Perang Tiga Raja: Runtuhnya Imperium Portugal di Tangan Muslim Maroko

Perang Tiga Raja: Runtuhnya Imperium Portugal di Tangan Muslim Maroko
Laga Maroko vs Portugal di Piala Dunia 2022 mengingatkan kita pada sejarah masa lalu abad ke-15. Kedua negara pernah terlibat perang besar yang dikenal dengan Perang Tiga Raja atau Battle of Three Kings Tahun 1578. Foto ilustrasi/ist
Perhelatan Piala Dunia 2022 menjadi sangat menarik karena mempertemukan dua tim dengan kekuatan dan fans besar di babak 8 besar, Maroko melawan Portugal.

Laga hidup mati antara Maroko vs Portugal ini akan berlangsung di Stadion Al Thumama Qatar, Sabtu (10/12/202) Pukul 22.00 Wib. Pertemuan kedua negara di Piala Dunia memang terbilang sangat jarang.

Namun, laga Maroko vs Portugal ini mengingatkan kita pada sejarah masa lalu pada abad pertengahan. Kedua negara ternyata pernah terlibat perang besar yang dikenal dengan Perang Tiga Raja atau Battle of Three Kings pada Abad ke-15.

Seperti apa ceritanya? Mari simak ulasan berikut ini. Portugal atau Portugis merupakan negara maju di Eropa yang sejarahnya diawali sejak Abad ke-15 dan 16. Negara yang berbatasan dengan Spanyol ini dulu pernah berjaya pada abad pertengahan (abad ke-15 dan 16).

Imperium Portugal (Ultramar Portugues) menjadi imperium kolonial Eropa modern yang berdiri paling awal dan terlama, hampir enam abad lamanya. Mulai penguasaan Ceuta Tahun 1415 hingga penyerahan Makau Tahun 1999.

Wilayah yang menjadi bekas koloni Portugal di antaranya Brasil (1500-1815); Mozambik (1498-1975); Afrika Barat (1655-1975); Melaka (1511-1641); India (1510-1961); Makau (1557-1999): Timor Leste (1702-1975/2002); Pantai Emas, Tanjung Verde, Sao Tome, Guinea.

Imperium Portugal pernah mendunia dan membawa kekayaan melimpah bagi Portugal. Penjelajahan bangsa Portugis ini mulai menjelajahi pantai Afrika pada Tahun 1419. Namun, ketika terjadi Perang Tiga Raja, Imperium Portugal mengalami kekacauan bahkan berakhir runtuh di tangan pasukan Muslim Maroko.

Perang Tiga Raja (Battle of Three Kings) disebut juga Perang Wadil Makhozin (معركة وادي المخازن‎) atau Perang Istana Besar. Yaitu, pertempuran besar yang terjadi di Moroko Utara, dekat Kota Ksar-el-Kebir antara Tangier dan Fez, pada tanggal 4 Agustus 1578.

Pertempuran ini terjadi antara Abu Abdallah Mohammed II Saadi dari Dinasti Saadi dengan sekutunya Raja Sebastian dari Portugal, melawan pasukan Moroko di bawah Sultan Moroko. Raja Kristen merencanakan perang salib terhadap Abu Abdallah Mohammed II Sa'di dan meminta raja Sebastian untuk membantunya mengembalikan kekuasaannya, yang diambil oleh pamannya, Abdul Malik. Portugal kalah pada pertempuran ini.

Kenangan Pahit Bagi Portugal

Perang ini menjadi kenangan pahit dalam sejarah Portugal yang pernah mencoba menjajah Maroko kala itu. Bahkan dalam ensiklopedia Wikipedia tentang sejarah Imperium Portugis, peristiwa besar ini tidak disinggung sedikit pun karena mungkin menjadi aib besar di tangan pasukan Mujahidin.

Penulis Buku "Panglima Surga" Nugra dilansir dari Hidayatullah menceritakan kisah perang Istana Besar ini. Pada Tahun 1578 Kekhalifahan Turki Utsmani berada pada masa puncak kejayaan di bawah pimpinan Sultan Sulaiman Qonuni. Wilayah kekuasaannya meliputi Turki hingga di perbatasan Hungaria di sebelah barat, Timur Tengah (Syiria hingga Hijazz), Mesir dan seluruh wilayah Afrika Utara minus Maghribi (Maroko). Laut Timur Tengah berada dalam hegemoni Utsmaniyah.

Persekutuan erat terjalin dengan Perancis sehingga Eropa terpecah belah, namun memiliki semangat yang sama, penjelajahan dan penaklukan dunia baru. Kapal-kapal Portugal, Spanyol, Inggris, Perancis, Italia telah melanglang buana sejak tersebarnya penemuan Amerika oleh Colombus pada Tahun 1492 serta penemuan ladang emas Inca-Maya oleh Cortez plus pembantaian bangsa Inca-Maya.

