Penjelasan Al-Ghuroba atau Orang Terasing

Siapakah Al-Ghuroba atau Orang Terasing? Ini Penjelasannya
Al-Ghuroba memiliki makna orang-orang terasing atau disebut orang yang akan menuai keberuntungan di dunia dan akhirat. Foto/ist
A A A
Istilah Al-Ghuroba (الْغُرَبَا) mungkin masih asing bagi sebagian umat Islam. Ghuroba memiliki makna orang-orang terasing atay disebut sebagai orang yang akan menuai keberuntungan di dunia dan akhirat.

Apa yang dimaksud dengan orang terasing dalam Islam? Dalam satu riwayat dari Abdurrahman bin Sannah dijelaskan:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنَ سَنَّةَ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيباً ثُمَّ يَعُودُ غَرِيباً كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنِ الْغُرَبَاءُ قَالَ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ

"Dari Abdurrahman bin Sannah. Ia berkata bahwa Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Islam itu akan datang dalam keadaan asing dan kembali dalam keadaan asing seperti awalnya. Beruntunglah orang-orang yang asing." Lalu ada yang bertanya kepada Rasulullah mengenai Ghuroba, lalu beliau menjawab: "Al-Ghuroba atau orang yang terasing adalah mereka yang memperbaiki manusia ketika rusak." (HR Ahmad. Berdasarkan jalur ini, hadis ini dhoif. Namun ada hadits semisal itu riwayat Ahmad dari Sa'ad bin Abi Waqqosh dengan sanad jayyid)

Dapat disimpulkan dari hadis ini bahwa Al-Ghuraba adalah mereka yang memegang teguh Islam dan Iman dan senantiasa menyerukan amar makruf nahi munkar di saat masyarakat sekitarnya telah banyak tersesat.

Asingnya Islam saat itu digambarkan dengan perjuangan Rasulullah SAW dalam menyebarkan agama. Mereka bahkan harus hijrah ke Madinah karena terasing di kota kelahiran mereka Mekkah. Kemudian untuk penjelasan umumnya adalah Islam awal mulanya diikuti sebagian kecil orang di Mekkah, kemudian tersiar secara luas.

Namun kelak pada suatu masa, pemeluk Islam akan menjadi sedikit seperti awal mulanya. Dijelaskan dalam hadis:

إِنَّ الْإِسْلَامَ بَدَأَ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ وَهُوَ يَأْرِزُ بَيْنَ الْمَسْجِدَيْنِ كَمَا تَأْرِزُ الْحَيَّةُ فِي جُحْرِهَا

Artinya: "Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing seperti semula, ia akan masuk di antara dua masjid sebagaimana ular yang masuk ke dalam lubangnya." (HR Muslim)

Kembalinya umat Islam ke keadaan terasing ini disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya karena kehendak Allah yang akan mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Seperti dijelaskan dalam Hadits berikut:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

"Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari hamba-hambaNya sekaligus, tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan mematikan para ulama. Sehingga ketika Allah tidak menyisakan seorangpun ulama, maka orang-orang akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Lalu para pemimpin itu ditanya, kemudian mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka menjadi sesat dan menyesatkan orang lain." (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Hal ini membuat agama Islam menjadi terpecah belah seperti yang dijelaskan dalam Surat Al-Mu'minun ayat 52-53:

وَإِنَّ هَٰذِهِۦٓ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَٰحِدَةً وَأَنَا۠ رَبُّكُمْ فَٱتَّقُونِ ۞ فَتَقَطَّعُوٓاْ أَمْرَهُم بَيْنَهُمْ زُبُرًا ۖ كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ ۞

Artinya: "Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)." (QS Al-Mukminun ayat 52-53)

Dalam hadits dari sahabat Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda:

إِن أمتي لن تجتمع على ضلالة، فإذا رأيتم الاختِلاف فعليكم بالسواد الأعظم

Artinya: "Sesungguhnya umatku tidak akan berkumpul pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kamu melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah golongan mayoritas." (HR Ibnu Majah)

Berdasarkan hadis di atas, apabila umat Islam melakukan kesepakatan, maka kesepakatan itu dijamin dan dipastikan benar. Sehingga kesepakatan itu sifatnya mengikat dan wajib diikuti oleh seluruh umat Islam.

Akan tetapi, apabila banyak terjadi perbedaan pendapat atau perselisihan, umat Islam wajib mengikuti golongan mayoritas (terbanyak). Ketika para ulama berbeda pendapat, maka mengikuti mayoritas ulama. Dan ketika umat Islam berbeda pendapat, maka mengikuti mayoritas umat Islam.

Sehingga Al-Ghuroba nantinya akan tampak asing karena mereka menegakkan kebenaran di saat banyak terjadi penyimpangan dan kebatilan.

Wallahu A'lam

(rhs)Rizky Darmawan

No comments: