Sutan Sjahrir, Negarawan Diplomat

1369305119524333762 

Republik Indonesia, pasca Agustus tahun 1945.
Masih bayi, Republik memerlukan dukungan dunia internasional untuk mempertahankan kemerdekaannya. Di dalam negeri, kekuasaan riil bukan berada di tangan kekuasaan pemerintahan yang sah, namun berada di tangan laskar-laskar pejuang yang jumlahnya ratusan. Situasi chaos.
Posisi Republik sendiri mengalami kesulitan diplomasi, oleh karena tuduhan terhadap pemimpin puncak Republik sebagai kolaborator Jepang, tuduhan yang sewaktu-waktu dapat berubah menjadi ‘penjahat perang’.
Posisi lain yang mengkhawatirkan adalah citra Republik yang dianggap sebagai pemerintahan komunis. Perdana Menteri Belanda waktu itu, menuduh dengan keras, bahwa pemerintah Republik waktu itu adalah pemerintahan komunis, yang harus disapu habis.
Adalah Sutan Sjahrir, atas mandat dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), menjadi Perdana Menteri, mulai bekerja untuk menguraikan kesulitan-kesulitan diplomasi yang dihadapi oleh Republik.
Prestasi Sutan Sjahrir adalah ‘memenangkan’ Perjanjian Linggarjati. Perjanjian yang secara de jure membuat Republik Indonesia diakui sebagai pemerintah yang sah dan berdaulat.
Prestasi Sutan Sjahrir yang lain adalah menembus blokade Belanda dengan menawarkan bantuan misi kemanusiaan ke India yang sedang mengalami kesulitan pangan. Selain menuai dukungan dari Inggris, tindakan diplomasi Sutan Sjahrir mampu memenuhi kebutuhan logistik dalam negeri. Terjadilah simbiosis mutualisme, yang menguntungkan posisi Republik di tengah-tengah pergaulan Internasional.
Prinsip politik luar negeri Republik Indonesia, bebas aktif, adalah ide dari Sjahrir. Inilah yang mendasari ide Gerakan Non-Blok, dan digunakan sebagai fatsoen politik luar negeri Republik Indonesia sampai sekarang.
Sesungguhnya, Sutan Sjahrir adalah pejuang besar Republik Indonesia. Terlepas dari usaha-usaha sistematis untuk ‘menghilangkan’ Sutan Sjahrir dari sejarah Republik, tidak akan mengecilkan arti perjuangannya sama sekali. Suatu saat nanti, ketika bangsa Indonesia telah dewasa dan mampu menulis sejarahnya secara obyektif, para pejuang akan ditulis sesuai dengan perannya masing-masing, tidak lebih dan tidak kurang. Agar generasi Republik terbebas dari penyakit yang bernama ’amnesia sejarah’. (23/05/2013)

Mas Mahe

No comments: