Menumpas Kekuasaan Para Kisra: Perintah Khalifah Umar untuk Membebaskan Isfahan

 Menumpas Kekuasaan Para Kisra: Perintah Khalifah Umar untuk Membebaskan Isfahan

Persia akan terus mengadakan perlawanan terhadap pasukan Muslimin selama Yazdigird masih berada di tengah­-tengah mereka. Ilustrasi: Andriano Laruccia
Pasukan Islam telah menguasai sebagian besar wilayah Persia setelah memenangkan perang Nahawand. Hanya saja, Raja Kisra Yazdigird masih hidup dan menggerakkan pasukan Persia di sejumlah wilayah.

Khalifah Umar bin Khattab bertekad menghabisi para Kisra itu. Hal itu karena teringat akan kata-­kata Ahnaf bin Qais . "Persia akan terus mengadakan perlawanan terhadap pasukan Muslimin selama Yazdigird masih berada di tengah­-tengah mereka."

Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab" (PT Pustaka Litera AntarNusa, April 2000) mengisahkan ketika pasukan Arab memasuki Nahawand dan Hamazan, Yazdigird tinggal di Ray.

"Sesudah ia melihat mereka mendekati tempat kediamannya, cepat-cepat ia ke Isfahan untuk membakar semangat warga kota itu agar mengadakan perlawanan," tulis Haekal.

Begitu berita ini sampai kepada Umar, ia segera memerintahkan pasukannya berangkat ke Isfahan dengan harapan yang memimpin pertahanan kota itu Yazdigird sendiri supaya kemudian ia dapat ditawan, dan dengan demikian seluruh perlawanan Persia akan hancur.

Ia memerintahkan Abdullah bin Abdullah bin Itban segera berangkat ke sana bersama pasukan Kufah yang dipimpinnya dan pasukan Nu'man bin Muqarrin di Nahawand yang mengikutinya.

Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa Umar bin Khattab meminta pendapat Hormuzan dengan mengatakan: "Bagaimana pendapat Anda? Akan saya mulai dengan Persia atau dengan Azerbaijan ataukah dengan Isfahan?"

Jawaban Hormuzan: "Persia dan Azerbaijan keduanya adalah sayap, sedangkan Isfahan kepalanya. Kalau salah satu sayap itu dipotong, sayap yang sebelah lagi masih akan berfungsi; kalau yang dipotong kepalanya kedua sayap itu akan terkulai, maka mulailah dengan kepala."

Khalifah Umar bin Khattab puas dengan pendapatnya itu dan ia memerintahkan gerakan dimulai dari Isfahan.

Isfahan atau Ispahan sebuah kota besar yang dijadikan ibu kota salah satu provinsi di Irak-Persia, terdiri atas dua kota bertetangga: Jay dan Yahudiah. Yang terakhir ini pada mulanya merupakan daerah koloni Yahudi, dibangun oleh Yazdigird I memenuhi keinginan istrinya yang orang Yahudi, Shushandukht (Suzan).

Sedangkan Jay merupakan ibu kotanya, terletak di tanah yang subur dan udaranya paling sehat dengan air tawar yang paling sedap.

Raja-raja memilih kota ini sebagai tempat tinggal mereka. Letak Isfahan di ujung daerah pegunungan dari arah selatan, yaitu yang subur dan luas, dihubungkan dengan jalan-jalan yang sudah dibuat padat ke semua jurusan dalam kerajaan itu. Jalan yang menuju ke Ray melalui Qasyan kemudian Qum.

Sementara pasukan Ibn Itban dalam perjalanan itu tertemu dengan sebuah angkatan bersenjata Persia yang amat besar di luar kota Isfahan.

Tanpa menunda lagi komandan angkatan bersenjata ini langsung menyambutnya dengan serangan serentak. Maka segera terjadilah pertempuran sengit yang hebat sekali. Di barisan depan pasukan Persia ada seorang orang tua, yakni Syahriar Jazuweh.

Dia adalah seorang pahlawan Persia yang tidak banyak jumlahnya, pejuang, yang bila di medan perang tak ada lawan yang tahan menghadapinya.

Ia melihat pertempuran sudah mulai goyah dan melihat mayat-mayat Persia yang sudah bertambah begitu banyak dikhawatirkan akan menimbulkan rasa lemah dalam hati yang lain. Maka ia maju ke barisan pertama dan ketika ia menantang pasukan Muslimin yang mau tampil menghadapinya, ia disambut oleh Abdullah bin Warga' ar-Rayahi yang langsung menghadapinya dan berhasil membunuhnya.

Melihat pahlawan mereka yang luar biasa itu terkapar mati, pasukan Persia jadi gugup. Setelah mereka dikeluarkan dari rustaq (distrik pedesaan) itu, pasukan Muslimin masuk ke sana dan daerah itu diberi nama "Rustaq Syaikh."

Pasukan Persia mundur ke Jay, berlindung di balik tembok-tembok Isfahan, sementara pasukan Muslimin tinggal di daerah-daerah baru itu menyusun rencana untuk menyerang kota besar yang amat kuat itu.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: