Runtuhnya Seljuk dan Munculnya Dinasti Zankiyah

 

Di masa berdirinya Zankiyah, umat Islam mulai terpecah belah.
Kerajaan Seljuk sempat berjaya 50 tahun lamanya. Kisahnya bermula dari keberhasilan Tughril dalam mempersatukan sejumlah suku bangsa Turki di Asia Tengah.

Menjelang pertengahan abad ke-11 M, ia berhasil merebut Baghdad dari tangan Bani Buwaihi yang berideologi Syiah. Sejak saat itu, Kekhalifahan Abbasiyah--sebagai simbol persatuan Muslimin sedunia--kembali ke tangan Sunni.

Tughril meninggal dunia pada 1063. Perebutan kekua saan pun sempat terjadi antar-elite kerajaan. Terlebih lagi, sang pemula Dinasti Seljuk itu tidak memiliki putra kandung.

Seorang keponakannya, Muhammad, kemudian sukses mengatasi perseteruan yang ada. Sosok yang berjulukan Alp Arselan, Singa Pemberani, itu lantas menjadi pemimpin Seljuk berikutnya.

Bersama dengan wazirnya yang setia, Nizham al-Mulk, ia membangun berbagai fasilitas demi menunjang kemajuan peradaban. Salah satu legasinya yang paling dikenang ialah jaringan universitas Nizhamiyah.

Dari sana, muncul banyak tokoh pembaru, semisal rektor Nizhamiyah Nishapur Abu Ma'ali al-Juwaini dan muridnya, al-Ghazali, yang kelak mengepalai Nizhamiyah Baghdad. Belajar dari yang sudah-sudah, Nizham al-Mulk pun menyarankan rajanya untuk memilih penerus takhta sebelum wafatnya. Lantas, Alp Arselan menetapkan putranya, Malik Shah, sebagai penggantinya kelak. Pada 1072 M, raja kedua Seljuk tersebut meninggal dunia.

Sesuai rencana, Malik Shah yang saat itu berusia 17 tahun naik menjadi penguasa. Ia mempertahankan posisi Nizham al-Mulk sebagai perdana menteri. Duo negarawan itu kemudian meneruskan usaha-usaha dalam mengembangkan kejayaan negeri.

Alp Arselan wafat dalam usia 43 tahun. Sejak saat itu, kekisruhan politik kembali terasa. Beberapa petinggi menilai Malik Shah masih terlalu muda sebagai seorang pemimpin. Keadaan semakin genting karena sekte Syiah yang ekstrem juga mulai menyusun kekuatan. 

Untuk mengatasi instabilitas, Malik Shah mengandalkan sejumlah orang kepercayaan. Di antara mereka adalah Aq Sunqur bin Abdullah. Tokoh militer itu pernah menjadi pengawal istananya.

Dalam sebuah misi, jenderal yang bergelar Qasim ad-Daulah itu sukses membebaskan Halab (Aleppo) dari tangan Bani Uqail. Malik Shah kemudian mengangkatnya sebagai gubernur kota tersebut.

Aq Sunqur memimpin Aleppo selama delapan tahun. Ada banyak pembaruan yang diterapkannya. Ia terbilang sukses dalam memulihkan keamanan kota.Salah satu kebijakannya ialah prinsip tanggung jawab bersama. Apabila seorang saudagar atau kafilah-dagang mengalami pencurian, penduduk daerah tempat kejadian perkara harus bertanggung jawab membayar kerugian yang diderita saudagar atau kafilah itu.

Peraturan itu membuat rakyat berpartisipasi aktif dalam menjaga keamanan. Imbasnya, aktivitas perdagangan pun bangkit kembali di seluruh Aleppo. Pereko nomian stabil membuat masyarakat tidak gampang terhasut propaganda kelompok-kelompok yang berambisi kekuasaan.

Prof Ali Muhammad ash-Shallabi dalam Bangkit dan Runtuhnya Daulah Zankiyah(2007) menjelaskan, Aq Sunqur sangat setia kepada Malik Shah. Pada 1092, raja ketiga Dinasti Seljuk itu meninggal dunia. Kematiannya hanya berjarak beberapa bulan sesudah wafatnya Nizham al-Mulk, yang diduga menjadi korban kelompok Hashashin (Assassins).

Saudara Malik Shah, Abu Said Taj ad-Daulah Tutush, kemudian menuntut kekuasaan untuk dirinya sendiri di bawah bayang-bayang perebutan kekuasaan antara anak-anak Malik Shah. Ash-Shallabi menuturkan, gubernur Damaskus itu memobilisasi pasukan ke arah timur untuk menguasai Isfahan-- ibu kota Seljuk saat itu.

Mulanya, Aq Sunqur ikut serta dalam pasukan Tu tush dari Syam. Ia ikut menyertai sampai Irak. Di sana, Tutush bersiap-siap menghadapi pasukan yang dipimpin Barkyaruq, seorang putra Malik Shah.

Tiba-tiba, Aq Sunqur berbelot sehingga memihak pada kubu Barkyaruq. Menurut ash-Shallabi, keputusan gubernur Aleppo itu didasari anggapan bahwa kekuasaan atas Seljuk hanya terbatas pada anak keturunan Malik Shah. Dalam pertempuran pa da 1093 M, pasukan Tutush berhasil dipukul mun dur.

Penguasa Damaskus itu terpaksa kembali pulang. Dendam kesumatnya terhadap Aq Sunqur ter bayar kira-kira setahun kemudian. Dalam perang di dekat Aleppo, simpatisan Barkyaruq itu dapat di tangkap dan kemudian dihukum mati. Riwayat lain menyebutkan, Qasim ad-Daulahdibunuh kelompok Assassinssaat sedang shalat di Masjid Mosul, Irak, pada 1094.

Pada 1095, Tutush tewas dalam sebuah pertempuran di Ray. Sejak itu, Barkyaruq menyandang titel raja Seljuk. Tidak mau melupakan jasa-jasa mereka yang setia di sisinya, ia memberikan jabatan penting kepada seorang putra Aq Sunqur, yakni Imaduddin Zanki.

Imaduddin baru berusia 10 tahun ketika ayahnya wafat. Saat dewasa, ia pernah merasakan berbagai posisi strategis di pemerintahan Seljuk. Salah satu yang patut disebut ialah gubernur Mosul sejak 1127 M. Ash-Shallabi mengatakan, terpilihnya anak Aq Sunqur itu didasarkan atas saran alim ulama setempat.

 

Sejarawan itu menggambarkan Imaduddin sebagai sosok yang sangat berwibawa. Kepribadiannya sangat kuat sehingga seluruh pasukan benar- be nar tunduk kepadanya. Sebagai komandan militer, dirinya juga pemberani serta cerdas. Itu ditandai dengan kemampuannya dalam meracik strategi yang jitu. 

Imaduddin berambisi menyatukan seluruh wilayah Muslim, mulai dari Irak hingga Syam. Dari Mosul, dirinya memimpin pasukan untuk mengua sai Aleppo. Sejak berhasil mengendalikan kota ter sebut, ia semakin mengintervensi situasi dan kon di si politik yang berkembang wilayah kekuasaan nya. Tujuannya ialah mempersatukan umat Islam agar bersama- sama menghadapi bahaya Pasukan Salib.

Sejak 1099 M, kaum Salibis dapat merebut Baitul Makdis dari Muslimin. Orang-orang Latin itu membantai seluruh penduduk kota suci itu.Jumlah korban diperkirakan mencapai 60 ribu jiwa.Memasuki abad ke-12, berdirilah kerajaan-kerajaan Latin di Yerusalem, Edesa, Antiokhia, dan Tripoli.

Sementara Baitul Makdis jatuh ke tangan musuh, umat Islam di Syam tercerai-berai. Hampir di setiap kota setempat terdapat pemerintahan yang independen. Menghadapi realitas itu, Imaduddin bertekad merintis persatuan Muslimin.

Cita-citanya itu tentu bukanlah hal yang mudah untuk diwujudkan. Satu tahun menjelang kematian nya, ia masih terus berupaya menaklukkan Damaskus. Pada 1146, dirinya wafat akibat dibunuh seorang tawanan perang yang berkebangsaan Frank atau Prancis.   

Hingga wafatnya, Imaduddin telah melapangkan jalan bagi berdirinya kesatuan Muslimin di Bumi Syam.Pada akhirnya, anak keturunannya melanjutkan perjuangan untuk menghalau Pasukan Salib dari tanah suci. Mereka itulah yang kemudian membentuk Dinasti Zankiyah.Rol

No comments: