Shahih Bukhari Ala Syiah Imamiyah
Hampir Semua kalangan umat Islam pasti mengenal kitab Shahih Bukhari, kitab kompilasi hadits shahih yang dihimpun oleh imam Bukhari berdasarkan jalur sanad yang sampai padanya, yang memiliki validitas peringkat kedua setelah al Quran.
Namun statemen di atas tidak berlaku bagi kalangan syiah, karena dalam teori hadits yang mereka gunakan, mereka tidak menerima hadits yang jalur perawinya tidak mengakui aqidah imamah Syiah yang secara otomatis mereka menolak validitas yang ada pada Kutub Sittah.
Terkait sumber rujukan hadits shahih, Syiah memiliki kitab tersendiri berjudul Al Kafi karya Muhammad bin Ya’kub bin Ishaq al Kulaini (w. 329 H). Kitab yang memuat tak kurang dari 17000 hadits ini benar-benar menjadi sumber utama bagi Syiah dalam penetapan hukum maupun aqidah mereka.
Sebagaimana telah diketahui, Syiah menempatkan derajat para Imam mereka pada derajat nabi, sehingga implikasi dari hal tersebut hadits merupakan segala yang disandarkan pada para imam baik berupa ucapan, perbuatan, maupun ketetapan (Ali Ahmad al Salus: Ma’a al Itsna ‘Asyariyah fi al Ushul Wa al Furu’)
Kitab Al Kafi terbagi menjadi tiga bagian, yakni Ushul al Kafi, Furu’ al Kafi dan juga Rawdhat al Kafi. Bagian pertama berisi seputar aqidah yang diantaranya tentang ketauhidan dan imamah syiah. Bagian kedua berisi tentang fiqh Syiah, dan yang terakhir berisi khutbah-khutbah ahli bait, risalah-risalah para imam, dan adab para shalihin yang patut dijadikan panutan.
Pada dasarnya, faktor utama yang mendorong al Kulaini untuk menyusun kitab berisi hadits sahih ala Syiah adalah karena permintaan dari golongan Syiah yang menginginkan adanya kitab utama yang bisa dijadikan sumber rujukan di semua bidang agama berdasar riwayat yang sahih. Hal tersebut tersirat dalam muqaddimahnya “Sesungguhnya anda ingin mempunyai sebuah kitab yang lengkap yang terhimpun di dalamnya semua bidang ilmu agama. Kitab yang memadai bagi seorang pencari ilmu, yang menjadi rujukan bagi para pencari petunjuk, serta bagi orang yang cinta ilmu agama dan mau mengamalkannya. Sebuah kitab yang dari kitab tersebut dapat diambil riwayat-riwayat yang sahih dari orang-orang yang benar AS (imam-imam Ahlu Bait)” (Al Kulaini: Ushul Al Kafi).
Secara historis, kemunculan kitab Al Kafi merupakan langkah yang signifikan bagi perkembangan Syiah di masa selanjutnya, karena sepeninggal imam Hasan Al ‘Askari (w. 260 H) yang menjadi imam ke 11, Syiah merasa perlu adanya karya yang bisa dijadikan sumber utama bagi semua bidang keagamaan pasca wafatnya Imam mereka. Karena jika tidak ada karya tulis, muncul kekhawatiran pengikut Syiah akan habis sebagaimana sekte-sekte lain yang tidak memiliki karya.
Langkah ini dianggap sebagai ide brilian bagi Syiah, karena mengilhami munculnya kitab-kitab lain yang menjadi sumber rujukan Syiah setelahnya, seperti Man La Yahdhuruh al Faqih karya Ibn Babawayh al Qummi (w. 381H), dan Tahzhib al Ahkam oleh Abu Ja’far al Thusi (460H).
Dari sisi ke-shahih-an, jika dibandingkan dengan Shahih Bukhari, maka kitab Al Kafi akan kehilangan kekuatan validitasnya, karena Shahih Bukhari dihimpun oleh Imam Bukhari berdasarkan sanad yang sampai padanya dengan syarat validitas yang sangat ketat tanpa memandang salah satu dari thabaqat-nya penganut Syiah atau bukan, sehingga kualitas sahih-nya sungguh teruji. Sedangkan Al Kafi terkesan hanya kumpulan hadits shahih (ala Syiah) baik melalui jalur sanad yang sampai pada Al Kulaini maupun tidak, atau bisa juga dikatakan sebagai kumpulan sabda para imam Syiah. Terkait hal ini, oleh beberapa ulama Syiah modern al Kulaini dianggap tak lebih dari seorang pengumpul hadits dan bukan perawi hadits.
Namun ditinjau dari penggunaannya, kitab Al Kafi tidak kalah jika dibandingkan Shahih Bukhari maupun kitab hadits yang lain, karena menjadi sumber rujukan utama bagi Syiah.
Ayatollah Sayyid Husain Bahr al Ulum menyatakan: Sesungguhnya ijtihad para ulama Syi’ah bergantung kepada empat kitab, yakni: al-Kafi karya al-Kulaini, Man la Yahdhuru al Faqih karya al Shaduq, al Tahdzib dan al Istibshar karya al Thusi. Kesemuanya adalah kitab ushul yang diterima sebagaimana Shihah Sittah (kitab-kitab sahih yang enam) bagi golongan Sunni (Sayyid Husain Bahr al Ulum: Talkhis al Shafi)
Tidak ada larangan jika ingin membaca kitab ini, bahkan dianjurkan jika ingin mencontoh amal-amal para ahlu bait, karena meski mereka menjadi para Imam Syiah, mereka tetap orang shalih yang bisa dijadikan panutan.
Wallahu A’lam
Umar Said
Namun statemen di atas tidak berlaku bagi kalangan syiah, karena dalam teori hadits yang mereka gunakan, mereka tidak menerima hadits yang jalur perawinya tidak mengakui aqidah imamah Syiah yang secara otomatis mereka menolak validitas yang ada pada Kutub Sittah.
Terkait sumber rujukan hadits shahih, Syiah memiliki kitab tersendiri berjudul Al Kafi karya Muhammad bin Ya’kub bin Ishaq al Kulaini (w. 329 H). Kitab yang memuat tak kurang dari 17000 hadits ini benar-benar menjadi sumber utama bagi Syiah dalam penetapan hukum maupun aqidah mereka.
Sebagaimana telah diketahui, Syiah menempatkan derajat para Imam mereka pada derajat nabi, sehingga implikasi dari hal tersebut hadits merupakan segala yang disandarkan pada para imam baik berupa ucapan, perbuatan, maupun ketetapan (Ali Ahmad al Salus: Ma’a al Itsna ‘Asyariyah fi al Ushul Wa al Furu’)
Kitab Al Kafi terbagi menjadi tiga bagian, yakni Ushul al Kafi, Furu’ al Kafi dan juga Rawdhat al Kafi. Bagian pertama berisi seputar aqidah yang diantaranya tentang ketauhidan dan imamah syiah. Bagian kedua berisi tentang fiqh Syiah, dan yang terakhir berisi khutbah-khutbah ahli bait, risalah-risalah para imam, dan adab para shalihin yang patut dijadikan panutan.
Pada dasarnya, faktor utama yang mendorong al Kulaini untuk menyusun kitab berisi hadits sahih ala Syiah adalah karena permintaan dari golongan Syiah yang menginginkan adanya kitab utama yang bisa dijadikan sumber rujukan di semua bidang agama berdasar riwayat yang sahih. Hal tersebut tersirat dalam muqaddimahnya “Sesungguhnya anda ingin mempunyai sebuah kitab yang lengkap yang terhimpun di dalamnya semua bidang ilmu agama. Kitab yang memadai bagi seorang pencari ilmu, yang menjadi rujukan bagi para pencari petunjuk, serta bagi orang yang cinta ilmu agama dan mau mengamalkannya. Sebuah kitab yang dari kitab tersebut dapat diambil riwayat-riwayat yang sahih dari orang-orang yang benar AS (imam-imam Ahlu Bait)” (Al Kulaini: Ushul Al Kafi).
Secara historis, kemunculan kitab Al Kafi merupakan langkah yang signifikan bagi perkembangan Syiah di masa selanjutnya, karena sepeninggal imam Hasan Al ‘Askari (w. 260 H) yang menjadi imam ke 11, Syiah merasa perlu adanya karya yang bisa dijadikan sumber utama bagi semua bidang keagamaan pasca wafatnya Imam mereka. Karena jika tidak ada karya tulis, muncul kekhawatiran pengikut Syiah akan habis sebagaimana sekte-sekte lain yang tidak memiliki karya.
Langkah ini dianggap sebagai ide brilian bagi Syiah, karena mengilhami munculnya kitab-kitab lain yang menjadi sumber rujukan Syiah setelahnya, seperti Man La Yahdhuruh al Faqih karya Ibn Babawayh al Qummi (w. 381H), dan Tahzhib al Ahkam oleh Abu Ja’far al Thusi (460H).
Dari sisi ke-shahih-an, jika dibandingkan dengan Shahih Bukhari, maka kitab Al Kafi akan kehilangan kekuatan validitasnya, karena Shahih Bukhari dihimpun oleh Imam Bukhari berdasarkan sanad yang sampai padanya dengan syarat validitas yang sangat ketat tanpa memandang salah satu dari thabaqat-nya penganut Syiah atau bukan, sehingga kualitas sahih-nya sungguh teruji. Sedangkan Al Kafi terkesan hanya kumpulan hadits shahih (ala Syiah) baik melalui jalur sanad yang sampai pada Al Kulaini maupun tidak, atau bisa juga dikatakan sebagai kumpulan sabda para imam Syiah. Terkait hal ini, oleh beberapa ulama Syiah modern al Kulaini dianggap tak lebih dari seorang pengumpul hadits dan bukan perawi hadits.
Namun ditinjau dari penggunaannya, kitab Al Kafi tidak kalah jika dibandingkan Shahih Bukhari maupun kitab hadits yang lain, karena menjadi sumber rujukan utama bagi Syiah.
Ayatollah Sayyid Husain Bahr al Ulum menyatakan: Sesungguhnya ijtihad para ulama Syi’ah bergantung kepada empat kitab, yakni: al-Kafi karya al-Kulaini, Man la Yahdhuru al Faqih karya al Shaduq, al Tahdzib dan al Istibshar karya al Thusi. Kesemuanya adalah kitab ushul yang diterima sebagaimana Shihah Sittah (kitab-kitab sahih yang enam) bagi golongan Sunni (Sayyid Husain Bahr al Ulum: Talkhis al Shafi)
Tidak ada larangan jika ingin membaca kitab ini, bahkan dianjurkan jika ingin mencontoh amal-amal para ahlu bait, karena meski mereka menjadi para Imam Syiah, mereka tetap orang shalih yang bisa dijadikan panutan.
Wallahu A’lam
Umar Said
No comments:
Post a Comment