Injil Barnabas Ditulis St. Barnabas?
Sebuah berita
menghebohkan menyeruak di tengah-tengah kehebohan yang lain. Berita
ditemukannya Injil Barnabas di Turki pada kisaran tahun 2000an dan
berita penemuan diluncurkan pada tahun 2012 seolah menghapus aneka
kehebohan di dunia maya. Berkaitan masalah sentimen agama memang terasa
luar biasa gaungnya. Apalagi jika masalah sentimen agama itu dibumbui
aneka penyedap. Semakin terasalah aromanya.
Salah satu aroma
penyedap yang sering kali menjadi jurus andalan adalah “yang dianggap
sesuai dipakai, tetapi yang tidak sesuai sama sekali tidak disentuh”.
Jurus ini sering muncul ketika orang membicarakan agama. Artinya,
pikiran dipersempit sedemikian rupa sehingga tidak mampu menampung
keluasan informasi. Padahal, sebuah informasi tidak mungkin
sepotong-potong. Ketika dinformasi hanya dipotong pada titik yang
diangggap sesuai, maka terjadilah pemelintiran.
Pun pula dalam
menanggapi informasi mengenai Injil Barnabas yang akhir-akhir demikian
marak dibicarakan kembali. Persoalannya, apakah kita mampu menangkap
keluasan informasi yang ada atau kita telah mempersempit pikiran kita
sendiri? Ada banyak informasi
yang bisa kita jadikan bahan telaah berkaitan dengan Injil Barnabas.
Aneka tulisan itu dibuat dengan berbagai sudut pandang. Tergantung kita
mau pilih yang mana.
Injil Barnabas memang
demikian booming. Salah satu penyebabnya adalah adanya tulisan dalam
injil Barnabas yang menyinggung Nabi Muhammad. Ramalan mengenai tokoh
yang akan muncul sesudah Yesus inilah yang sering menjadi bahan
perdebatan, mulai dari yang paling serius hingga debat kusir yang tak
akan ada ujung dan pangkalnya. Dengan dasar menggali informasi
sedalam-dalamnya, kita bisa mendapati bahwa tulisan nubuatan Barnabas
pada point ini justru menjadi sebuah blunder. Mengapa saya mengatakan
blunder? Berdasarkan informasi yang saya dapatkan, kata Mesias selalu
menunjuk pada Yesus (atau jika setuju, sama dengan Isa). Sementara itu,
Injil Barnabas menyebutkan bahwa Yesus bukanlah Mesias. Injil Barnabas
mengatakan “Muhammad adalah Mesias, dan Isa selalu menyangkal bahwa Ia bukan Mesias” (bab 3; 42; 82).
Nah, pada titik ini
ada sebuah perbedaan yang patut dipertanyakan. Siapakah sebenarnya
Mesias itu? Rupanya penulis injil Barnabas kurang teliti atau bahkan
tidak mengerti bahwa kata Kristus dan Mesias berasal dari kata yang
sama, yaitu Christos. Jika diakui bahwa Yesus adalah Kristus, bagaimana
Ia bisa mengatakan, “Aku bukan Mesias”?
Diduga, ada kesalahan
informasi yang didapatkan oleh penulis Injil Barnabas. Kesalahan
informasi itu sedikit menunjukkan bahwa penulis injil Barnabas kurang
mengerti kehidupan awal kekristenan.
Dalam keyakinan Katolik, Sang Penolong yang dijanjikan disebut Roh Kudus. Kata Roh Kudus diterjemahkan dari bahasa Yunani: paráklētos. Kata ini sangat dekat dengan kata periklutos, artinya yang terhormat. Dalam bahasa Arab, kata periklutos dapat diterjemahkan menjadi ahmad. Persoalan muncul ketika kata ahmad diterjemahkan bukan sebagaimana dimaksudkan, tetapi diterjemahkan menjadi sebuah nama.
Bukan hanya kesalahan
konsep, tetapi ada juga kesalahan pemahaman dalam injil Barnabas. Injil
Barnabas menyinggung soal tahun yubelium pada bab 82. Menurut Injil
Barnabas, tahun yubelium dirayakan setiap 100 tahun sekali. Adalah benar
bahwa yubelium dirayakan setiap 100 tahun sekali. Perayaan tahun
yubelium setiap 100 tahun sekali ini dimulai pada masa Paus Boniface
VIII pada tahun 1300. Sebelumnya, tahun yubelium dirayakan setiap 50
tahun sekali seperti tertulis dalam kitab Imamat 25. Jika penulis injil
Barnabas benar hidup pada awal kekristenan, bagaimana mungkin ia
mengambil kejadian pada tahun 1300an?
Mungkinkah penulis
Injil Barnabas adalah Barnabas, teman seperjalanan Paulus? Kiranya
dengan mengamati dan mencari informasi sebanyak-banyaknya, kita bisa
yakin bahwa Injil Barnabas tidak ditulis oleh Barnabas, teman
seperjalanan Paulus. Ada data penguat lainnya, selain yang sudah saya
tuliskan di atas. Injil Barnabas banyak menggunakan kutipan dari
Perjanjian Lama. Uniknya, kutipan-kutipan yang diambil penulis lebih
dekat ke Vulgata. Sedikit mengherankan. Jika penulis hidup pada
masa-masa awal kekristenan, mestinya ia mengutip Septuaginta atau teks
Masoretik Ibrani. Vulgata sendiri merupakan terjemahan dalam bahasa
latin yang diterjemahkan oleh St Jerome. Karya besar itu baru dimulai
tahun 382. Jika penulis adalah Barnabas teman seperjalanan Paulus,
mengapa ia bisa mengutip sesuatu yang belum ada?
Masih ada banyak
informasi yang bisa digali untuk mendapatkan pengertian secara utuh dan
komprehensif. Hanya dengan pikiran yang tenang maka kita bisa memahami
informasi itu dengan lebih baik. Dengan keluasan pikir, kita akan
terhindar dari memilih dan memilah sejauh kita suka atau masuk dalam
keyakinan kita sendiri. Dengan keluasan pikir, kita mampu menempatkan
segala sesuatu secara proporsional. Semoga sedikit informasi ini bisa
memberikan sedikit pencerahan.
Salam
yswitopr
No comments:
Post a Comment