Mengendalikan Nafsu Binal

 

Nafsu tidak bisa disalahkan, hanya saja nafsu terkadang tidak pada tempatnya, karena itu tugas kita mengendalikan nasfsu dan syahwat

SUNGGUH mengerikan membaca beberapa berita akhir-akhir ini. Setiap hari disuguhi berita tentang pelecehan seksual, pencabulan, perzinahan, perselingkuhan, percintaan, kumpul kebo dan kalimat-kalimat lainnya yang mengarah pada pertemuan dua alat kelamin.

Alat kelamin yang tidak bergerak sendiri, atau masuk dengan sendirinya. Ia hanya bias digerakkan oleh seseorang yang masih punya nafas.

Miris, pelecehan atau pencabulan tidak hanya di lorong-lorong, atau di gang-gang, atau di kebun-kebun, tapi ia juga berada di beberapa lembaga yang disakralkan. Ngeri!

Mengapa bisa terjadi? Karena urusan nafsu tidak pernah mengenal ras, suku, agama, dan golongan.

Ia benar-benar buta, tergantung siapa yang mengendalikannya. Kalau ia mampu mengendalikannya, maka akan mampu lepas dari perangkap kelezatan sesaat itu. Itu pun kalau merasakan kelezatan.

Nafsu kok disalahkan? Tidak, nafsu itu tidak salah, hanya saja terkadang tidak pada tempatnya. Kalau tempatnya benar, maka semakin bernafsu/bersyahwat, semakin dianjurkan. Bahkan, kalau tidak bernafsu bisa mendatangkan ketidakharmonisan.

Maksudnya begini. Nafsu seksual itu akan terus membuncah pada siapa pun saja, yang masih punya rasa pada lawan jenis. Baik pada seorang laki-laki, atau pada seorang perempuan.

Bahkan hewan pun sama, walau ia mungkin bukan nafsu, tapi gharizah hewaniyah. Ia akan terus ada, dan mengalir dalam diri manusia.

Bagaimana agar nafsu dapat dikendalikan? Bagaimana ya, tidak ada yang pintar kalau sudah berurusan dengan yang satu ini, tetapi apakah mau atau tidak.

Ada kata-kata yang dulu sering saya dengar, “Idza qama dzakar, faamiya al-bashar, apabila kemaluan sudah berdiri tegak, maka buta segala mata”. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana agar ia tidak berdiri sembarangan, atau bukan pada saatnya berdiri?. Berat juga menjawabnya.

Karena itu menarik apa yang disabdakan oleh Rasulullah ﷺ,

النَّظْرَةُ سَهْمٌ مَسْمُوْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيْسَ، فَمَنْ غَضَّ بَصَرَهُ عَنْ مَحَاسِنِ امْرَأَةٍ لله أَوْرَثَ الله قَلْبَهُ حَلاَوَةً إِلىَ يَوْمِ يَلْقَاهُ

“Pandangan merupakan anak panah beracun dari anak-anak panah iblis. Maka barang siapa yang menahan pandangannya dari kecantikan seorang wanita karena Allah, niscaya Allah akan mewariskan rasa manis dalam hatinya sampai hari pertemuan dengan-Nya.” (HR: Al-Hakim dalam Al-Mustadrak).

Mengapa pandangan? Karena ia termasuk bagian dari sumber terjadinya berbagai perzinahan dan pencabulan. Seandainya seseorang tidak dapat melihat, atau ia dapat menjaga pandangannya, maka akan selamat.

Rasulullah ﷺ memberikan gambaran, bahwa pandangan seseorang laksana panah yang beracun. Mengapa panah? Karena, bila ia sudah masuk ke tubuh seseorang tidak hanya melukai dan menusuk, tetapi ujungnya akan sulit dilepas, berbeda dengan pedang, keris, dan beberapa senjata lainnya yang tidak punya cantolan.

Tidak hanya itu, panah yang punya racun, racun yang akan menjalar ke sekujur tubuh, hati, pikiran, perut, tangan, kaki, dan kemaluan. Dan dari pandangan itulah kemaluan digerakkan, dan tidak hanya kemaluan, semuanya digerakkan.

Dan yang menarik sebagaimana dalam Firman Allah:

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا۟ مِنْ أَبْصَٰرِهِمْ وَيَحْفَظُوا۟ فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا يَصْنَعُونَ(30)

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS: An-Nur [24]: 30).

Pandangan didahulukan dari kemaluan, mengapa? Karena dari pandanganlah, kemaluan itu ia digerakkan.

Bagaimana cara menjaga pandangan? Wah, ini butuh diskusi lebih panjang.

Yang jelas bukan memejamkan mata secara keseluruhan, nanti takutnya kebentur tembok, atau jatuh ketika berjalan. Intinya menjaga. Dan ini butuh perangkat lainnya, agar pandangan tidak bebas untuk melihat sesuatu yang tidak halal untuk dipandang. Seperti puasa, istighfar, dan lainnya. Berat memang, memang berat. Ya Allah, jagalah kami.*/Dr, Halimi Zuhdy, penulis berdoa pada Allah, agar setiap pandangan dijaga olehNya, dan berharap terjaga dari pandangan yang selalu tidak terkendali.

Rep: Admin Hidcom
Editor: -

No comments: