IH Doko, Pahlawan Nasional Indonesia Asal-NTT


izak huru
Pahlawan Nasional Indonesia IH Doko dari Timor-NTT

Saya menggunakan 2 sumber untuk menuliskan sosok pahlawan nasional IH Doko yakni (1). Website dan sedikit profil di  Dalam Web  terbaca banyak informasi tentang pahlawan nasional ini, teristimewa dari sumbernya Rektor Undana ketika itu, Prof Maria Agustina Noach, PhD, MEd, yakni salah satu saksi sejarah ketika Cak Doko menjadi Menteri Muda Penerangan NIT dan juga catatan dari seorang pakar sejarah Universitas Nusa Cendana Kupang, Prof Dr Munanjar Widiatmika. Mudah-mudahan Artikel ini bisa memperkaya pemahaman kita tentang sosok pahlawan nasional Indonesia IH Doko dari NTT.
*******
Izaak Huru (IH) Doko lahir di Sabu, Kupang-NTT pada tanggal 20 November 1913 dan wafat di Kupang pada 29 Juli 1985. Ia adalah putera ke-8 dari 9 bersaudara pasangan Kitu Huru Doko (Alm.) dan Loni Doko (Alm.). Ia mengenyam Pendidikan Sekolah Desa (Vervolkschool) antara tahun 1925-1928 di Sabu-NTT. Tamat Sekolah Desa, dia melanjutkan ke MULO B di Ambon 1928-1934 dan kemudian melanjutkan ke HIK Bandung (1934-1937).
Semasa bersekolah di HIK Bandung, Cak Doko (panggilan untuk IH Doko) bersama Herman Johanes, seorang putera NTT lainnya yang sedang bersekolah di Tecknische Hoge School (THS) dan beberapa teman lainnya di HIK yakni Ch F Ndaumanu, SK Tibuludji dan JAH Toelle, mendirikan Organisasi Pemuda Timoresche Jongeren yang bertujuan untuk mempersatukan para pelajar dari Keresidenan Timor yang pada waktu itu bersekolah di berbagai kota besar di Indonesia.
Sebagai penghubung dan pemersatu, Organisasi Pemuda ini mendirikan majalah De Timoresche Jongeren. Tahun 1937, mereka membentuk Organisasi Kepemudaan dengan nama Perserikatan Kebangsaan Timor (PKT). Sebagai ketua dipilih Cak Doko dan Ch F Ndaumanu sebagai Sekertaris. Lewat perjuangan PKT, HR Koroh, raja Amarasi dicalonkan sebagai anggota Volkstraad. PKT mementaskan Sandiwara Koko Sonbay yang mengisahkan perjuangan rakyat Timor menentang penjajahan Belanda. Setelah menamatkan pendidikan HIK di Bandung, beliau diangkat menjadi guru WLO pada Openbare Schakelschool di Kupang sejak 1 Maret 1937 sampai dengan 1 Maret 1942.
Pada 20 Pebruari 1942, Jenderal Hayakawa memasuki kota Kupang, Cak Doko segera ditodong oleh senjata Jepang berbayonet dan diperiksa namun kemudian dibebaskan. Atas permintaan Jemaat Protestan Tabun bersama Pdt Haba, Cak Doko menghadap panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Jepang di Kupang untuk melaporkan keadaan yang sangat menggangu ketenangan bathin umat beragama atas perintah pengumpulan para wanita muda. Berkat diplomasi Cak Doko, akhirnya diperoleh jaminan bahwa pengumpulan wanita muda hanya untuk kaum wts saja.
Ia diangkat sebagai kepala Sainedan dan kepala Penerangan dan dikenal karena sangat membela perempuan termasuk berjuang agar para isteri dari para pegawai lolos dari kerja paksa oleh Jepang. Sebuah kenangan manis ialah ia pernah bersama HR Koroh menerima bendera merah putih dari pembesar AL Jepang dan untuk pertama kalinya bendera merah putih dikibarkan di samping bendera hinomaru-Jepang dalam perayaan memperingati HUT kaisar Jepang (Tenscho Setsu) pada 9 April 1945 di Kupang.
Ketika Jepang menyerah kepada sekutu, Kenkairikan (Kepala Pemerintahan Jepang) di Kupang menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Dr A Gaebler sebagai Wali Kota Kupang dibantu oleh Tom Pello dan IH Doko. Kekuasaan pemerintahan itu diemban sampai dengan kedatangan pasukan sekutu di Kupang pada 11 September 1945.