Hal ini menambah ambisi Portugis dan negara Eropa lainnya untuk melakukan penjajahan. Pada Tahun 1578, di Maroko terjadi konflik penguasa antara Abu Abdullah Muhammad Mutawakkil as-Sa'di dengan pamannya, Abdul Malik. Setelah kalah oleh sang paman, as-Sa'di lantas meminta bantuan kepada Raja Portugal, Sebastian, untuk mengalahkan Abdul Malik yang beraliansi dengan Turki Utsmani yang saat itu dipimpin Sultan Sulaiman Al-Qonuni.

Permintaan as-Sa'di dengan senang hati diterima oleh Sebastian yang juga memiliki misi untuk menaklukkan negeri muslim di Afrika bagian Utara. Didorong oleh fanatik Katolik, perluasan imperium dan misi perang Salib untuk menggulung Utsmaniyah, datanglah Sebastian bersama sukarelawan dari Spanyol, tentara bayaran dari Jerman, Italia serta tokoh Inggris berpengaruh, Thomas Stukley.

Sebanyak 500 kapal dikerahkan untuk menyeberangkan pasukan Portugis ke Maroko dengan jumlah pasukan 23.000 (sumber Barat), sementara sejarawan muslimin menyebutkan pasukan Portugis berjumlah 125.000 tentara.

Adapun jumlah pasukan muslim sebanyak 40.000 orang, terdiri dari 35.000 pasukan Abdul Malik dan 15.000 pasukan bantuan Utsmaniyah. Pasukan Portugis mendarat tanggal 24 Juni 1578 di Arzila, Maroko. Seruan jihad pun berkumandang di seluruh penjuru Maroko. "Pergilah kalian ke Wadil Makhazin untuk berjihad di jalan Allah!"

Berdatanganlah dari berbagai pelosok Maroko para Mujahidin di bawah pimpinan Abdul Malik al-Mu'tashim Billah. Sementara itu, as-Sa'di melancarkan perang opini dan fatwa dengan berupaya memecah belah kaum muslimin melalui pengiriman surat kepada penduduk Maroko yang berbunyi:

"Saya tidak pernah meminta bantuan pada orang-orang Kristen, kecuali saat tidak dapat bantuan lagi dari muslimin. Bukankah para ulama mengatakan, 'Boleh saja bagi manusia meminta bantuan pada siapa saja atas orang yang merampas haknya dengan semua cara yang bisa dia lakukan.' Dengarkanlah ancaman Allah: "Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. (QS Al-Baqarah ayat 279)."

Opini yang dilancarkan as-Sa'di mendapat jawaban keras dari ulama-ulama Maroko, setelah pembukaan surat tahmid dan sholawat. ".....Adapun perkataanmu bahwa kau kembali kepada mereka tatkala tidak ada lagi pertolongan dari muslimin, maka di dalamnya ada larangan yang akan mendatangkan kemurkaan Rabb-Mu. Salah satunya adalah karena engkau meyakini bahwa sesungguhnya semua kaum muslimin berada dalam kesesatan, dan sesungguhnya kebenaran tidak bisa ditegakkan kecuali dengan bantuan orang-orang Kristen. Kita berlindung kepada Allah. Kedua, sesungguhnya kamu meminta pertolongan kepada orang-orang kafir untuk memerangi muslimin.

Padahal Rasululllah SAW bersabda: "Sesungguhnya saya tidak pernah meminta pertolongan pada orang-orang yang menyekutukan Allah."

Engkau sendiri telah membanggakan diri dalam suratmu bersama gerombolan orang-orang Romawi yang kini berada bersamamu. Dan kau merasa terangkat dengan datangnya raja itu dengan tentaranya. Lalu bagaimana posisimu dengan firman Allah berikut: "Dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir tidak menyukai." (QS At-Taubah ayat 32)

Abdul Malik juga mengirimkan surat kepada Sebastian, "Sesungguhnya pengaruhmu telah nampak sejak engkau pertama kali keluar dari negerimu, sedangkan engkau membawa permusuhan. Maka janganlah engkau bergerak dulu sebelum kami datang kepadamu. Jika itu yang engkau lakukan, maka engkau benar-benar seorang Kristen yang pemberani. Dan jika tidak, maka engkau tak lebih dari anak anjing. Bukanlah sikap pemberani dan bukan pula ksatria jika seseorang datang pada penduduk yang tidak terlindungi dan dia tidak menanti orang-orang yang siap perang."

Surat ini membuat marah Sebastian namun berhasil membuatnya memutuskan untuk menunggu, meskipun penasihat dan komandan perangnya meminta untuk tetap segera melakukan pendudukan. Strategi Abdul Malik berhasil.

Bertemulah 125.000 pasukan Portugis dan 40.000 pasukan muslimin di sebuah daerah bernama Istana Besar (Ksar al-Kabir), kurang lebih 100 Km di sebelah selatan Tangier dan 20 Km jauhnya dari pantai. Kecerdasan taktik Abdul Malik berhasil memancing dan mengisolasi pasukan Sebastian dari pasukan artileri armada kapalnya di pantai.

Pasukan kavaleri juga dikirimkan untuk menghancurkan jembatan di belakang Sebastian sehingga memutus jalur bantuan dan pelarian musuh. Abdul Malik mengatur meriam artileri di bagian depan kemudian pasukan infantri dan pemanah di tengah memanjang serta kavaleri kudanya di sayap kanan dan kiri.

Sebenarnya Abdul Malik dalam kondisi menderita sakit, namun semangat jihadnya yang menggelora membuatnya tegar. "Sejak kapan seseorang yang sakit mendapat pengecualian dalam jihad di jalan Allah?" Jawabnya ketika diminta untuk tidak terjun di medan perang.

Senin Tanggal 30 Jumadil Akhir 986 H atau 4 Agustus 1578 M menjadi hari bersejarah, baik bagi Portugis maupun Maroko dan khususnya dunia Islam. Pagi itu Sultan Abdul Malik berdiri di depan pasukannya menyampaikan khutbah jihad menjelang perang.

Sultan Abdul Malik terus membakar semangat muslimin untuk mati syahid. Di seberang mereka, para kardinal Portugis pun melakukan hal yang sama, membakar semangat pasukannya yang dipimpin Sebastian. Pasukan Portugis menjadikan perang ini sebagai bagian dari Perang Salib.

Perang ditandai dengan 10 letusan meriam dari kedua belah pihak. Takbir menggema dari muslimin menggetarkan siapa pun yang mendengarnya. Majulah kedua pasukan saling merangsek. Sultan Abdul Malik maju di barisan depan menyerang pasukan tengah musuh. Namun penyakitnya yang parah membuatnya harus dibawa kembali ke dalam tenda. Di tenda ini, hanya ditemani saudaranya Ahmad al-Manshur serta pengawalnya Ridwan al-Alaj, Sultan memberikan instruksi perang dan meminta kematiannya disembunyikan dari tentara mujahidin hingga akhirnya Sultan Abdul Malik pun wafat.

Semangat jihad disertai taktik perang berhasil menekan pasukan Sebastian. Tentara Muslim dibantu kavaleri elit Janisari Utsmaniyah menjadi momok menakutkan bagi Eropa. Tentara muslim berhasil menggulung pasukan sayap Portugis. Seluruh pasukan Portugis lari mundur ke jembatan Sungai Wadil Makhazin.

Aroma kematian menghinggapi pasukan Portugis karena banyak yang mati tercebur ke sungai, termasuk as-Sa'di dan Sebastian yang mayatnya tidak ditemukan. Sisanya tertawan dan terbunuh oleh pasukan muslim. Allah memberikan pertolongan-Nya dengan menghinakan pasukan Portugis di negeri kaum muslimin.

Paska perang Istana Besar ini, naiklah Ahmad al-Manshur sebagai Sultan di Maroko. Kabar kemenangan segera tersebar di seluruh negeri Masroko dan disambut dengan suka cita. Wibawa umat muslim di Maroko kian meningkat sehingga datanglah utusan-utusan dari berbagai negeri Eropa mengirimkan hadiah dan menjalin hubungan dagang.

Di sisi lain, Portugis mengalami masa-masa kegelapan, di mana imperiumnya di belahan dunia runtuh dan dicaplok negara-negara Eropa lainnya, hanya tersisa Timor Leste pada abad ke-20. Kerajaan Portugis sendiri dikuasai dan berada dalam genggaman Spanyol berabad-abad lamanya.

Demikian sekelumit sejarah Perang Tiga Raja dimenangkan oleh pasukan muslim Maroko. Akankah kemenangan serupa diraih Maroko saat bertemu Portugal di babak 8 besar Piala Dunia 2022 malam ini? Yuk kita tunggu saja hasilnya nanti. Wallahu A'lam!

Sumber:
1. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Ustmaniyyah oleh Ali Muhammad As Shalabi
2. Battle of Three Kings wikipedia.org
3. Hidayatullah.com

(rhs)Rusman H Siregar

No comments: