Wanita Terkasih Rasulullah
SIAPA yang tak kenal tokoh agung ini dan siapa yang tak pernah mendengar keharuman namanya? Dugaan terkuat, sebagian besar kita, jika kita tidak bisa dikatakan semuanya, telah mengenal dengan baik nama besar yang disandangkan kekasih Rasulullah SAW yang paling beliau sayangi, wanita tercerdas dalam islam dan dibersihkan namanya dari atas langit ke tujuh. Di rumah kejujuran dan keimanan ia lahir.
Di dalam dekapan kedua orang tua mulia yang merupakan sahabat terbaik Rasulullah SAW ia tumbuh; dan di atas keutamaan-keutamaan agama yang agung dan ajaran-ajarannya yang lapang ia berkembang. Dialah ‘Aisyah Ash-Shiddiqah putri Ash-Shiddiq SAW. Statusnya sebagai putri Abu Bakar Ash-Shiddiq saja sudah cukup menempatkan pada tempat yang belum termulia di dalam hati dan rumah Rasulullah SAW.
Belum lagi ditambah dengan kecerdasannya, keluasan ilmunya, kepakarannya, dan keluhuran budinya yang memicu decak kagum generasi salaf maupun khalaf, sehingga mereka akhirnya mengetahui dengan seyakin-yakinnya mengapa ia menempati posisi yang teramat besar di sisi Rasulullah SAW tersebut. Dari sini, kita tentu tidak merasa aneh dan kaget dengan banyaknya refleksi pendidikan dan manfaat-manfaat dakwah yang bisa kita reguk dari kehidupan Ummul mukminin Ash-Shiddiqah Al-Habibah ‘Aisyah.
Dialah ‘Aisyah, isteri Rasulullah SAW dan kekasih hati yang paling beliau cintai. Ayahandanya adlah Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat dan pendamping setia Rasullah SAW di dalam gua. Sementara ibunya adalah Ummu Ruman binti ‘Amir yang menampilkan diri sebagai sosok isteri yang mulia, ibu yang bijak, dan wanita yang bijak. ‘Abdurrahman ibnu Abu Bakar adalah saudara laki-lakinya, sementara saudara perempuannya adalah Asma’ yang berjulukan “Dzaatun Nithaqain” (wanita pemilik dua sabuk) dan setia mendampingi dan mendukung putranya, Abdullah ibn Az-Zubair melawan kesewenang-wenangan Al-Hajjaj.
Aisyah lahir di Makkah Al-Mukarramah yang merupakan kawasan yang sarat berkah di bumi Allah. Ayahnya termasuk saudagar besar di Makkah yang meraup keuntungan besar dari aktivitas perdagangannya dan hidup sejahtera. Namun ia terkenal sebagai orang yang dermawan, baik terhadap anak-anak dan keluarganya, ia banyak memiliki sifat-sifat mulia yang disandang oleh Rasulullah SAW.
Setelah disunting Rasulullah SAW dan diboyong ke rumah kenabian, Aisyah menjadi isteri terkasih Rasulullah SAW yang paling dekat dengan beliau tidak meninggalkannya selama beberapa lama, kecuali akan kembali dalam dekapannya dengan luapan kerinduan dan kasih sayang yang membara di dalam hati.
Ummu mukminin Aisyah juga merupakan salah satu pengibar bendera ilmu pengetahuan yang menjadi pengamat tentang segala peristiwa yang terjadi pada zamannya dan menjadi pakar ahli yang mengetahui seluk-beluk urusan rumah tangganya dan kewajiban yang harus ia laksanakan. Bagaimana tidak? Sejak dini ia tumbuh dilingkungan rumah di mana sang ayah merupakan pakar ahlil nasab dan sejarah Arab. Ia mendalami masalah-masalah agamanya dan mempelajari ajaran-ajaran islam di bawah asuhan Rasulullah SAW ia belajar dasar-dasar etika dan moral di tangan orang yang langsung diajar oleh Tuhan-Nya.
Ia hidup di lingkungan rumah kenabian yang menjadi tempat turunnya wahyu dan dibacanya Al-Qur’an siang dan malam. Karena itu, wajar saja jika Aisyah memiliki pengetahuan yang banyak tentang islam dan prinsip-prinsipnya dan pemahaman yang mendalam tentang berbagai bidang pengetahuan. Ia adalah sosok cendikiawan ahli hikmah (hakiimah) yang mengadopsi hikmahnya dari kitab Allah. Ia adalah ahli balaghah yang mengadopsi balaghahnya dari sastra Rasul.
Ia adalah wanita yang fasih berbicara bahasa Arab, karena ia merupakan wanita etnis Arab yang tumbuh di antara kerikil-kerikil Makkah. Ia juga berpengaruh mereguk pengetahuan dari sumber-sumber islam dan banyak belajar etika-etika sang Maha Pengasih.
Aisayah memiliki sejumlah saudara yang masuk islam semuanya dan konsisten menjalankan islam dengan baik. Mereka turut berhijrah dan berjihad bersamma Rasulullah SAW, dan inilah gambaran keluarga Sayyidah Aisyah, sebuah keluarga mukmin pelaku hijrah (yang berhijrah) yang rela berkorban demi islam, berjuang gigih di jalan dakwah, dan menyuguhkan layanan terbesar kepada
Rasulullah SAW demi mempermudah perjalanan hijrah beliau dan penyebaran dakwah beliau.
Di tengah keluarga inilah yang mulia Aisyah lahir untuk kemudian tumbuh berkembang dalam naungan islam. Dalam sebuah riwayat yang dilansir dirinya, ia berkata, “Aku tidak mengenali kedua orang tuaku, kecuali mereka memeluk agama islam”
Artinya, sejak dini ia telah tumbuh dalam naungan ajaran-ajaran agama islam yang lurus dan saat kecil ia telah menyaksikan fase terberat dalam perjuangan dakwah islam di mana Muslimin mendapat tekanan dan siksaan yang bertubi-tubi. [Aisyah yang Cerdas yang Dicinta/Karya: Ahmada Ibnu Salim Baduwilan/Penerbit: Irsyad Baitus Salam]
No comments:
Post a Comment