Pada zaman Jepang Cak Doko juga diangkat sebagai Bunkyo Kakari yang membawahi bidang Pengajaran dan Penerangan pada Kantor Minseibu Timor di Kupang. Sejak 1 Maret 1942 sampai dengan 1 September 1945 bersama HR Koroh dia ditunjuk sebagai anggota Sukhai Iin, semacam DPR di Singaraja-Bali.
Ia dituduh antek Jepang ketika tentara sekutu mendarat di Kupang. Pasukan NICA mendarat di Kupang pada 1 September 1945. Cak Doko diberhentikan dari tugasnya dan sempat ditahan atas tuduhan sebagai antek Jepang, namun ia kemudian diperbantukan sebagai kepala kantor Displaces Persons pada kantor HPB Kupang. Pada 1 Agustus 1947 sebagai Wakil Direktur Politik Redaktur pada Kabinet Presiden Negara Indonesia Timur (NIT). Pada 15 Januari 1948 sampai dengan 12 Januari 1949 sebagai Menteri Muda Penerangan NIT. Pada 1 Januari 1949 sampai dengan 14 Maret 1950 menjadi Menteri Penerangan NIT.
Pada 14 Maret sampai dengan 10 Mei 1950 menjadi Menteri Pengajaran NIT. Pada 10 Mei sampai dengan 1 Juli 1950 menjabat sebagai Wakil Direktur Politik Redaktur pada Kementerian Pengajaran NIT dengan tugas sebagai Wakil Sekjen dan Reprendaris pada kantor Inspeksi Pengajaran Provinsi Sunda Kecil di Singaraja (1 Juli sampai dengan 25 Oktober 1950).
Pada 25 Oktober 1950 sampai dengan 1 Januari 1951, beliau menjabat sebagai Inspektur Sekolah Rakyat Daerah Propinsi Sunda Kecil. Pada 1 Januari 1951 sampai dengan 1 September 1957 sebagai Koordinator Inspektur Pengajaran Daerah Sunda Kecil. Ketika Propinsi NTT terbentuk pada tahun 1958, ia memilih untuk pulang kampung di Kupang dan berjuang untuk menggiatkan Pendidikan di NTT yang pada saat itu ketinggalan dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Ia menolak untuk dicalonkan menjadi Gubernur NTT dan anggota Konstituante. Namun ia menerima jabatan sebagai kepala PP dan K NTT hingga pensiun tahun 1971.
Jasa-jasanya ialah:
1. Mendirikan kantor PP dan K NTT di Kupang
2. Menggagas Universitas Udayana di Denpasar-Bali (1959) dan Undana Kupang (1962)
3. Membentuk Yupenkris GMIT yang mendorong berdirinya SD-SD GMIT di seluruh pelosok NTT
4. Mendirikan UKW (Universitas Kristen Artha Wacana) Kupang tahun 1985
Keluarga:
Ia menikah dengan Dorkas Doko-Toepoe pada 7 November 1938 dan memiliki 4 putera yakni Drs Benny Doko, Paul JA Doko, SH, Victor WF Doko dan Isayati M. Doko. Ia meninggal dunia di Kupang pada 29 Juli 1985. Untuk mengenang jasa dan perjuangannya telah didirikan sebuah tugu dan patung dirinya (IH Doko) di sudut timur lapangan upacara alun-alun IH Doko di kantor Dinas PP dan K NTT. Ia meninggal dunia dalam usia 71 tahun dan dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia di istana negara oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono pada hari Kamis, 9 November 2006.
Putera kedua IH Doko yakni Paul JA Doko, SH telah mewakili ayahnya menerima gelar pahlawan nasional Indonesia. Paul mengatakan bahwa pengangkatan ayahnya sebagai pahlawan nasional Indonesia merupakan kebanggaan rakyat NTT. “Salah satu warga negara Indonesia asal NTT dan dari Indonesia Timur telah diakui perjuangannya melawan penjajah dan mempertahankan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia”. SK Presiden RI untuk pengangkatan IH Doko menjadi pahlawan nasional Indonesia ialah: SK Press 085/TK/TH 2006, bertanggal 3 November 2006. 

Blasius Mengkaka

No comments: