Mengenang Aksi Heroik Douwes Dekker di Polanharjo

Peristiwa mogoknya para pekerja tanam paksa di perkebunan tembakau Polanharjo sempat menghentak pemerintah kolonial Belanda. Setelah agak mereda dimana para pekerja perkebunan mulai dapat dibujuk kembali untuk datang bekerja, tiba-tiba Douwes Dekker bersama tiga orang rekannya dengan mengendarai mobil berbendera Insulinde tiba di lokasi perkebunan dan mengajak pekerja perkebunan tembakau Polanharjo melanjutkan mogok. Pengelola perkebunan pun didamprat habis-habisan oleh Douwes Dekker.
Hal tersebut diberitakan koran Bataviaasch Nieuwsblad pada 9 Juli 1919:
Aneta mendapat kabar seputar kasus Douwes Dekker yang kini sedang ditangani kepolisian sebagai berikut.
Pertengahan bulan Juni 1919, sebagian besar petani perkebunan tembakau Polanharjo di keresidenan Soerakarta menolak bekerja alias mogok melakukan wettelijk verplichte diensten.
Menjelang akhir bulan, kondisinya mulai mereda, dimana beberapa pekerja mulai datang. Dari total keseluruhan pekerja yang berjumlah 600 orang, 217 orang mulai kembali ke perkebunan pada 2 Juli. Keesokan paginya, yakni 3 Juli 1919, secara tiba-tiba, datanglah Douwes Dekker ditemani Van de Kasteele, dan dua orang wanita, Vogel dan Moedio, yang merupakan pengurus Insulinde cabang Surakarta dengan menggunakan sebuah mobil yang berbendera Insulinde, lalu mengadakan rapat kecil di desa Polan dan Bintaren, keduanya terletak pada bagian utara perkebunan. Rapat itu mengakibatkan pada siang harinya hanya sedikit orang yang datang bekerja. Bahkan keesokan harinya tidak ada yang bekerja sama sekali.
Menurut keterangan beheerder (pengelola) perkebunan, setelah Douwes Dekker dan ketiga rekannya mengajak para pekerja untuk mogok, Douwes Dekker pergi menghampirinya dan dengan nada keras mengancam sang pengurus perkebunan untuk menghiraukan aturan-aturan atau ondernemingskwesties, dan menyerahkan pengaturan-pengaturan itu untuk dijalankan atau ditentukan langsung oleh pengurus besar Insulinde.
Insulinde kemudian menjamin untuk menghentikan mogok kerja dan seterusnya tidak akan ada pemogokan lagi. Tetapi bila tuntutan tadi tidak dipatuhi, maka pemogokan akan diteruskan.
Residen Solo kemudian meminta kepolisian di Semarang untuk memperhatikan gerak-gerik Douwes Dekker dan Van de Kasteele dan memberitahu kepadanya bila mereka masuk ke wilayahnya.
Penyelidikan lebih lanjut masih dilakukan. Pengurus kini telah berbicara dengan para pekerja, dan hasilnya kini sudah banyak orang datang bekerja.—-
Bataviaasch Nieuwsblad

No comments: