Kondisi Perempuan Sebelum Turunnya Al-Quran, di Yunani Ada Dewi Cinta

Begini Kondisi Perempuan Sebelum Turunnya Al-Quran, di Yunani Ada Dewi Cinta
Nasib perempuan tempo dulu sangat menyedihkan. Foto/Ilustrasi: theculturetrip
Sejarah menginformasikan bahwa sebelum turunnya Al-Quran terdapat sekian banyak peradaban besar, seperti Yunani, Romawi. India, dan Cina. Dunia juga mengenal agama-agama seperti Yahudi , Nasrani, Buddha, Zoroaster, dan sebagainya.

Prof Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan al-Quran" menyebut masyarakat Yunani yang terkenal dengan pemikiran-pemikiran filsafatnya, tidak banyak membicarakan hak dan kewajiban perempuan.

Di kalangan elite mereka, wanita-wanita ditempatkan (disekap) dalam istana-istana. Dan di kalangan bawah, nasib wanita sangat menyedihkan. Mereka diperjualbelikan, sedangkan yang berumah tangga sepenuhnya berada di bawah kekuasaan suaminya. Mereka tidak memiliki hak-hak sipil, bahkan hak waris pun tidak ada.

Pada puncak peradaban Yunani, wanita diberi kebebasan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan dan selera lelaki. Hubungan seksual yang bebas tidak dianggap melanggar kesopanan, tempat-tempat pelacuran menjadi pusat-pusat kegiatan politik dan sastra/seni.

"Patung-patung telanjang yang terlihat di negara-negara Barat adalah bukti atau sisa pandangan itu," ujar Quraish Shihab.

Dalam pandangan mereka, dewa-dewa melakukan hubungan gelap dengan rakyat bawahan, dan dari hubungan gelap itu lahirlah "Dewi Cinta" yang terkenal dalam peradaban Yunani.

Dalam peradaban Romawi, wanita sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayahnya. Setelah kawin, kekuasaan tersebut pindah ke tangan sang suami. Kekuasaan ini mencakup kewenangan menjual, mengusir, menganiaya, dan membunuh.

Keadaan tersebut berlangsung terus sampai abad ke-6 Masehi. Segala hasil usaha wanita, menjadi hak milik keluarganya yang laki-laki.

Pada zaman Kaisar Constantine terjadi sedikit perubahan yaitu dengan diundangkannya hak pemilikan terbatas bagi wanita, dengan catatan bahwa setiap transaksi harus disetujui oleh keluarga (suami atau ayah).

Peradaban Hindu dan China
Peradaban Hindu dan China tidak lebih baik dari peradaban-peradaban Yunani dan Romawi. Hak hidup seorang wanita yang bersuami harus berakhir pada saat kematian suaminya; istri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar.

Ini baru berakhir pada abad ke-17 Masehi. Wanita pada masyarakat Hindu ketika itu sering dijadikan sesajen bagi apa yang mereka namakan dewa-dewa.

Petuah sejarah kuno mereka mengatakan bahwa "Racun, ular dan api tidak lebih jahat daripada wanita."

Sementara itu dalam petuah Cina kuno diajarkan "Anda boleh mendengar pembicaraan wanita tetapi sama sekali jangan mempercayai kebenarannya."

Ajaran Yahudi
Dalam ajaran Yahudi , martabat wanita sama dengan pembantu. Ayah berhak menjual anak perempuan kalau ia tidak mempunyai saudara laki-laki. Ajaran mereka menganggap wanita sebagai sumber laknat karena dialah yang menyebabkan Adam terusir dari surga.

Dalam pandangan sementara pemuka/pengamat Nasrani ditemukan bahwa wanita adalah senjata Iblis untuk menyesatkan manusia.

Pada abad ke-5 Masehi diselenggarakan suatu konsili yang memperbincangkan apakah wanita mempunyai roh atau tidak. Akhirnya terdapat kesimpulan bahwa wanita tidak mempunyai roh yang suci. Bahkan pada abad ke-6 Masehi diselenggarakan suatu pertemuan untuk membahas apakah wanita manusia atau bukan manusia. Dari pembahasan itu disimpulkan bahwa wanita adalah manusia yang diciptakan semata-mata untuk melayani laki-laki.

Elizabeth Blackwill
Sepanjang abad pertengahan, nasib wanita tetap sangat memprihatinkan, bahkan sampai tahun 1805 perundang-undangan Inggris mengakui hak suami untuk menjual istrinya, dan sampai tahun 1882 wanita Inggris belum lagi memiliki hak pemilikan harta benda secara penuh, dan hak menuntut ke pengadilan.

Ketika Elizabeth Blackwill - yang merupakan dokter wanita pertama di dunia - menyelesaikan studinya di Geneve University pada tahun 1849, teman-temannya yang bertempat tinggal dengannya memboikotnya dengan dalih bahwa wanita tidak wajar memperoleh pelajaran. Bahkan ketika sementara dokter bermaksud mendirikan Institut Kedokteran untuk wanita di Philadelphia, Amerika Serikat, Ikatan Dokter setempat mengancam untuk memboikot semua dokter yang bersedia mengajar di sana.

Quraish Shihab mengatakan begitulah kedudukan wanita sebelum, menjelang, dan sesudah kehadiran Al-Quran. "Situasi dan pandangan yang demikian tentunya tidak sejalan dengan petunjuk-petunjuk Al-Quran. Di sisi lain, sedikit atau banyak pandangan demikian mempengaruhi pemahaman sementara pakar terhadap redaksi petunjuk-petunjuk Al-Quran," tuturnya.
Miftah H. Yusufpati

No comments: