Pemberontakan Sutawijaya [8]

Sultan Pajang jatuh sakit
Sultan Pajang dengan kadang Sentana dan para nayaka mantri mencari tempat perlindungan dan berkumpul di tempat yang agak tinggi. Kemudian seluruh wadyabala yang masih selamat, diperintahkan untuk bergerak menuju ke utara dan makuwon di wilayah Tembayat.
Maksud sultan Pajang melakukan ziarah di makam keramat Sunan Bayat, adalah untuk menenangkan diri, sambil menunggu banjir lahar mereda. Namun ternyata semua itu diluar perhitungan nalar, banjir lahar tak kunjung henti, rencana untuk menyerbu Mataram dibatalkan.
Kemudian Sultan Pajang mendorong pintu makam, tetapi tidak bisa dibuka, tidak biasanya terjadi seperti ini.
Kemudian Sultan Hadiwijaya bertanya pada juru kunci;“heh kunci apa karanya, Dene sun sorog tan kena” (juru kunci, apa sebabnya, pintu aku dorong tidak bisa terbuka).
Juru kunci menjawab pelan; “inggih sinuhun ton winenang Hyang Widhi, tinampik déning kang tinunggu, wong mati prak ing sukma cahya nurbuwat sampun ngalih, dhumateng Rajeng ing Mataram” (ya tuanku, memang tak dikehendaki oleh Hyang Widhi, kedatangan paduka memang sudah ditolak karena wahyu kedaton sudah berpindah ke Raja Mataram).
Sultan Pajang menjadi lemas tubuhnya, setelah mendengar penuturan ki Juru Kunci makam Sunan Tembayat, agaknya wirayat Sunan Giri telah terbukti, bahwa di bumi Mentaok akan terlahir calon Raja yang akan menguasai Tanah Jawa.
Karena sudah penat, Sultan Pajang tidur di Bale Kencur, baru kali ini sang Prabu merasakan nikmatnya tidur. Seluruh Sentana dan nayaka praja tidurnya bergantian, para prajurit juga bergantian duduk, mereka berjaga semalaman di sekitar makam keramat Sunan Tembayat.
Keesokan harinya mereka sudah merasa bugar kembali, Sultan Pajang memerintahkan kepada segenap wadyabala dan Sentana nayaka praja untuk segera bergegas kembali ke Pajang.
Sultan Hadiwijaya naik Gajah, dalam perjalanan kearah timur di pertigaan jalan kearah Pajang, Sang Prabu terjatuh dari tunggangannya. Kemudian para prajurit, mengangkat sang Prabu ke dalam tandu.
Senapati ing Ngalaga mendengar laporan dari prajurit sandi tentang perjalanan Sultan Pajang ketika di makam Sunan Tembayat sampai perjalanan pulang dan jatuh dari tunggangannya. Dengan dikawal 40 prajurit khusus, bergegas menyeberangi kali Opak untuk menjenguk ramandanya yang menderita sakit.
Sementara itu wadyabala Mataram membubarkan diri dari pakuwon Randulawang, dan bergerak kearah utara membuat baris pendhem mengepung pasukan Pajang. Hal ini berjaga-jaga jika kondisi menjadi memburuk.
Para nayakapraja dan kadang Sentana Pajang sama sekali tidak menduga jika Senapati akan menyusul secepat itu. “inggih punika pun kakang Senapati, nusul lan wadya tut pungkur antawis kawandasa, Yen suwawi ing karsa paduka, pan pinethuk winangsulan, Dene wadyanipun sakedhik. Amba purun methuk yuda, dene wadya paduka kathah “ (ini kakang Senapati datang beserta 40 pengawalnya, jia ia mengijinkan kan amba hadapi seluruh prajuritnya agar kembali ke Mataram. Hamba juga bersedia bertempur dengannya, mereka itu hanya sedikit, sedangkan kita banyak).
Usul Adipati Tuban yang sudah berkali-kali menginginkan untuk bertempur melawan Senapati. Kemudian Sultan Pajang bersabda; “ya kabeh putraningwang, aja sira wani andon yuda mring kakangmu Senapati ing Ngalaga, minangka gegantiningsun Yen lalis. Sadulur tuwa sinembah, awit kakangira Senapati sayekti abanget tresna maring sun, iku angater maring uang saking mirma wruh lamun gerah ingsun, gumati marang wong tuwa, bektènira angluwihi. Mbesuk ing sapungkuring uang, yen sun lalis poma den atut sami kalawan kakangirèku (semua anakku, jangan ada yang berani melawan kakakmu Senapati ing Ngalaga, kakrena dialah kelak yang akan menggantikanku ketika aku telah meninggal. Sebagai saudara yang tertua maka ia wajib dihormati, kakakmu Senapati itu karena sangat sayang padaku, maka kedatangannya itu untuk mengantarkan aku, agar tak terjadi benturan dengan pasukannya. Kelak sepeninggalku jika aku sudah meninggal supaya kalian menurut pada kakakmu Senapati).
Pangeran Benawa setelah mendengar Sultan Hadiwijaya menasehati dengan suara yang lirih, dalam hatinya menangis. Para pangeran dan putra Sentana menangis terisak-isak dalam perjalanan.
Singkat cerita perjalanan Sultan Hadiwijaya telah sampai di Kasultanan Pajang. Setelah sang Prabu masuk ke dalam kedaton, Senapati ing Ngalaga beserta 40 pengawalnya melanjutkan perjalanannya menuju kearah desa Mayang, tempat persembunyian adiknya, Tumenggung Mayang.

 Sastra Diguna

No comments: