Masjid Tertua di Jerman

Sehitlick Mosque, salah satu masjid  Turki di Berlin, Jerman.
Sehitlick Mosque, salah satu masjid Turki di Berlin, Jerman.
Foto: Republika/Fernan Rahadi
Terdapat sejumlah makam yang terletak di halaman depan Masjid Sehitlik.


 Cuaca di Berlin, Ahad (16/7) pagi itu cukup cerah. Setelah selama beberapa hari musim panas di Jerman terasa sejuk, kali itu suhu udara cukup hangat. Matahari pun tak malu-malu lagi memancarkan sinarnya.


Setelah beberapa kali pindah moda transportasi dari kereta ke bus, sampailah juga rombongan peserta program studi Life of Muslims in Germany 2018 ke Sehitlik Mosque, sebuah masjid Turki yang terletak di Columbiadamm 128. Wartawan Republika, Fernan Rahadi yang menjadi bagian dari rombongan itu bisa turut menyaksikan megahnya masjid tersebut.


Masjid ini letaknya berada di seberang pemberhentian bus di Tunnelstrasse. Dari luar, beberapa peserta dibuat takjub dengan megahnya bangunan masjid tersebut. Hal itu berbeda dengan penampilan rata-rata masjid di Jerman yang berupa backyard mosque atau masjid yang hanya berbentuk ruangan kecil saja.


Saat melangkah ke halaman dalam, ditemui sejumlah makam yang terletak di halaman depan Masjid Sehitlik. "Makam ini sudah berusia lebih dari 200 tahun," ujar pengurus Masjid Sehitlik, Levent Yukcu, mengawali perbincangan.


photo


Sehitlick Mosque, salah satu masjid Turki di Berlin, Jerman.
Tepatnya, makam tersebut telah dibangun sejak 1798. Awal mula dibangunnya makam tersebut adalah saat Duta Besar Kesultanan Turki Utsmani untuk Prusia (Jerman) meninggal dunia. Penguasa Prusia saat itu, Raja Friedrich Willhelm III, pun memberikan sebidang tanah di Tempelhof sebagai kediaman akhir sang duta besar.
Kemudian, oleh masyarakat Turki di Jerman makam itu dinamakan Sehit yang dalam bahasa Turki berarti "Pemakaman Para Syuhada". Seiring bertambahnya jumlah etnis Turki yang menetap di Negeri Panser itu, pada 1983, dibangunlah masjid dengan nama Berlin Turk Sehitlik Camii, melengkapi pemakaman tersebut. Namun, masjid ini kini lebih dikenal dengan nama Masjid Sehitlik.
Masjid Sehitlik berdiri dengan kubah besar dan dua menara lancip yang menjadi ciri khas arsitektur Turki Usmani. "Masjid ini memang dibangun dengan arsitektur Ottoman (Utsmani-Red)," ujar Yukcu menegaskan.
Kompleks masjid dan pemakaman yang masih menjadi wilayah diplomatik Pemerintah Turki itu dirancang oleh seorang arsitek Turki bernama Hilmi Senalp. Masjid ini memiliki kemiripan dengan masjid di Tokyo, Jepang, dan Askabat di Turkmenistan karena arsitek kedua masjid tersebut juga Hilmi Senalp. Kemiripan ketiga masjid tersebut khususnya dalam rancangan interiornya yang bergaya khas Turki Utsmani.
Dari awal pembangunannya hingga beberapa kali renovasi, masjid ini sudah mengalami perluasan. Saat ini, masjid tersebut memiliki luas 1.360 meter persegi yang terdiri atas empat lantai, yaitu basement, lantai dasar, lantai satu, dan dua. Luas ini belum termasuk kantor pengurus masjid dan minimarket yang berdiri di halaman Masjid Sehitlik. Dengan taman dan pemakaman, luas kompleks masjid mencapai 2.805 meter persegi.
Di dalam area tersebut juga terdapat sebuah pusat kebudayaan Islam. "Bahkan rencananya akan dibangun lagi sebuah cultural center di sebuah area lahan di samping masjid itu.
Lantai paling bawah Masjid Sehitlik (basement) difungsikan sebagai aula serbaguna. Lantai dasar awalnya hanya dipakai untuk ruang shalat. Kemudian, lantai dasar ini digunakan untuk ruang rapat dan sebagai ruang shalat cadangan. Ruang shalat utama terletak di lantai pertama. Di lantai pertama ini pulalah dua menara masjid berdiri. Lantai di atasnya dibuat berbentuk balkon dan digunakan sebagai tempat shalat wanita.
Hingga saat ini, kata dia, Sehitlik menjadi masjid terbesar di Berlin sekaligus menjadi satu-satunya masjid yang bisa mengurus pemakaman untuk orang-orang Islam di Jerman. "Di pemakaman ini 90 persen makam orang-orang Turki, sementara 10 persen lainnya berasal dari negara yang berbeda-beda," tuturnya.
Di masjid tersebut tiap harinya selalu ada kegiatan seperti kunjungan-kunjungan dari berbagai institusi, kelas Alquran, aktivitas-aktivitas sosial, serta berbagai ekshibisi seni dan budaya. "Tiap harinya rata-rata sebanyak 20-30 orang berkunjung ke masjid ini. Jika hari-hari besar Islam pengunjung bisa mencapai 2.000 orang," kata Yukcu.


No comments: