Lingga Yoni Altar Naga Situs Gedong Putri

13498726589336168071349872773841903185
1. LINGGA YONI.
Pengertian Lingga adalah menyerupai alat kelamin laki-laki karena bentuknya seperti Phallus
lambang kesuburan pada masa Tradisi Megalithik, dan dalam perkembangan Hindu merupakan
simbol dari Dewa Siwa. Lingga berfungsi sebagi penyalur air pembasuh arca. Dalam
manifestasinya Lingga terdapat 2 bentuk, yaitu :
1.Lingga Cala adalah Lingga yang merupakan simbol Dewa Siwa, sifatnya dapat dipindahkan karena bentuknya yang tidak permanen. Contohnya Arca Lingga.
2.Lingga Acala adalah Lingga yang diperkirakan sebagai tempat hunian bagi Dewa Siwa,sifatnya permanen sehingga tidak dapat dipindahkan. Contoh Gunung adalah tempat pemujaan bagi Sang Hyang Acalapati yang merupakan Dewa gunung. Dan Gunung pada masa prasejarah diyakini tempat suci, karena kepercayaan akan semakin tinggi semakin suci.
Pengertian Yoni adalah menyerupai vagina alat kelamin dari wanita, yang merupakan lambang kesuburan pada masa prasejarah. Pada masa perkembangan Hindu Yoni merupakan simbol dari Dewi Parvati istri dari Dewa Siwa. Yoni adalah tumpuan bagi lingga atau arca.
Bersatunya Lingga dan Yoni adalah pertemuan antara laki-laki (Purusa) dan wanita (Pradhana) yang merupakan lambang kesuburan, sehingga muncul kehidupan baru (kelahiran).
Oleh sebab itu pemujaan akan lingga dan yoni yang merupakan bersatunya Dewa Siwa dan Dewi Parvati adalah suatu berkah bagi masyarakat masa lampau, sehingga biasanya lingga-yoni ini diletakkan di wilayah pertanian atau pemujaan para petani kala itu.
Menurut Ahli Arkeologi Nurhadi Rangkuti bentuk Lingga terdapat 3 bagian yaitu :
1.Bagian Bawah, berbentuk segi empat disebut Brahma-Bhaga.
2.Bagian Tengah, berbentuk segi delapan disebut Wisnu-Bhaga.
3.Bagian Atas, berbentuk bulat silinder disebut Rudra-Bhaga atau Siwa-Bhaga
Apabila melihat kondisi alam kabupaten Lumajang yang dikelilingi oleh Gunung Semeru, Gunung Tarub Lemongan dan Pegunungan Tengger. Dapat dikatakan bahwa wilayah Kabupaten Lumajang sebagian besar adalah daerah subur sehingga wilayah tersebut merupakan daerah pertanian sejak masa lampau, sehingga disebut sebagai “lumbung padi” bagi kerajaan-kerajaan besar ketika masa Singhasari sampai Majapahit, karena sebagai penghasil padi atau jewawut.
Gunung Semeru adalah Gunung tertinggi di Pulau Jawa, keyakinan akan semakin tinggi suatu tempat semakin suci, dibuktikan dengan perkembangan masa prasejarah sampai masa klasik Semeru sebagai tempat pemujaan bagi arwah nenek moyang yang berastana di tempat tertinggi dan tempat bagi para pendeta untuk belajar spiritual serta kanuragan dalam penempahan diri. Dalam perkembangan Hindu Gunung Semeru adala simbol pemujaan Sang Hyang Acalapati yang merupakan Dewa Gunung atau Semeru merupakan astana bagi Dewa Siwa.
Hindu Aliran Siwa mayoritas diyakini sebagian besar masyarakat masa klasik berhubungan dengan Gunung Semeru merupakan Gunung yang sangat aktif. Karena diyakini Dewa Siwa adalah Dewa perusak, sehingga masyarakat ketika itu meyakini kemarahan Dewa Siwa akan perilaku manusia apabila Gunung Semeru meletus. Persembahan bagi Dewa Siwa ketika itu sangatlah penting dan merupakan kewajiban bagi penganutnya.
Selain sebagai Dewa perusak bagi penganutnya Dewa Siwa dianggap dewa yang memberikan berkahnya karena dari letusan Gunung tersebut keluar material-material yang menyuburkan dan menghasilkan tambang pasir bagi masyarakat sekitarnya.
2. POLA HIAS NAGA BERMAHKOTA.
Menurut Poerwadarminta Naga berdasarkan etimologisnya dari bahasa Sansekerta yang artinya Ular. Sedangkan dalam bahasa Indonesia naga berarti ular besar (Nina santoso Pribadi, 1989:150).
Naga atau Ular mengandung banyak makna dan tafsiran, antara lain Naga adalah lambang kekuasaan, kesaktian, pelindung dan kesejahteraan bumi, penjaga air suci Amerta serta simbol kesuburan.
Berdasarkan Mitologi Pola hias Naga yang bermahkota dihubungkan dengan kekuasaan kerajaan (pemerintahan) antara lain :
1.Dalam kehidupan manusia banyak disebutkan mitologi mengenai peranan Naga. Naga bermahkota
dihubungkan dengan unsur pemerintahan (Kerajaan), menurut Fergusson tahun 1971 menyebutkan Naga berhubungan dengan unsur kerajaan pertama kali didapatkan pada naskah Mahabharata yang menceritakan Arjuna dengan Ulupi putri Raja Naga dari Himalaya dan perkawinan Arjuna dengan Chitragada putri Raja ular bernama Chitravahana dari Manipur (Nina Santoso Pribadi, 1989:151).
2.Menurut Fergusson tahun 1971 berdasarkan Berita Cina Hiu Oen Thsang bahwa legenda ular atau Naga dihubungkan dengan pemerintahan atau kerajaan terdapat di sepanjang Kabul sampai Khasmir (Nina santoso Pribadi, 1989:151).
3.Menurut Briggs tahun 1957 Dalam Mitologi Negara Kamboja ada kepercayaan turun-temurun bahwa Naga sangat berhubungan erat dengan keturunan raja-raja di Kamboja, karena Naga dianggap nenek moyang pelindung kerajaan. Dan kaitan raja-raja dengan Naga (Nagaraja) yang menguasai bumi (Nina santoso Pribadi, 1989:151).
Pengaruh pahatan naga pada seni pahat di Indonesia dipengaruhi dari seni rupa India sehingga muncul seni pahat naga bermahkota, seperti halnya pahatan yang terdapat di bangunan candi, keraton, lingga yoni dan lain-lain. Tetapi Naga dalam seni pahat Indonesia memiliki kekhasan dipengaruhi seni lokal. Contohnya pahatan naga yang terdapat di Jawa timur sehingga lebih ke seni Jawa Timur-an. Ciri khusus adalah Pola hias Naga lebih raya, indah dan halus pahatannya. Hiasan yang raya dihubungkan dengan status sosial atau strata masyarakat. Contohnya bangunan rumah atau pemujaan bagi golongan bangsawan atau raja lebih raya dibandingkan dengan rakyat biasa. Misal lingga yoni altar naga menggunakan hiasan mahkota dan lingga yoni yang tidak terdapat hiasan.
3. DISKRIPSI LINGGA YONI ALTAR NAGA SITUS GEDONG PUTRI.
Situs Gedong putri berada di posisi 8 10’24,9” Lintang Selatan dan 113 4’40,2” Bujur Timur. Ketinggian permukaan situs 360 meter dari permukaan laut. Situs ini terletak di Dususn Gedong Putri, Desa Klopo Sawit, Kecamatan Candipuro. Situs ini terletak bekas sapuan lahar Gunung Semeru pada sisi Tenggara, sehingga kondisi Situs yang berserakan dan rusak.Situs Gedongputri ditemukan oleh pencari kayu pada tahun 1897 dengan luas areal 180 m2, kondisi lingkungan yang masih berupa hutan belantara. Tahun 1904 terdapat banjir lahar dingin Gunung Semeru sehingga banyak unsur bangunan yang hanyut.
Tetapi menurut Pak Goenadi Nitihaminoto apabila dilihat dari lingkungan Candi yang rusak parah dan banyaknya batu-batu besar yang terdapat di areal Candi berasal dari letusan Gunung Semeru, Letusan Gunung Semeru tertua dari tahun 1600. Kemudian beberapa letusan lagi terjadi pada tahun 1885, 1895, dan 1941. Atas dasar itulah diperkirakan Candi Gedongputri hancur sebelum tahun 1600 dan ditambah letusan yang berulang menjadikan semakin hancurnya Candi tersebut (Titi Surti Nastiti, 1995).
Yoni yang terletak di sisi Barat Laut kompleks Candi Gedong Putri dengan jarak sekitar 50 meter di lahan persawahan. Pada lubang Yoni tertancap Lingga yang telah rusak bagian atasnya akibat pengrusakan masyarakat.Yoni dibuat dari batu andesit berukuran tinggi 64 cm dan lebar 63 x 63 cm, sedangkan bagian tengah adalah 42 cm, lubang tempat lingga berukuran 17 cm, sedangkan ukuran cerat 24 x17 cm, tebal 17 cm dan lubang saluran air 2,5 cm. Berhias motif pahatan Naga pada bagian kaki Yoni. Bagian kepala Naga yang sudah hilang dan bagian badan Yoni dan Lingga bekas dirusak masyarakat, sehingga tidak lagi dapat melihat bentuk aslinya.
Menurut Ahli Arkeologi Nurhadi Rangkuti Lingga Yoni yang berada di Situs Gedong Putri adalah masuk kategori tipe ramping. Tipe ramping adalah badan Yoni yang mengecil dari bagian bawah sampai ke atas, dan memiliki pelipit-pelipit horizontal dari bawah ke atas sehingga menimbulkan kesan ramping. Pahatan yang halus dan hiasan yang raya. Yoni ini memiliki pelipit sisi genta di bagian bawah dan pelipit-pelipit persegi pada bagian badan.
Cerat Yoni disanggah pahatan berbentuk Naga dengan Mahkota yang tidak biasa seperti mahkota naga pada pahatan di tempat lain, karena ukuran mahkotanya lebih kecil seperti mahkota seorang Ratu (Raja Wanita). Pahatannya yang halus, indah dan sangat detail. Pahatan Naga tersebut dilengkapi perhiasan kalung (Hara) dan subang (Kundala) (Nurhadi Rangkuti, 2003:19).
Lingga yoni Altar Naga Situs Gedong Putri Candipuro ini bagi kami sangat istimewa, walau kami memiliki dokumentasi ketika sudah rusak dan sangat memprihantinkan. Tetapi kami akhirnya menemukan dokumentasi lama dari Puslitarkenas yang kami dapat dari Berita Penelitian Arkeologi Laporan Survey di Kabupaten Lumajang tahun 1990. Perbandingannya yang sangat jauh sekali dengan kondisi sekarang.
Dari data tersebut kami menghubungkan dan menafsirkan bahwa Lingga Yoni altar Naga di Situs Gedong Putri berhubungan dengan pemerintahan masa Singhasari di Lumajang. Dari bukti Prasasti Mula Malurung kekuasaan Nararyya Kirana sebagai Juru pelindung di Lamajang. Pusat pemerintahan kami perkirakan wilayah Candipuro, Pasrujambe, Senduro dan Gucialit letaknya yang berdekatan dengan Kerajaan Singhasari (Aries Purwantiny, 2012:28-29).
Hiasan Lingga Yoni dengan Naga bermahkota yang raya, indah dan halus identik dengan bangunan suci bagi para bangsawan atau keluarga raja (Aries Purwantiny, 2012:29).
Hiasan mahkota pada Naga pun sangat berbeda, biasanya mahkota bentuknya besar dan pas dengan kepala Naga. Tetapi sangat berbeda dengan mahkota Naga Gedong Putri bentuknya yang kecil hanya menempel pada kepalanya. Mahkota jenis ini biasanya digunakan untuk seorang wanita atau ratu. Sehingga kami berasumsi pahatan Naga pada Lingga Yoni Gedong Putri berhubungan penguasa masa Singhasari yang berada di Negara Lamajang seorang wanita yaitu Nararyya Kirana.
Lingga Yoni Altar Naga Situs Gedong Putri ini tidak diketahui penemunya. Lingga Yoni ini dalam pengawasan BP3 Trowulan yang menugaskan seorang Juru Pelihara pertama bernama pak Suwarno (60 tahun) yang bertugas mulai tahun 1974, dan sekarang tugas Juru Pelihara diserahkan kepada putri kedua bapak Suwarno yang bernama Elok Yuniati (35 tahun).

ariespurwantiny

No comments: