Islam Membela Muslim Meski Hanya Satu Nyawa

Yahudi dari Bani Qainuqa’ akhirnya menyerah dan menuruti perintah Rasulullah ﷺ akibat melecehkan seorang muslimah

Mahladi Murni

SUATU ketika menjelang perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah ﷺ bermaksud melaksanakan ibadah umroh. Beliau paham bahwa orang-orang Quraisy tak akan membiarkan begitu saja rencana ini.

Karena itu, beliau membawa serta 400 Muslim untuk ikut melaksanakan umroh bersama beliau. Rasulullah ﷺ juga tak gegabah dengan langsung pergi ke Makkah meskipun ia telah dibersamai 400 Muslim.

Beliau justru mengutus terlebih dahulu seseorang untuk menyampaikan pesan kepada kaum Quraisy bahwa mereka akan umroh. Utusan tersebut bernama Khirasy ibn Umayyah al-Khuza’i. 

Maka pergilah utusan tersebut dengan mengandarai unta Nabi yang bernama Tsa’lab. Namun, setibanya di tengah-tengah kaum Quraisy, mereka memotong unta Nabi ﷺ dan hampir membunuh Khirasy.

Lalu Nabi ﷺ mengutus orang kedua, yaitu Umar ibn al-Khaththab. Namun, sebagaimana diceritakan oleh Ibn Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah, Umar mengusulkan agar bukan ia yang diutus.

Sebab, kaum Quraisy tak menyukai Umar. Ia khawatir misi tak akan berhasil. Karena itu Umar mengusulkan agar Utsman bin Affan yang berangkat.

Nabi ﷺ setuju dengan usulan tersebut. Dulu, Utsman memang tokoh terpandang di kalangan Quraisy. Ia tentu masih disegani oleh mereka.

Maka, pergilah Utsman kepada kaum Quraisy. Sesampainya di Makkah, ia memang disambut dengan baik.

Ia juga berhasil menyampaikan maksud Nabi ﷺ kepada para tokoh Quraisy. Bahkan, kaum Quraisy mempersilahkan Utsman untuk melakukan thawaf,  namun ia menolak jika tidak bersama Nabi ﷺ.

Rupanya, kepergian Utsman yang agak lama tersebut menyebabkan munculnya informasi yang salah tentang Utsman. Ia dikabarkan terbunuh.

Atas dasar itu, Nabi ﷺ segera memerintahkan kaum Muslim untuk siap berperang membela Utsman. Nabi ﷺ juga meminta kaum Muslim untuk berbaiat (bersumpah setia) tidak akan lari dari medan perang jika Utsman benar-benar terbunuh. Mereka pun mememuhi permintaan Nabi ﷺ

Namun, kaum Muslim baru menyadari bahwa informasi tersebut salah setelah Utsman muncul. Kedatangan Utsman kemudian dilanjutkan dengan negosiasi damai antara Nabi ﷺ dan utusan khusus Quraisy.

Perjanjian ini populer dengan sebutan shulh al-Hudaibiyyah. Dari peristiwa ini terdapat pelajaran penting bagi kaum Muslim bahwa ancaman musuh terhadap rakyat, walaupun hanya satu nyawa, tidak dapat dibiarkan.

Sebaliknya, segenap potensi harus dikerahkan untuk membela nyawa seorang Muslim, baik dalam keadaan hidup maupun telah meninggal.

Peristiwa yang sama juga terjadi ketika seorang pria Yahudi dari Bani Qainuqa’ melakukan perbuatan tak sopan kepada seorang wanita muslimah di pasar.

Saat wanita tersebut memesan sesuatu, pria Yahudi yang berprofesi sebagai pembuat perhiasan tersebut mengikatkan ujung baju si muslimah ke bagian punggungnya. Akibatnya, saat si wanita itu berdiri, tersingkaplah bagian auratnya.

Wanita muslimah itu langsung berteriak. Teriakan ini didengar seorang Muslim dan ia langsung membunuh Si Yahudi tadi.

Rupanya, Yahudi lain tidak terima perbuatan pria Muslim tadi. Mereka mengeroyok dan membunuhnya juga.

Kabar tentang peristiwa ini menyebar. Terjadilah saling serang antara kaum Muslim dan Yahudi dari Bani Qainuqa’.

Setelah mendengar kabar tersebut, Rasulullah ﷺ datang dengan mengerahkan pasukannya. Tak main-main, pasukan Rasulullah ﷺ langsung mengepung Bani Qainuqa’ selama 15 hari dan meminta mereka segera keluar dari Madinah.

Akhirnya, menurut Ibn Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah, Bani Qainuqa’ menyerah dan menuruti perintah Rasulullah ﷺ. Mereka semua pergi menuju Adzru’at.

Dua peristiwa di atas merupakan bukti nyata pembelaan Islam terhadap rakyat yang terzalimi oleh pihak lain. Tak ada toleransi untuk hal ini sekali pun memerlukan daya dukung yang tidak sedikit dan risiko yang cukup besar. Wallahu a’lam. *

Penulis redaktur senior di Majalah Hidayatullah, aktif di MUI Pusat

No comments: