Kisah Sahabat Nabi Muhammad SAW yang Mulutnya Bercahaya

Kisah Sahabat Nabi Muhammad SAW yang Mulutnya Bercahaya
Kisah sahabat Nabi Muhammad SAW yang mulutnya bercahaya dikisahkan Ali bin Abi Thalib. Foto/Ilustrasi: Ist
Kisah sahabat Nabi Muhammad SAW yang mulutnya bercahaya diceritakan Musthafa Muhammadi Ahwazi dalam bukunya berjudul "Kisah-Kisah Keajaiban Al Quran". Kisah ini datang dari sahabat Ali bin Abi Thalib .

Diriwayatkan, suatu ketika Rasulullah SAW mengirim ribuan pasukan ke suatu daerah. Ekspedisi ini memperoleh kemenangan. Bala tentara muslim ini kemudian pulang ke Madinah dan disambut oleh Rasulullah SAW.

Satu per satu mereka bersalaman dengan Rasulullah SAW. Pemimpin pasukan Zaid bin Haritsah menambatkan kudanya dan menghampiri Rasulullah kemudian mencium tangannya. Setelah itu dilanjutkan dengan Abdullah bin Rawahah dan Qais bin Ashim. Setelah itu diikuti oleh para sahabat yang ikut berperang.

Tak lama kemudian Rasulullah SAW berkata, ”Ceritakan yang terjadi selama bepergian kalian kepada saudara-saudara kalian yang ada di sini, agar aku bisa memberikan kesaksian dari apa yang kalian katakan nantinya, karena Jibril memberitahuku tentang kebenaran apa yang kalian ucapkan.”

Setelah itu salah seorang sahabat bercerita sebagai berikut:

Wahai Rasulullah, setelah kami dekat dengan posisi lawan, kami mengirim mata-mata. Setelah melakukan penyelidikan, mata-mata itu menyebut bahwa pasukan mereka berjumlah 1000 orang. Sedangkan kami berjumlah 2000 orang. Namun seribu orang pasukan musuh itu hanya di luar benteng. Sisanya 3000 pasukan berada di dalam benteng. Tampaknya mereka sengaja mengembuskan kabar bahwa pasukannya hanya berkekuatan seribu orang. Hal ini dilakukan agar membuat kita lengah.

Saat malam tiba mereka menyerbu kami dan membuka pintu gerbangnya. Pasukan yang ada di dalam kota keluar. Mereka menghujani kami dengan panah di tengah malam yang gelap gulita. Sebagian besar pasukan masih tidur. Hanya ada beberapa sahabat yang masih terjaga.

Di antaranya empat sahabat Rasulullah yaitu Abdullah bin Rawahah, Zaid bin Haritsah, Qutadah bin Nukman, dan Qais bin Ashim. Mereka berempat sedang membaca al Qur’an di sudut perkemahan.

Kondisi menjadi kocar-kacir. Pasukan mereka menyerang dengan terus menerus sehingga kami kewalahan. Mereka hafal betul daerah tersebut. Dalam kegelapan malam kami tidak mampu menghalau mereka. Namun tiba-tiba ada beberapa cahaya yang muncul. Nampak dari mulut Zaid bin Haritsah cahaya berkilauan seperti cahaya matahari. Kemudian dari mulut Abdullah bin Rawahah keluar sinar seperti cahaya rembulan.

Dari mulut Qais bin Ashim dan Qatadah bin Nukman keluar cahaya seperti bintang kejora. Kami akhirnya bisa melihat musuh. Anehnya mereka tidak bisa melihat kita. Akhirnya kami bisa membalas serangan mereka dan masuk ke dalam kotanya. Kamipun menang. Kami tidak pernah melihat cahaya seperti itu. Kami bisa melihat tapi musuh tidak bisa melihatnya.

Berikut selintas tentang 4 Sahabat Nabi Muhammad SAW tersebut:

Abdullah Ibnu Rawahah
Sahabat Nabi Muhammad SAW adalah seorang penyair. Dia penulis yang tinggal di Madinah, suatu lingkungan yang belum maju, kala itu. Penduduknya kebanyakan buta huruf. Hanya sedikit saja yang bisa baca tulis. Banyak orang mengagumi syair ciptaan Ibnu Rawahah. Untaian kata syair-syairnya amat memesona.

Ia sahabat dari kalangan Anshor yang mengikuti Bai’ah Aqobah Ula dan Bai’at Aqobah Tsani. Semenjak ia memeluk Islam, kemampuan bersyair itu dibaktikannya untuk mengabdi bagi kejayaan Islam. Rasullullah menyukai dan menikmati syair-syairnya. Tak jarang beliau meminta Ibnu Rawahah lebih tekun lagi membuat syair.

Pada suatu hari, Rasulullah duduk bersama para sahabat. Tiba-tiba datanglah Abdullah bin Rawahah. Nabi bertanya kepadanya: "Apa yang engkau lakukan jika hendak mengucapkan syair?"

"Kurenungkan dulu, kemudian baru kuucapkan" jawab Abdullah, sembari mengucapkan untaian kalimat indah.

Syair itu jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia bunyinya begini:

"Wahai putera Hasyim yang baik, sungguh Allah telah melebihkanmu dari seluruh manusia, dan memberimu keutamaan, di mana orang tak usah iri. Dan sungguh aku menaruh firasat baik yang kuyakini terhadap dirimu. Suatu firasat yang berbeda dengan pandangan hidup mereka. Seandainya Anda bertanya dan meminta pertolongan mereka dan memecahkan persoalan tiadalah mereka hendak menjawab atau membela. Karena itu Allah mengukuhkan kebaikan dan ajaran yang Anda bawa. Sebagaimana la telah mengukuhkan dan memberi pertolongan kepada Musa".

Mendengar itu Rasulullah menjadi gembira. Beliau bersabda:"Dan engkau pun akan diteguhkan Allah".

Qatadah bin an-Nu’man
Sahabat Nabi Muhammad ini aslinya bernama Abdul Khatib. Beliau merupakan penduduk Madinah, sehingga disebut golongan Anshar.

Dalam Pertempuran Uhud, mata Qatadah bin an-Nu’man terluka hingga lepas dari rongganya, kemudian Nabi Muhammad dengan didahului dengan doa mengembalikan bola mata Abu Qatadah seperti sediakala.

Ia dijuluki sebagai “Ksatria Rasulullah” atau Faaris Rasulullah. Beliau wafat di kota Madinah tahun 54 H. Menurut sebuah situs, Qatadah memiliki arti “pohon kayu keras.”

Zaid bin Haritsah
Dari banyak sahabat Nabi yang mulia, Zaid bin Haritsah adalah sosok yang istimewa, sampai-sampai beberapa hukum syariat pun turun berkenaan dengan kisahnya. Beliaulah satu-satunya sahabat yang namanya diabadikan Allah di dalam Al-Qur'an (Surah Al-Ahzab Ayat 37).

Zaid dikenal rajin membaca Al-Qur'an , salat malam dan puasa. Semua orang mengenal Zaid sebagai sahabat Nabi yang ahli ibadah. Zaid bin Haritsah merupakan anak angkat (mutabanna) Rasulullah SAW sehingga beliau dikenal dengan panggilan Zaid bin Muhammad.

Qais bin Ashim
Sebelum memeluk agama Islam, Qais bin Ashim amat benci anak perempuan. Ia dikenal kelewat sadis membunuh anak-anak perempuannya. Itu sebabnya ketika suatu hari ia datang kepada Rasulullah SAW, sebagian orang-orang Anshar bertanya kepadanya tentang kebiasaannya mengubur hidup-hidup bayi perempuan.

Di hadapan Rasulullah SAW dan orang-orang al Anshar, Qais berkata:

Dahulu pernah terjadi sebuah kejadian yang buruk dan memalukan berkenaan dengan anak perempuanku. Tidaklah lahir bayi perempuan dariku kecuali aku menguburnya hidup-hidup. Aku tidak pernah sayang kepada mereka sama sekali kecuali kepada anak perempuan kecilku yang dilahirkan oleh ibunya saat aku dalam perjalanan. Ibunya menyerahkan anak perempuanku itu kepada paman-pamannya sehingga dia tinggal di tengah mereka.

Saat aku pulang, aku bertanya kepada istriku tentang anak yang dilahirkannya itu. Istriku memberitahuku bahwa dia telah melahirkan bayi laki-laki dalam keadaan mati. Padahal dia melahirkan anak perempuan dan menitipkannya kepada paman-pamannya sehingga anak perempuanku itu tinggal bersama mereka hingga besar dan dewasa. Waktu itu, aku tidak tahu kejadian yang sebenarnya.

Beberapa tahun kemudian, istriku mengajakku mengunjungi paman-pamannya. Di rumah mereka, aku melihat anak perempuan yang rambutnya panjang dan dihiasi dengan hiasan yang rapih, dan pada setiap helai rambutnya tercium aroma wangi. Dia memakai kalung dari butiran Yamani, dan pada lehernya menempel perhiasan. Aku bertanya, ‘Siapakah anak perempuan ini? Sungguh kecantikan dan penampilannya mengagumkan.’

Istriku menangis dan berkata, ‘Dia adalah anakmu. Dulu aku beritahu kamu bahwa aku melahirkan bayi laki-laki dalam keadaan mati. Padahal aku melahirkan bayi perempuan dan aku titipkan dia kepada paman-pamanku sampai dia mencapai usia seperti sekarang ini.’

Aku menahan diri dan tidak lagi memikirkannya hingga pulang ke kabilahku. Pada suatu hari, aku ajak dia keluar, lalu aku menggali lubang kecil dan aku letakkan dia di dalamnya. Dia berkata kepadaku, ‘Ayahku, apa yang anda lakukan terhadapku?’

Lalu aku lemparkan tanah ke atasnya, dia berkata, ‘Ayahku, apakah Anda akan menguburku dengan tanah? Apakah Anda membiarkanku sendirian dan meninggalkanku?’

Aku terus melemparinya dengan tanah dan menguburnya hingga hilang suaranya. Sungguh selama hidupku, aku tidak pernah menyayangi seseorang yang aku kubur kecuali dia.“

Mendengarkan cerita itu, kedua mata Nabi SAW mencucurkan air mata, lalu beliau bersabda, “Sungguh itu merupakan kekerasan hati, dan sesungguhnya orang yang tidak menyayangi tidak akan disayangi.“

(mhy)Miftah H. Yusufpati

No comments: