisari seorang Guru Besar ahli Kepurbakalaan yg berasal dari Madras,India menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan Cola dari India menyerang Sriwijaya dan menguasai daerah Barus.pasukan dari kerajaan Cola kemunggkinan adalah orang-orang Tamil karena ditemukan sekitar 1500 orang Tamil yang bermukim di Barus pada masa itu.Tamil adalah nama salah satu suku yg terdapat di India.

si Raja Batak diperkirakan hidup pada tahun 1200 (awal abad ke13) Raja Sisingamangaraja keXII diperkirakan keturunan siRaja Batak generasi ke19 yg wafat pada tahun 1907 dan anaknya si Raja Buntal adalah generasi ke 20.

Dari temuan diatas bisa diambil kesimpulan bahwa kemungkinan besar leluhur dari siRaja batak adalah seorang pejabat atau pejuang kerajaan Sriwijaya yg berkedudukan diBarus karena pada abad ke12 yg menguasai seluruh nusantara adalah kerajaan Sriwijaya diPalembang.
Akibat dari penyerangan kerajaan Cole ini maka diperkirakan leluhur siRaja Batak dan rombonganya terdesak hingga ke daerah Portibi sebelah selatan Danau Toba dan dari sinilah kemungkinan yg dinamakan siRaja Batak mulai memegang tampuk pemimpin perang
atau boleh jadi siRaja Batak memperluas daerah kekuasaan perangnya sampai mancakup daerah sekitar Danau Toba, Simalungun, Tanah Karo, Dairi sampai sebahagian daerah Aceh dan memindahkan pusat kekuasaanya sidaerah Portibi disebelah selatan Danau Toba.

Pada akhir abad ke12 sekitar tahun 1275 kerajaan Majapahit menyerang kerajaan Sriwijaya sampai kedaerah Pane,Haru,Padang Lawas dan sekitarnya yg diperkirakan termasuk daerah kekuasaan si Raja Batak.

Serangan dari kerajaan Majapahit inilah diperkirakan yg mengakibatkan si Raja Batak dan rombonganya terdesak hingga masuk kepedalaman disebelah barat Pangururan ditepian Danau Toba,daerah tersebut bernama Sianjur Mula Mula dikaki bukit yang bernama Pusuk Buhit,kemudian menghuni daerah tersebut bersama rombonganya.

terdesaknya siRaja Batak oleh pasukan dari kerajaan Majapahit kemungkinan erat hubunganya dengan runtuhnya kerajaan Sriwijaya dipalembang karena seperti pada perkiraan diatas siRaja Batak adalah kemungkinan seorang Penguasa perang dibawah kendali kerajaan Sriwijaya.

Sebutan Raja kepada siRaja Batak bukanlah karena beliau seorang Raja akan tetapi merupakan sebutan dari pengikutnya ataupun keturunanya sebagai penghormatan karena memang tidak ada ditemukan bukti2 yg menunjukkan adanya sebuah kerajaan yg dinamakan kerajaan Batak.

Suku Batak sangat menghormati leluhurnya sehingga hampir semua leluhur marga2 batak diberi gelar Raja sebagai gelar penghormatan,juga makam-makam para leluhur orang Batak dibangun sedemikian rupa oleh keturunanya dan dibuatkan tugu yang bisa menghabiskan biaya milyartan rupiah.Tugu ini dimaksudkan selain penghormatan terhadap leluhur juga untuk mengingatkan generasi muda akan silsilah mereka.

didalam sistim kemasyarakatan suku Batak terdapat apa yang disebut dengan Marga yang dipakai secara turun temurun dengan mengikuti garis keturunan laki laki.ada sekitar 227 nama Marga pada suku Batak.

Didalam Tarombo Naimarata dikatakan bahwa siRaja Batak memiliki 3 (tiga)orang anak yaitu:

    GURU TATEA BULAN (si Raja Lontung)

    RAJA ISOMBAON (si Raja Sumba)

    TOGA LAUT.

Ketiga anak si Raja Batak inilah yg diyakini meneruskan tampuk pimpinan siRaja Batak dan asal mula terbentuknya marga-marga pada suku Batak.


III. KISAH SI SULUNG RAJA UTI DARI PUSUK BUHIT

Raja Uti yang bisa berubah ujud hingga 7 Rupa

Raja Uti yang bisa berubah ujud hingga 7 Rupa

Dalam catatan turi-turian (legenda/mitos) dan keyakinan sebagian keturunan Batak, anak Sulung Guru Tatea Bulan yang paling memiliki kesaktian adalah Raja Uti. Si Sulung keturunan Guru Tatea Bulan ini dikenal dengan banyak sapaan atau gelar oleh masyarakat Batak.

Raja Biak-biak, dengan nama raja Gumelenggeleng. Si sulung keturunan Guru Tatea Bulan, seorang yang cacat yang tidak punya tangan, dan kaki. Karena kondisi tubuhnya itu, si sulung tak bisa duduk.

Berdasarkan turi-turian, Raja Gumeleng-geleng merasa berkecil hati di hadapan adik-adiknya yang berbeda dengan kondisinya.

Sebagian orang Batak berkata, dia punya sayap makanya disebut namanya Tuan Rajauti, raja yang takkan pernah mati, raja yang takkan pernah tua.

Turi-turian Batak menyebutkan pesisir Fansur atau kadang lazim disebut Barus sekarang ini menjadi tempat Raja Uti tinggal berikutnya.

Raja Uti terkenal sangat sakti ujudnya pun berubah hingga 7 kali:

“Wujud pertama ompung Raja Uti adalah tidak punya tangan, tidak punya kaki (Patung rupa Raja Uti dapat dilihat di pusuk buhit).

Yang menarik dari ketujuh patung tersebut ada 2 patung yang memakai bonang manalu (merah-putih-hitam) warna khas kosmologi batak. Dulu orang yang memakai tali-tali bonang manalu menandakan bahwa ia seorang Parbaringin.

Sebelah kanan ada pohon beringin yang artinya berketurunan lengkap (saur matua) dan Baringin tersebut merupakan gambar atau simbol pengayoman atau panggomgom yang dinamai ‘hariara sundung di langit’ alana daompung ido nampuna HARIARA SUNDUNG DILANGIT dan sebelah kiri Cawan menggambarkan Mulani pangurason nasohaliapan, nasohapurpuran, napituhali malim napitu hali solam.

Ada rentetan cerita yang sangat panjang sampai akhirnya Debata Mulajadi Nabolon MANONGOS / menurunkan UTE TUBU (pangir), DAUPA (pohon Hamijon/kemenyan), DAN DEMBAN TIAR (sirih).Ketiga hal yang disebutkan diatas memiliki keterikatan / hubungan penggunaan yang tidak bisa dipisahkan (bagi orang yang mengerti).

Kalau untuk Bona ni JAJABI / pohon beringin dipakai oleh raja2 (yang sekarang disebut dgn RAJA BIUS) untuk tempat PARTUKOAN (rapat/ pertemuan) dalam membahas sesuatu permasalahan.

Sebelah kanan ada dua patung yang memakai ulos warna putih, disini janggal keliatannya sebab jarang sekali ulos berwarna putih polos. Ulos juga memakai tiga warna khas batak. Biasanya warna/motif pada ulos juga memberikan ciri dari kelompok dalihan natolu yaitu kelompok hula-hula lebih banyak hitamnya dairpada warna putih & merah, sedangkan untuk dongan tubu lebih banyak putihnya daripada warna hitam & merah dan terakhir kelompok boru lebih banyak warna merahnya daripada warna putih & hitam.

Sebagai keturunan pertama dari Ompu Guru Tatea Bulan, Op.Raja Uti meminta ijin kepada ibunya untuk pergi ke Pusuk Buhit demi memohon kepada Mula Jadi Nabolon agar boleh dia dijadikan menjadi raja diantara saudara-saudaranya karena dia adalah putra yang sulung dan pertama keluar dari rahim ibunya, jadi pantaslah dia yang menjadi raja.

Kemudian lanjutnya, “tapi apa dayaku sebagai orang tak sempurna sebagai manusia yang selalu dianggap remeh oleh saudara-saudaraku.”

Mulajadi Nabolon mengabulkan permintaan Gumellenggelleng dan seketika tubuh Gumellenggelleng berubah menjadi manusia yang sempurna yang memiliki kaki dan tangan bertumbuh normal. Lalu dia diberi kuasa oleh Mulajadi Nabolon menjadi orang sakti yang disebut namanya menjadi Raja Biakbiak.

Setelah Gumellenggelleng disempurnakan menjadi perkasa sebagai Raja Biakbiak maka Mulajadi Nabolon kemudian pergi ke tahtahnya melalui Pusuk Buhit, dan jadilah Biakbiak menjadi raja pertapa sakti.

Setelah sekian lama dalam pertapaannya, Raja Biakbiak dengan percaya diri turun dari Pusuk Buhit hendak menjumpai orangtuanya dan saudara-saudaranya dan membayangkan bahwa dia akan disambut oleh keluarga itu sebagai raja karena dia sebagai anak yang tertua dan lagipula dia telah menjadi manusia sempurnah dan sakti. Anggapan itu ternyata meleset dan dia menjumpai keluarganya sudah berantakan bercerai berai karena ulah Sariburaja dan Siboru Pareme yang berbuat cinta terlarang. Raja Biakbiak tidak menjumpai lagi Siboru Pareme kembarannya dan demikian juga Sariburaja adiknya tak terlihat lagi karena sudah terusir dari kampungnya.

Karena dia merasa sangat kecewa bahwa keluarga keturunan ayahnya sudah berantakan dan bercerai berai, maka dia pergi ke Singkil.

Raja Biakbiak, walaupun bertubuh kate tetapi dia memiliki tubuh sempurna dan memiliki kesaktian tinggi sehingga raja-raja setempat mempersembahkannya istri. Kekuasaannya kemudian membentuk sebuah kerajaan Batak dan dia digelari sebagai Raja Uti karena memiliki utiutian dari Mulajadi Nabolon sebagai kesaktiannya. Kekuasaannya berkembang di Singkil, Kluet dan sampai ke Barus yang ramai dengan perdagangan.

IV. RAJA UTI DI SERAHKAN DI PUNCAK PUSUK BUHIT

Bukan hanya orang Batak, tak sedikit warga dari luar Sumatera Utara, termasuk tokoh politik nasional, yang datang ke puncak Gunung Pusuk Buhit di Kabupaten Samosir untuk berdoa. Mereka menganggap tempat itu suci.

Zaman dulu Mulajadi Nabolon atau Tuhan Yang Maha Esa mengirimkan tujuh gadis dari kayangan ke Pusuk Buhit. Mereka mandi di Tala, sekitar 30 menit perjalanan kaki sebelum puncak tertinggi Pusuk Buhit. Guru Tatea Bulan, putra dari nenek moyang orang Batak, Si Raja Batak, melihat gadis-gadis itu saat mandi. Lalu, ia mengambil kain milik salah satu perempuan surgawi itu. Enam gadis kembali ke langit dan satu lagi tinggal di Pusuk Buhit, yang kemudian diperistri oleh Guru Tatea Bulan. Mereka bermukim di Parik Sabungan, di kaki Gunung Pusuk Buhit.

Dari perempuan suralaya itu, Guru Tatea Bulan memiliki sepuluh keturunan: lima putra dan lima putri. Putranya yang sulung lahir tidak normal, tidak seperti manusia lazimnya. Tubuhnya tidak memiliki tulang. Ukurannya kecil. Beribu-ribu tahun kemudian ia dikenal dengan nama Raja Uti.

Istri Guru Tatea Bulan sangat mencintai kesepuluh anaknya. Khusus kepada Raja Uti yang tidak normal, dia mesti menanak beras yang enak, agar bisa dimakan. Empat adik laki-laki Raja Uti pun cemburu, bahkan menginginkan abang mereka itu dibunuh, karena fisiknya tidak selayaknya manusia.

Ditekan oleh empat putranya, istri Guru Tatea Bulan akhirnya membawa Raja Uti ke lokasi air terjun Batu Sawan, sekitar satu kilometer dari kampung Parik Sabungan ke arah puncak gunung. Tidak jauh dari air terjun itu terdapat batu berliang, seperti mulut gua, di sanalah Raja Uti ditinggalkan.

Saban hari ibunya diam-diam mengantarkan nasi untuk Raja Uti di Batu Liang. Dia juga memandikan anaknya itu di air terjun Batu Sawan. Mengetahui hal itu, empat putranya yang lain kembali protes, “Kami kira Ibu sudah membuang Abang.”

“Tidak bisa begitu, Nak. Berdosa,” kata istri Guru Tatea Bulan kepada anak-anaknya.

Setelah bertahun-tahun, istri Guru Tatea Bulan kembali menaiki Gunung Pusuk Buhit untuk memberi Raja Uti makan. Dia kaget melihat Raja Uti terjatuh berguling-guling dari Batu Liang. Dia sedih, lalu berdoa, “Ompung Mulajadi Nabolon, saya tidak sanggup lagi melihat anakku tersiksa seperti ini selama hidupnya.”

Akhirnya, dia dan suaminya, Guru Tatea Bulan, dengan berat hati membawa Raja Uti ke puncak tertinggi Gunung Pusuk Buhit. Selama sehari semalam mereka berdoa di puncak, dan tidur di sana. Sambil menangis, Guru Tatea Bulan dan istrinya berdoa, “Ompung, bagaimana pun jadinya kelak anak kami ini, Engkaulah yang tahu. Apakah dia akan jadi manusia yang normal, atau menjadi angin, kami pasrahkan dia ke dalam tangan-Mu.”

Raja Uti pun diselimuti dan ditinggalkan sendirian di puncak tertinggi Pusuk Buhit.

Ratusan tahun berlalu, Mulajadi Nabolon menyampaikan kabar lewat suara-suara tak berwujud kepada warga di kaki Pusuk Buhit: “Ei, manisia, gellengmi ndang mate.”

Empat saudara laki-laki Raja Uti telah beranak cucu. Warga kampung semakin banyak.
Suatu hari ada seorang kakek tak dikenal datang ke kampung, dan berkata, “Akulah anak yang dulu dibuang di puncak.” Orang-orang lalu mengingat cerita, itulah Raja Uti, putra tertua Guru Tatea Bulan, yang semasa kecilnya tidak memiliki tulang.

Raja Uti dikenal sakti. Fisiknya bisa berubah-ubah dalam tujuh macam wujud. Namanya ada tujuh. Raja Uti adalah nama terakhirnya.

“Tidak bisa doa kalian sampai kepada Mulajadi Nabolon bila tidak melalui aku, karena aku tinggal di puncak Pusuk Buhit,” titah Raja Uti kepada warga kampung.

Tapi permintaan Raja Uti sangat berat: ia mesti memakan tubuh manusia sebagai persembahan warga yang meminta sesuatu lewat doa-doa mereka kepada Mulajadi Nabolon. Warga lalu memohon kepadanya agar sesajen tubuh manusia itu digantikan dengan ternak kerbau. Sejak itulah puncak Gunung Pusuk Buhit menjadi keramat.

Bila penyakit atau musibah menimpa warga di perkampungan Limbong dan Sagala zaman dahulu, terang Jatiur Limbong, warga mesti menyiapkan kerbau, horbo laelae, sebagai syarat permintaan doa kepada Mulajadi Nabolon melalui Raja Uti.

“Itu tempat yang sakral. Jangan datang ke Pusuk Buhit jika untuk bersikap atau berkata-kata tak senonoh,” pesan Jatiur Limbong.

Syarat dasar untuk berdoa di puncak Pusuk Buhit, katanya: jeruk purut, daun sirih, dan telur ayam masing-masing tujuh. Bila mampu, orang bisa juga membawa ayam putih atau kambing putih.

Sediaman Limbong mengatakan, tahun lalu ia memugar batu sakral di puncak Pusuk Buhit. Batu itu dipercayai sebagai tempat Guru Tatea Bulan dan istrinya berdoa kepada Mulajadi Nabolon dan meninggalkan anak sulung mereka yang sakti, Raja Uti.


V. PUSUK BUHIT DAN NABI RAJA UTI

Patung Raja Uti

Patung Raja Uti

Pusuk Buhit, gunung keramat bagi orang Batak, bukan cuma bernilai sejarah, melainkan juga rohaniah. Kita tak perlu berlebihan mengultuskan kemistikannya, tapi jangan pula kita enggan mengakui kehadirannya.

Daya mistis Pusuk Buhit, gunung keramat di Kabupaten Samosir dengan ketinggian kira-kira 1.900 meter di atas permukaan laut, telah melegenda ke seantero dunia. Konon di kaki gunung inilah, tepatnya di Parik Sabungan, Desa Sariman Rihit, Kecamatan Sianjur Mulamula, orang Batak pertama berkampung dan beranak pinak.

Dipercayai, di puncak Pusuk Buhit-lah cucu paling tua Si Raja Batak, Raja Uti, dikembalikan oleh orang tuanya, Guru Tatea Bulan, kepada Mulajadi Nabolon. Raja Uti, yang tubuhnya tak bertulang ketika kecil, muncul beratus tahun kemudian dengan kesaktiannya. Kini, melalui penguasa puncak Pusuk Buhit itu para peziarah memanjatkan doa kepada Mulajadi Nabolon, Sang Pencipta.

Sudah bukan rahasia umum bahwa banyak orang, termasuk politikus parlemen dan pejabat pemerintah, menaiki puncak Gunung Pusuk Buhit dan menyembah Mulajadi Nabolon. Antara lain, kata anggota DPRD Kabupaten Samosir Tuaman Sagala kepada Koran Toba, “Mantan Gubernur Syamsul Arifin, mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih bersama istrinya yang orang Jepang itu sudah beberapa kali ke sana, Akbar Tandjung.” Rekan sejawat Tuaman di DPRD Samosir, Jonni Sihotang, terang-terangan mengakui rajin berdoa di puncak Pusuk Buhit, dan permintaannya selalu terkabul.

Penganut agama-agama mutakhir, khususnya agama langit seperti Kristen dan Islam, mungkin akan sangat sulit menerima keberadaan Mulajadi Nabolon dan “nabi”-Nya di Tanah Batak, Raja Uti. Namun, sebaliknya, pemeluk agama bumi seperti Hindu, Taoisme, Zoroasterisme, dan Parmalim tampaknya akan lebih mudah “mengamininya”, karena religi-religi tersebut lebih terbuka menakrifkan sosok Sang Khalik.

Norista RH

No comments: