Tan Malaka: Apakah Pahlawan Tinggal Hanya Pahlawan?

“(Tan Malaka )Tak ubahnya daripada Jefferson Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina pecah….” Papar Prof. Muhammad Yamin dalam salah satu tulisannya yang berjudul Tan Malaka Bapak Republik Indonesia. Ini memang tak berlebihan, ungkapan tersebut tentu mempunyai bukti-bukti yang nyata atas apa yang di perjuangkan Tan Malaka terhadap tumpah darahnya Indonesia. Salah satunya, Pada tahun 1924 Tan Malaka telah menelurkan suatu karya yang cukup menggetarkan penjajah Hindia Belanda saat itu yakni buku yang berjudul Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada saat ia berada di Khanton Cina.  Tapi Tan Malaka saat ini tak ubah hanyalah seorang manusia yang telah lalu entah dimana kuburnya , dicampakan, dilupakan, bahkan di cap sedemikian rupa pada saaat orde paling lama bahkan sampai panji-panji reformasi di kibarkan sekarang. Sangat tak sebanding dengan apa yang di perjuangkan olehnya dari Bukittinggi, Semarang, Batavia, Yogya, Bandung, Surabaya Sampai Amsterdam, Moskow, Sanghai, Kanton, Bangkok, Saigon dan tempat antah berantah lainnya. Dengan tujuan hanya satu, yakni untuk kemerdekaaan Indonesia.

Lahir di Nagari Pandam Gadang, Suliki Sumatra Barat 2 Juni 1897 adalah tokoh penentang kolonialisme, tokoh misterius tapi sang pejuang militan, serta filsuf yang pemikiran-pemikirannya melampaui jamanya pada saat itu. Bisa dikatakan Tan Malaka adalah seorang tokoh revolusioner legendaris bersama dengan Sukarno, Hatta dan Syahrir. Tan malaka mulai masuk dalam gelanggang politik tahun 1921 yakni dengan masuk ke dalam anggota SI (Sarikat Islam), ia kemudian juga ikut mencerdaskan kehidupan bangsa seperti apa yang tertulis di UUD 1945 yakni membentuk sekolah-sekolah di Semarang untuk melahirkan kader-kader baru perjuangan serta memperbaiki nasib kaum miskin. Perjuangannya tak kenal henti sampai ia di buang pemerintah kolonial ke Belanda tetap tak membuat sejengkalpun berhenti, ia pertaruhkan hidupnya menyusuri kota-demi kota di Eropa dan Asia sampai ia tertembak mati oleh tentara republik pada tahun 1949 di Kediri. Sumbanganya terhadap kemerdekaaan juga sama halnya yang dilakukan jose rizal (filipina) dan sekaliber Ho Chi Mihn (Vietnam).

Tan malaka adalah eksekutor atas apa yang dia pikirkan melalui berbagai karya-karyanya. Sperti ide cermerlang itu terlahir di penjara  saat pendudukan jepang yakni buku madilog. Melalui karyanya itu Tan Malaka bahkan ada yang menyebut sebagai seorang filsuf  Indonesia. Madilog adalah karya masterpiece dari Tan Malaka, dibuku tersebut Tan Malaka merasa galau dengan cara berfikir bangsa Indonesia pada waktu itu yang lebih terarah pada kekuatan logika mistik, yakni logika gaib dimana orang percaya bahwa yang terjadi di dunia adalah kekuatan-kekuatan keramat alam gaib sehingga mereka berharap kekuatan-kekuatan gaib tersebutlah yang akan membantu ia terlepas dari belenggu keterbelakangan dan kepicikan berfikir orang Indonesia saat itu, menyebabkan pudarnya kebenarian semangat nasionalisme dalam mengusir penjajah. Berangkat dari sebuah fenomena tersebut, Tan Malaka berusaha menjadi aktor perubahan dengan mengawinkan materialisme,dialektik dan logika (madilog). Yang merupakan cara berfikir sebagai pentuk pencerahan atas cara berfikir mistik timur untuk mengubah masyarakat Indonesia agar berfikir lebih rasional.

Tanggal 23 maret 1963 Tan Malaka di angkat presiden Sukarno sebagai pahlawan kemerdekaan nasional karena di nilai berjasa dalam prjuangan kemerdekaan Indonesia . Tapi meskipun gelar pahlawan tatap melekat di dada Tan Malaka, namun nama dan sepak terjangnya di masa pergerakan sampai Indonesia berdiri dihilangkan dalam sejarah yang diajarkan disekolah-sekolah. Bahkan Tan  Malaka dituding sebagai seorang pemberontak berulang kali , padahal Tan Malaka sangat tidak setuju dengan pemberontakan PKI 1926/1927. Ia sama sekali tak terlibat pada peristiwa Madiun 1948. Bahkan partai yang didirikannya 7 November 1948 ,  Murba, dalam berbagai peristiwa bersebrangan dengan PKI. Seperti apa yang di ungkapkan Asvi warman Adam, adalah kebodohan rezim Orde Baru yang menganggap Tan Malaka demikian.

Terlepas dengan kemisteriusan tokoh Tan Malaka, Sejarah telah membuktikan kita dengan memberi kehormatan kepada Bapak Republik Indonesia dan pahlawan kemerdekaan Nasional kepadanya. Tetapi gelar sebagai pahlawan nasional hanya sepintas gelar tinggal diatas kertas saja dan di simpan di tempat laci. Namanya di sembunyikan oleh kebanyakan rakyat Indonesia dan tidak mau mengambil gagasan Tan Malaka sebagaimana ia memperjuangkan Rakyat miskin, dan tidak mau kompromi dengan penghisapan dan penjajahan kaum kapitalis, dan namanya Tan Malaka banyak yang disembunyikan kepada anak didik dan generasi muda, sudah saatnya kita jujur menerima dan mengakuinya atas diri kita sebagai bangsa. Serta kita berharap bahwa kedepannya akan ada Tan Malaka baru yang dilahirkan dari rahim bangsa Indonesia sendiri guna meneruskan perjuangan bangsa. (Exsan)

No comments: