Jejak Hubungan Yordania-Isreal: Perjuangan Palestina yang Terlupakan
Ada yang ganjil pada saat Iran menyerang Israel , belum lama ini. Yordania membuka wilayah udaranya bagi rezim Israel dan sekutu Baratnya untuk menjatuhkan beberapa drone Iran dengan risiko membahayakan rakyatnya sendiri.
Press TV menyebut Yordania tidak memiliki kapasitas untuk secara mandiri mencegat drone dan rudal Iran yang menuju ke wilayah pendudukan. Kerajaan Hashemite ini hanya dilengkapi dengan sekitar 60 pesawat F-16 dan F-5 yang lebih tua.
Sebuah saluran media Israel melaporkan bahwa jet tempur Israel serta pertahanan udara Prancis mencegat drone yang diluncurkan oleh Iran di wilayah udara Yordania, sehingga memicu kemarahan penduduk Yordania.
Menyusul operasi tersebut, yang dilakukan sebagai respons terhadap serangan Israel terhadap bagian konsuler kedutaan Iran di Suriah, pemerintah Yordania mengeluarkan pernyataan yang secara samar-samar mengakui peran mereka.
“Beberapa benda terbang tak dikenal yang memasuki wilayah udara kami tadi malam telah ditangani dan dicegat untuk mencegah membahayakan keselamatan warga negara kami dan wilayah yang dihuni,” bunyi pernyataan itu.
Keterlibatan aktif Yordania dalam mencegat beberapa drone Iran dianggap sebagai tindakan pengkhianatan terutama pada saat Israel telah membunuh ribuan warga Palestina di Gaza.
Dengan lebih dari 60 persen penduduk Yordania adalah keturunan Palestina, kerja sama militer Kerajaan ini dengan Israel tidak hanya dianggap berbahaya tetapi juga pengecut.
Hubungan Yordania dengan Israel
Press TV menyebut penentangan Yordania terhadap perlawanan Palestina menjadi jelas pada tahun 1970 ketika negara Arab tersebut membantai ribuan warga Palestina. Peristiwa tragis yang disebut “September Hitam” itu bertujuan untuk mengusir Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dari Yordania.
Pengusiran tersebut didukung oleh Raja Hussein bin Talal saat itu, yang dilaporkan mendapat dukungan dari rezim Zionis dan pendukung Baratnya.
Pada tahun 1994, Yordania dan Israel menandatangani perjanjian perdamaian Israel-Yordania. Dengan demikian, Amman menjadi negara Arab kedua setelah Mesir yang mengakui rezim pendudukan. Sejak itu, kedua belah pihak telah menjalin hubungan diplomatik yang erat dengan Yordania yang secara praktis membuat perjuangan Palestina terlupakan.
Pada kunjungannya ke Yordania pada tahun 2016, mantan Presiden Israel, Reuven Rivlin, berbicara pada resepsi Hari Kemerdekaan negara tersebut. Dia memuji hubungan erat antara Amman dan Tel Aviv.
“Israel bangga menjadi mitra Yordania dan berdiri di sisi Yordania…selama setahun terakhir, kerajaan Anda telah memainkan peran penting dalam menangani kekerasan di Yerusalem yang merupakan tempat suci bagi kita semua.”
Pada sebuah acara pada tahun 2022, Yordania dan Israel menandatangani nota kesepahaman tentang air dan energi.
Pada bulan Januari tahun ini, Perdana Menteri Yordania Bisher al Khasawaneh mengatakan bahwa perdamaian dengan Israel tetap menjadi pilihan strategis bagi kerajaan tersebut, dengan mengabaikan pembantaian warga Palestina di Gaza.
Kunjungan Rahasia Netanyahu ke Yordania
Setelah terjalinnya hubungan dengan rezim Zionis pada tahun 1994, sebagian besar transaksi antara kedua belah pihak bersifat rahasia dan jauh dari sorotan media.
Pada Januari 2023, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melakukan kunjungan mendadak ke Yordania untuk bertemu Raja Abdullah II. Ini adalah kunjungan pertama Netanyahu ke Amman sejak perjalanan rahasia pada tahun 2018.
Di tengah upaya Presiden AS saat itu Donald Trump untuk menjadi perantara kesepakatan Abraham Accords yang terkenal, Netanyahu melakukan kunjungan rahasia ke Yordania pada tahun 2018.
Ia didampingi oleh Direktur Mossad saat itu Yossi Cohen, sekretaris militer Eliezer Toledano dan anggota kabinetnya lainnya.
Netanyahu berpartisipasi dalam pertemuan puncak rahasia di Aqaba pada tahun 2016. Pertemuan yang diatur oleh Menteri Luar Negeri AS saat itu John Kerry dihadiri oleh Raja Abdullah dan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sissi.
Setelah intifada Yerusalem, Raja Hashemite Abdullah bertemu Netanyahu pada November 2014 di Yordania.
Pangkalan Militer Barat di Yordania
Negara-negara Barat yang membantu rezim Israel mencegat beberapa drone Iran selama 'Operasi Janji Sejati' diyakini menggunakan pangkalan militer di Yordania.
Pasukan AS ditempatkan di pangkalan militer Tower 22 di timur laut Yordania, dekat perbatasan Suriah, untuk mendukung operasi militer Israel.
Amerika Serikat memiliki setidaknya 3.000 personel militer yang ditempatkan di kerajaan Asia Barat tersebut.
Pada tahun 2022, Amerika mengumumkan markas komando tempur udara Sayap Ekspedisi Udara ke-332 sebagai Pangkalan Udara Muwaffaq Salti di kota timur Azraq, yang terletak dekat perbatasan Irak dan Suriah.
Sesuai laporan Kongres AS tahun 2023, perjanjian antara kedua belah pihak mengizinkan pasukan, kendaraan, dan pesawat AS untuk masuk dan bergerak di sekitar Yordania dengan bebas.
Inggris dan Perancis juga memiliki kehadiran yang signifikan di Yordania. Personel militer dari kedua negara hadir di Pangkalan Udara Raja Faisal di Al-Jafr dan pangkalan Humaymah dekat Aqaba.
Pasukan Prancis di Pangkalan Udara Raja Faisal, yang dikenal sebagai Pangkalan Al-Ruwaished, yang dekat dengan Al-Tanf telah terlibat dalam kegiatan spionase di Iran, Suriah, Irak, dan Lebanon. Bandara pangkalan militer tersebut diyakini digunakan oleh drone Israel dan AS.
Pada bulan Desember 2023, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengunjungi pasukan Prancis yang ditempatkan di pangkalan Al-Ruwaished. Pangkalan Yordania dianggap melindungi rezim pendudukan.
Kerjasama Militer Yordania-Israel
Pilot Angkatan Udara Yordania berlatih dengan militer Israel pada tahun 2015 di latihan angkatan udara yang diselenggarakan oleh AS.
Kerja sama tersebut dikonfirmasi oleh Menteri Perang Israel saat itu, Moshe Ya’alon. Seorang pilot Yordania Majdi al-Samdi yang menolak menjadi bagian dari latihan militer gabungan diberhentikan dari angkatan udara Kerajaan Hashemite.
Pada tahun 2016, delegasi yang terdiri dari hampir selusin jenderal Yordania melakukan kunjungan tiga hari ke wilayah pendudukan untuk berpartisipasi dalam konferensi internasional dengan militer Israel.
Selain mengizinkan AS menggunakan wilayahnya untuk mengangkut peralatan militer berat ke Israel, Yordania juga menerima senjata dari rezim pembunuh anak-anak tersebut.
Helikopter tempur Cobra yang dipasok AS diberikan kepada kerajaan tersebut oleh Israel pada tahun 2015. Penyerahan tersebut disetujui dan difasilitasi oleh Amerika Serikat.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment