Ketika Dua Panglima Cerdik Berlaga

Umar Bin Khattab memerintahkan panglima pasukan Muslimin –termasuk Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid– yang baru membebaskan wilayah Hims berkumpul di dekat Baitul Maqdis

SETELAH pasukan Muslim berhasil membebaskan Damaskus, Fihl (Pella), dan beberapa wilayah di Syam dari penguasaan tentara Romawi Timur (Byzantium), Khalifah Umar bin Khaththab segera memerintahkan ‘Amr ibn al-‘Ash untuk membawa pasukannya bergerak menuju Baitul Maqdis atau dikenal pula dengan sebutan Elia. Sementara pasukan Abu Ubaydah dan Khalid bin Walid bergerak menuju Hims.

Pasukan ‘Amr sebelumnya telah tiba di gerbang Palestina. Rupanya, sebelum tiba di Baitul Maqdis, mereka harus berhadapan dulu dengan pasukan Romawi Timur yang sedang berkumpul di suatu tempat di Palestina bernama Ajnadain.

Pasukan Romawi tersebut dipimpin langsung oleh Atrabun, panglima perang Byzantium paling cerdik yang posisinya berada setingkat di bawah Heraklius. Maka, berhadap-hadapanlah dua pasukan yang dipimpin oleh dua panglima cerdik:

“Amr melawan Atrabun. Khalifah Umar bin Khaththab, ketika mendengar hal ini, berkata kepada orang-orang di sekitarnya, sebagaimana dikutip dalam buku Umar bin Khattab karya Muhammad Husain Haekal, “Kita telah melempar Atrabun Rumawi dengan Atrabun Arab. Kita lihat, apa yang akan terlihat.

Atrabun sebenarnya sudah menunggu kedatangan pasukan Muslim di Ajnadain. Ia juga sudah menempatkan pasukan dalam jumlah besar di Ramlah, dan pasukan dalam jumlah serupa di Baitul Maqdis.

Garnisun-garnisunnya dibiarkan di Gaza, Sabastia (Samaria), Nablus, Lad, dan Jaffa. Dengan posisi seperti ini, pasukan Romawi Timur tinggal menunggu kedatangan pasukan Arab yang akan menyerbu mereka.

Begitu pula ‘Amr bin ‘Ash, sudah memperkirakan tak bakal mudah munundukkan pasukan Romawi di bawah Atrabun yang culas. Bila ia mengadu pasukannya saat itu dengan Romawi, besar kemungkinan pihaknya akan kalah.

Terlebih lagi jalur laut masih terbuka. Bala bantuan Romawi bisa saja datang dari jalur itu.

Karena itu, ‘Amr berkirim surat kepada Umar bin Khaththab, meminta agar khalifah segera mengirimkan pasukan Muslim guna menaklukkan wilayah Kaisariah (atau dikenal pula dengan nama Caesarea Palestinae), wilayah pelabuhan yang terletak di sebelah selatan Haifa dan dijaga ketat oleh pasukan Romawi.

Umar memenuhi keinginan itu. Ia mengirimkan pasukan dalam jumlah besar ke Kaisariah. Pasukan tersebut dipimpin oleh Mu’awiyah. Maka, terjadilah pertempuran hebat di Kaisariah.

Mulanya gempuran pasukan Muslim bisa dibendung oleh Romawi. Namun, dalam serangan kedua, mereka kalah. Beberapa sumber mencatat sejumlah 80 ribu tentara Romawi meninggal dalam pertempuran tersebut.

Setelah Kaisariah dikuasai, giliran Gaza yang dibebaskan oleh pasukan Muslim. Di Gaza juga ada pelabuhan yang berpotensi masuknya bantuan Romawi.  Tertutupnya kedua akses laut ini menyebabkan pusat kekuatan Romawi hanya berada di tiga wilayah saja: Ajnadain, Baitul Maqdis, dan Ramalah.

‘Amr mengutus Alqamah bin Hakim dan Masruq al-Akki beserta pasukannya bergerak ke Baitul Maqdis, sedang Abu Ayub al-Maliki ke Ramalah. ‘Amr sendiri bergerak ke Ajnadain untuk menghadapi Atrabun.

Benteng Romawi di Ajnadain rupanya sangat kuat. ‘Amr perlu menyusupkan sesorang yang bisa berpura-pura menjadi utusan pasukan Muslim guna membiacarakan kemungkinan berdamai dengan Atrabun sembari melihat di mana sisi lemah pertahanan Romawi. Namun, tak ada orang yang paling pas menjadi sang utusan tersebut kecuali ‘Amr sendiri.

Maka, bertemulah dua panglima cerdik ini dalam satu ruangan. ‘Amr berpura-pura menjadi utusan, sementara Atrabun sebetulnya sudah mulai mencurigai bahwa sang utusan tersebut adalah musuh yang paling ia cari. Namun, berkat kelicikan ‘Amr, ia berhasil membuat Atrabun ragu dan melepas “sang utusan” ini kembali kepada pasukan Muslim.

Setelah ‘Amr paham dengan situasi di dalam benteng, maka ia kembali menyusun strategi untuk menggempur sisi lemah musuhnya, lalu menyerbu Ajnadain habis-habisan sebagaimana dulu dilakukan oleh pasukan Muslim di Yarmuk.

Pertempuran sengit tak bisa dielakkan. Korban di kedua belah pihak banyak berjatuhan.

Belum ditemukan data berapa lama pertempuran ini berlangsung. Namun, pasukan Muslim jauh lebih tabah. Apalagi pada saat  bersamaan datang kabar kemenangan pasukan Abu Ubaydah dan Khalid bin Walid yang bertempur menghadapi pasukan Romawi di utara Syam. Kabar ini kian menambah semangat pasukan Muslim.

Pada suatu malam, Atrabun bersama pasukannya keluar dari Ajnadain, mundur ke arah Baitul Maqdis. Ia sengaja memilih Baitul Maqdis karena percaya bahwa benteng-benteng yang kokoh di sana akan mampu melindunginya dari serangan pasukan Muslim.

Setelah itu ‘Amr bin Ash mengerahkan pasukannya yang berada di Ajnadain untuk mengepung Baitul Maqdis. Tak ada sedikit pun celah dibiarkan terbuka. Baitul Maqdis, yang terletak di wilayah pegunungan di sebelah selatan Palestina, benar-benar diisolasi oleh pasukan Muslim. 

Arthabun, yang berada di dalam Baitul Maqdis, berkirim surat kepada ‘Amr yang isinya, sebagaimana dikutip dari Buku Pintar Sejarah Islam karya Qasim A Ibrahim dan Muhammad A Saleh, “Engkau tak akan pernah bisa lagi menaklukkan wilayah mana pun di Palestina setelah Ajnadin.”

‘Amr kemudian mengirimkan sepucuk surat kepada Umar ibn Khaththab agar datang ke Syam untuk melihat sendiri situasi yang terjadi. “Sungguh, aku sedang menghadapi perang sengit dan negeri (Baitul Maqdis)  yang memang telah dipersiapkan untuk engkau taklukkan sendiri. Bagaimana pendapatmu wahai Amirul Mukminin?”  

Umar lalu memerintahkan seluruh panglima perang pasukan Muslimin, termasuk Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid yang baru saja membebaskan wilayah Hims dari Romawi Timur, untuk berkumpul di suatu tempat di dekat Baitul Maqdis. Umar sendiri berencana datang ke tempat itu. Tempat tersebut bernama Jabiyah. Dari tempat inilah keputusan akan dibuat. Inilah babak terakhir dari tahapan pembebasan Baitul Maqdis oleh pasukan Islam dibawah pimpinan Khalifah Umar bin Khaththab. Bagaimana kisah pembebasan itu sendiri, akan kita lanjutkan kisah ini pada artikel berikutnya. */Mahladi Murni, pengurus MUI Pusat

No comments: