Kisah Nabi Isa: Dikhitan Ketika Berusia 8 Hari
Al-Qur'an telah menginformasikan kepada kita tentang Nabi Isa dalam surat Maryam . Sang nabi lahir di Bait Lahm. Dikisahkan, ketika sempurna masa kehamilannya di Bait Lahm, Maryam berlindung di bawah pohon kurma kering. Saking sakitnya melahirkan, ia peluk pohon itu. Setelah itu, lahirlah Isa.
Maryam takut dianggap melakukan perbuatan buruk oleh kaumnya, karena melahirkan tanpa suami. Maka berkatalah ia: “Aduhai, Alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan.”
Maryam berharap mati saja, karena takut disangka melakukan perbuatan yang buruk dari sisi agama dan mencoreng nama baik keluarga dan kaumnya.
Muhammad Ali al Shabuni dalam buku berjudul "Al Nubuwwatu Wa Al Ambiya’" mengisahkan dengan lahirnya bayi dan goyangnya pohon kurma yang tidak berbuah maka jatuhlah buah kurma yang masih mengkal. Lalu dia makan buah kurma itu dan dia minum air yang dialirkan oleh Allah untuknya pada tempat yang tidak ada sungai.
Itu semua adalah kemuliaan yang Allah berikan kepadanya karena imannya, kesalehannya dan ketaatannya kepada Allah ta’ala dan perlindunganNya kepada anaknya Isa sebagai hamba Allah dan rasulnya.
Ketika Isa mencapai umurnya 8 hari, ibunya membawanya ke Haikal untuk dikhitan dan menamakannya dengan nama “ Yasu’. Yaitu Isa, sebagaimana yang telah diperintah Jibril ketika menginformasikan berita gembira tentang akan lahirnya seorang bayi. Dan khitan itu merupakan dari sunnah para anbiya’ dan mursalin semenjak Nabi Ibahim as.
Allah SWT membuat Isa mampu berbicara ketika masih dalam ayunan, sehingga dia mampu membela ibunya dari tuduhan kaumnya yang menuduh Maryam telah melakukan perzinaan sehingga melahirkan anak di luar nikah.
Isa juga menjelaskan kepada kaumnya bahwa kelak Allah akan mengutusnya sebagai nabi dan rasul. Maka berkatalah Isa:
"Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) sholat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka dan Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaKu, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali".
Mufassir mengatakan, Isa dan Maryam merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Maryam bisa hamil tanpa disentuh oleh seorang laki-laki pun, demikian juga Isa dapat berbicara ketika masih bayi.
Isa dibesarkan di pangkuan ibunya yang jauh dari Bat Lahm, yaitu di sebuah tempat dataran tinggi (al rabwah) yang aman dan tenteram. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Mukminun ayat 50:
”Dan telah Kami jadikan (Isa) putera Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi (kekuasaan kami), dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir”.
Yang dimaksudkan dengan tempat yang tinggi atau al-Rabwah menurut mufassir adalah ada 4 pendapat, yaitu: (1) Damascus. (2). Al Ramllah di Palestina. (3) Baitul Maqdis. (4) Mesir.
Pendapat pertama, periwayatan ini dari Ibnu Abbas dan Hasan. Sebagaimana diriwayatkan dari ibnu Asakir dan lainnya. Sedangkan pendapat terakhir, Mesir, sesuai dengan yang disebut dalam Injil Matius dan Injil Barnabas dalam kisah yang dijumpainya untuk menyelesaikan: Bahwasanya Herudus memerintahkan untuk membunuh setiap anak laki-laki di Bait al Lahm, maka Allah perintahkan Yusuf al Najjar dalam mimpinya supaya membawa anak laki-laki dan ibunya ke Mesir.
Maka dia laksanakan sesuai dengan mimpinya itu. Dia bawa keduanya ke Mesir sampai meninggal Herudus. Manakala meninggal penguasa dhalim tersebut Yusuf melihat lagi dalam mimpi supaya kedua anak laki-laki dan ibunya dibawa pulang kembali ke negaranya. Karena yang memerintahkan pembunuhan sudah mati.
Pada waktu itu, Isa sudah menginjak umurnya 7 tahun. Pulang keduanya ke al-Yahudiyah yang diperintah oleh anak Herodus, maka mereka pergi ke Al Khalil, karena takut tinggal di al-Yahudiyah. Akhirnya mereka memilih tempat tinggal di Al-Nushrah. Di situlah Isa as mendapat ketenangan di sisi Allah SWT dan masyarakat sekitar. Dengan demikian dinisbahkan al-Nashara (Nasrani) dari tempat tinggalnya Isa as.
Ketika Isa as mencapai umurnya 12 tahun pergilah keduanya dan Yusuf al-Najjar ke kota suci Yarussalem (Baitul Maqdis) untuk sujud (beribadah) sesuai dengan syariat yang ada dalam kitab Taurat yang diturunkan kepada nabi Musa.
Ketika selesai sholatnya, Maryam dan Yusuf memeriksanya di tempat sholatnya akan tetapi mereka tidak menjumpainya, merekapun kembali ke tempat tinggalnya karena mereka berdua menyangka bahwa dia sudah kembali. Ternyata di sana juga tidak ada.
Pada hari yang ketiga mereka mendapati Isa as di Haikal di tengah-tengah para ulama sedang berdebat dalam masalah Namus ( malaikat Jibril ).
Sungguh semua orang di tempat itu merasa kagum dan terheran-heran dengan pertanyaan-pertanyaan dan jawabannya. Mereka berkata: “Bagaimana dia memiliki ilmu ini padahal dia masih kecil belum belajar membaca”.
Ketika Isa berusia 17 tahun tidak ada satupun ahli sejarah mencatat apa saja yang dilakukan yang dilakukannya. Ahli sejarah hanya mencatat dari semenjak dia lahir sampai berdebat dengan para ulama Bani Israil ketika umurnya 12 tahun.
Kemudian mereka mencatat kembali sejarahnya semenjak menerima wahyu dari Allah SWT pada waktu umurnya 30 tahun. Ke manakah Isa selama rentang waktu itu tidak satupun menyampaikan informasi, baik dalam kitab Injil maupun dalam kitab suci Al-Qur’an.
(mhy) Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment