Kisah Khalifah Al-Manshur Meminta 3 Ulama Menilai Dirinya

Kisah Khalifah Al-Manshur Meminta 3 Ulama Menilai Dirinya
Khalifah kedua Bani Abbasiyah, al-Manshur. Foto/Ilustrasi: Ist
Tatkala Abu Jafar Abdullah bin Muhammad Al Mansur baru saja diangkat menjadi khalifah kedua Bani Abbasiyah , ia mengundang 3 ulama paling masyhur kala itu. Mereka adalah Malik ibn Anas , Ibn Sam'an dan Ibn Abi Dzuaib.

Pada saat memanggil ulama kharismatik tersebut khalifah dikawal para prajurit dengan pedang-pedang terhunus. Setelah berbicara panjang, Khalifah bertanya. "Bagaimana pendapat kalian tentang diriku? Apakah aku pemimpin adil atau zalim?"

Malik bin Anas berkata: "Ya Amiral Mu'minin, aku tawassul padamu dengan Allah SWT dan aku meminta tolong padamu dengan Muhammad SAW dan dengan kekeluargaanmu padanya, maafkanlah aku untuk tidak berbicara."

"Aku maafkan Anda," kata al-Manshur.

Kemudian ia melirik kepada Ibn Sam'an: "Bagaimana pendapat kamu?"

Kata Ibn Sam'an: "Anda, demi Allah, orang yang paling baik. Demi Allah, ya Amir al-Mu'minin, Anda berhaji ke Baitullah; Anda perangi musuh; Anda berikan keamanan di jalan; Anda lindungi orang yang lemah supaya tidak dimakan yang kuat. Andalah tonggak agama, orang terbaik, dan umat teradil."

Kemudian al-Manshur melirik Ibn Abi Dzuaib. "Atas nama Allah bagaimana pendapatmu tentang diriku?"

"Menurut pendapatku, Anda manusia terjahat, demi Allah. Anda merampas harta Allah, RasulNya, dan bagian keluarga Rasul, anak yatim, dan orang miskin. Anda hancurkan yang lemah, Anda persulit orang yang kuat. Anda tahan harta mereka. Apa alasanmu di hadapan Allah nanti?" jawab Ibn Abi Dzuaib.

"Celaka kamu, tidakkah kamu lihat apa yang ada dihadapanmu?" kata al-Manshur.

"Benar, aku lihat pedang dan itu berarti kematian. Bagiku sama saja apakah mati itu dipercepat atau diperlambat."

Peristiwa di atas, yang dikisahkan Ibn Qutaybah menunjukkan posisi Malik ibn Anas dibandingkan ulama yang sezaman dengannya.

Ibn Abi Dzuaib, nama lengkapnya Abu al-Harit Muhammad ibn Abd al-Rahman ibn al-Mughirah ibn Dzuaib al-'Amiri, adalah seorang alim yang terkenal faqih dan wara.

Menurut al-Dahlawi, di samping Malik, Ibn Dzuaib adalah orang yang membukukan hadits di Madinah. Tapi, namanya hampir tidak pernah disebut dalam buku-buku tarikh. Ia lebih berani, dan boleh jadi lebih faqih dari Malik. Namun sekarang hampir tidak ada orang yang mengenalnya.

Malik bin Anas kelak terkenal sebagai pendiri Madzhab Maliki, dengan para pengikut yang tersebar di berbagai bagian dunia Islam. Ibn Dzuaib, tentu saja tidak dikenal.

Imam Malik menjadi terkemuka setelah al-Manshur memberikan segala kehormatan kepadanya. Ketika naik haji, al-Manshur berkata kepada Malik: "Saya punya rencana untuk memperbanyak kitab yang kau susun ini, yaitu saya salin, dan kepada setiap wilayah kaum Muslim saya kirim satu naskah, serta saya instruksikan agar mereka mengamalkan isinya sehingga mereka tidak mengambil yang lain."

Begitu pula, ketika Harun al-Rasyid berkuasa, ia bermusyawarah dengan Malik untuk menggantungkan al-Muwaththa pada Kakbah dan memerintahkan orang untuk beramal menurut Kitab itu. Walau Malik menolak rencana kedua khalifah itu, kita tahu bahwa Malik didukung para penguasa.

Masih sezaman dengan Malik dan bahkan Malik pernah berguru kepadanya, Ja'far al-Shadiq. Ia pun hampir tidak dikenal kecuali pada kalangan pengikutnya saja.

Malik berkata tentang Ja'far: "Aku pernah berguru pada Ja'far bin Muhammad beberapa waktu. Aku tidak pernah melihatnya kecuali dalam salah satu di antara tiga keadaan: sedang sholat, sedang puasa, atau sedang membaca al-Qur'an. Tidak pernah aku lihat ia meriwayatkan hadis dari Rasulullah kecuali dalam keadaan suci. Ia tak bicara sesuatu yang tak manfaat, dan ia termasuk ulama yang taat beribadah, zuhud, yang hanya takut kepada Allah saja."

(mhy)Miftah H. Yusufpati

No comments: