Nabi Musa dan Doanya: Kisah Nabi yang Perjalanan Sejarahnya Paling Sering Disebut dalam Al Qur'an
Di antara nabi yang namanya sering disebut dalam Al-Quran adalah Nabi Musa ‘alaihisshalatu wassalam. Nabi Musa juga nabi yang perjalanan sejarahnya paling sering dikisahkan dalam Al-Quran setelah nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan, menurut para ulama, nama Nabi Musa disebutkan sebanyak 136 kali dalam Al-Quran. Nabi terbaik di kalangan bani Israil, termasuk ulul azmi, dan bergelar kalimullah (orang yang diajak bicara langsung oleh Allah).
Dikutip dari kitab 'Fabi Hudahum' karya Dr. Utsman al-Khamis, dijelaskan Nabi Musa adalah Musa bin Imran, dan masih keturunan Nabi Ya’kub ‘alaihis sahalatu was salam. Allah tegaskan dalam Al Qu'ran bahwa Nabi Musa alaihissalam termasuk orang yang sangat banyak mendapatkan ujian kehidupan,
Allah Ta'ala berfirman :
وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا
“Dan Kami telah memberikan cobaan kepadammu dengan berbagai macam cobaan.” (QS. Taha: 40).
Dari Surat Taha ayat 40 ini, ayat tersebut menjadi rahasia mengapa sejarah Nabi Musa paling sering disebutkan dalam Al-Qur'an, agar kita bisa mengambil pelajaran dari perjuangan dan usahanya dalam mendakwahkan kebenaran kepada seluruh umatnya.
Dr. Utsman al-Khamis juga menjelaskan bahwa Nama beliau disebut berulang-ulang dalam kitab Allah (Al-Quran) yang menunjukkan bahwa Allah menginginkan agar kita selalu merenungkan keadaan beliau, kesulitan yang Nabi Musa jumpai, rasa capeknya, setiap gangguan dan ujian yang Nabi Musa hadapi.
Doa Nabi Musa ‘alaihissalam
Dalam Al-Quran, Allah menyebutkan beberapa doa yang dipanjatkan Musa alaihissalam. Doa-doa itu dipanjatkan Nabi Musa alaihissalam dalam setiap kesempatan yang berbeda. Namun ada satu doa yang sangat menakjubkan, doa yang mengobati sekian banyak kegelisahan yang dialami oleh Musa,
رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ
“Ya Tuhanku Sesungguhnya aku sangat membutuhkan setiap kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS. Al-Qashas: 24).
"Anda bisa perhatikan surat al-Qashas, Allah menceritakan Musa dari ayat 3 hingga ayat 43. Doa ini diucapkan Musa ketika beliau berada di kondisi serba susah. Diliputi rasa cemas dan ketakutan. Bagi orang awam, keadaan itu mungkin sudah dianggap puncak ujian, seolah tidak ada lagi harapan untuk hidup,"ujar Ustaz Ami Nurbaits ketika membahas buku karya Dr. Utsman al-Khamis ini.
Dalam surat tersebut juga dikisahkan tentang :
1. Firaun menjajah habis bani Israil
2.. Membantai setiap bayi lelaki, dan membiarkan hidup bayi perempuan
3. Firaun membuat lemah setiap sendi kehidupan bani Israil, seolah tidak ada harapan untuk bisa bangkit memperjuangkan kemerdekaannya.
4. Allah perintahkan ibunya Musa untuk melabuhkan anaknya ke sungai.
5. Musa diasuh oleh keluarga Firaun. Musa kecil tumbuh di tengah-tengah calon musuhnya.
6. Setelah besar, Musa melarikan diri dari kerajaan Firaun. Musa membunuh pengikut Firaun ketika berusaha membantu lelaki bani Israil yang rebutan air dengan korban.
7. Musa menjadi ketakutan di kota Mesir, karena telah membunuh pengikut Firaun. Bahkan datang seorang informan, bahwa para pemimpin pasukan Firaun telah bersepakat untuk membunuh Musa.
8. Musa keluar Mesir dengan penuh ketakutan, beliau berjalan ke arah Madyan.
9. Di tengah perjalanan beliau menjumpai dua wanita yang mengantri untuk mengambil air untuk ternaknya, namun mereka tidak mampu melakukannya. Kemudian dibantu Musa.
Di saat itulah, Musa merasa sangat membutuhkan pertolongan dan bantuan. Tapi tiada lagi tempat mengadu, tidak ada keluarga, tidak ada pekerjaan, tidak mungkin kembali ke Mesir dalam waktu dekat. Di saat itulah, Musa merasa sangat butuh pertolongan Tuhannya. Di bawah teduh pepohonan, beliau berdoa,
فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ
Musa memberi minum ternak itu untuk menolong kedua wanita itu, kemudian dia duduk di tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku Sesungguhnya aku sangat membutuhkan setiap kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku “. (QS. Al-Qashas: 24).
Gayung pun bersambut, seusai doa Allah hilangkan keresahan Musa, setahap demi setahap. Datanglah salah satu diantara wanita yang ditolong Musa, menawarkan kepada Musa agar mampir ke rumahnya. Menemui ayah sang gadis.
(1). Allah berikan jaminan keamanan kepada Musa, dengan Allah kumpulkan beliau bersama orang soleh (ayah si gadis).
(2). Si ayah menikahkan Musa dengan salah satu putrinya.
(3). Musa mendapatkan pekerjaan dan tempat tinggal yang aman di kota Madyan.
(4). Musa mendapatkan tongkat yang akan menjadi mukjizatnya.
(5). Musa diajak oleh Allah untuk menuju lembah penuh berkah, lembah Tuwa.
(6). Di lembah ini, Allah berbicara langsung dengan Musa menjadikannya sebagai Nabi.
(7). Musa mendapatkan banyak Mukjizat untuk melawan Firaun.
(8). Allah mengangkat saudara Musa, Harun, sebagai Nabi, yang akan membantu Musa dalam berdakwah.
(9). Allah memenangkan Musa dan Firaun ditenggelamkan di laut merah.
Anda bisa perhatikan, kemenangan dan keberhasilan bertubi-tubi Allah berikan kepada Musa. Yang semua itu dimulai setelah dia berdoa dengan penuh rasa harap, merasa fakir di hadapan Allah, memohon agar Allah menurunkan banyak kebaikan untuknya.
"Seperti itulah di antara adab dalam berdoa. Berdoa dan memohon kepada Allah, di saat Anda merasa sangat membutuhkan pertolongan Allah, menjadikan doa mustajab. Karena Anda merasa sangat dekat dengan Allah. Sehingga doa yang dilantunkan menjadi sangat berkualitas,"ungkap dai yang berkhidmat di konsultasisyariah ini.
Berbeda dengan doa yang sifatnya rutinitas. Membaca teks Arab, namun tidak diiringi kehadiran hati. Hanya sebatas di lisan, tanpa ada perasaan butuh kepada Allah. Kondisi ini menjadikan doa kita tidak mustajab. Sebagaimana yang dinyatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ، وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ
“Berdoalah kepada Allah dengan penuh keyakinan akan dikabulkan. Ketahulilah bahwa Allah tidak akan memperkenankan doa dari seorang hamba yang hatinya lalai.” (HR. Turmudzi 3479, Hakim dalam al-Mustadrak 1817 dan dihasankan oleh al-Albani).
Wallahu a’lamWidaningsih
(wid)
No comments:
Post a Comment