Dinasti Zankiyah Bangkitkan Semangat Juang Umat Islam

 Koin di masa Dinasti Zankiyah

Koin di masa Dinasti Zankiyah

Foto: Wikipedia
Sejak 1099 M, Baitul Makdis direbut dari kaum Muslimin.
Prof Ali Muhammad ash-Shallabi dalam Bangkit dan Runtuhnya Daulah Zankiyah(2007) menjelaskan menggambarkan pendiri dinasti Zankiyah, Imaduddin sebagai sosok yang sangat berwibawa. Kepribadiannya sangat kuat sehingga seluruh pasukan benar- benar tunduk kepadanya. Sebagai komandan militer, dirinya juga pemberani serta cerdas. Itu ditandai dengan kemampuannya dalam meracik strategi yang jitu.
Imaduddin berambisi menyatukan seluruh wilayah Muslim, mulai dari Irak hingga Syam. Dari Mosul, dirinya memimpin pasukan untuk mengua sai Aleppo. Sejak berhasil mengendalikan kota ter sebut, ia semakin mengintervensi situasi dan kon di si politik yang berkembang wilayah kekuasaan nya. Tujuannya ialah mempersatukan umat Islam agar bersama- sama menghadapi bahaya Pasukan Salib.

Sejak 1099 M, kaum Salibis dapat merebut Baitul Makdis dari Muslimin. Orang-orang Latin itu membantai seluruh penduduk kota suci itu.Jumlah korban diperkirakan mencapai 60 ribu jiwa.Memasuki abad ke-12, berdirilah kerajaan-kerajaan Latin di Yerusalem, Edesa, Antiokhia, dan Tripoli.

Sementara Baitul Makdis jatuh ke tangan musuh, umat Islam di Syam tercerai-berai. Hampir di setiap kota setempat terdapat pemerintahan yang independen. Menghadapi realitas itu, Imaduddin bertekad merintis persatuan Muslimin.

Cita-citanya itu tentu bukanlah hal yang mudah untuk diwujudkan. Satu tahun menjelang kematian nya, ia masih terus berupaya menaklukkan Damaskus. Pada 1146, dirinya wafat akibat dibunuh seorang tawanan perang yang berkebangsaan Frank atau Prancis.

Hingga wafatnya, Imaduddin telah melapangkan ja lan bagi berdirinya kesatuan Muslimin di Bumi Syam.Pada akhirnya, anak keturunannya melanjutkan perjuangan untuk menghalau Pasukan Salib dari tanah suci. Mereka itulah yang kemudian membentuk Dinasti Zankiyah.

Imaduddin Zanki memiliki dua orang putra, yakni si sulung Syaifuddin Ghazi dan si bungsu, Nuruddin Mahmud. Setelah ayah mereka tiada, keduanya membagi wilayah kekuasaan Zankiyah. Sebelah timur yang berpusat di Mosul dikendalikan sang kakak. Adapun sang adik menguasai Syam, dengan Aleppo sebagai ibu kota.

Begitu kekuasaan berada di tangannya, Nuruddin langsung menyusun kekuatan untuk menyerang sejumlah kerajaan Latin di Syam. Pemimpin yang namanya berarti `cahaya agama' itu berhasil merebut Antiokhia pada medio abad ke-12.

Ia dan pasukannya juga mengambil beberapa istana di bagian utara Syam. Balatentara yang dipimpinnya juga berhasil mematahkan serangan Joscelin II yang berupaya mencaplok Edessa, salah satu wilayah kekuasaan Zankiyah.

Dengan terpaksa, dirinya mengusir seluruh rakyat Kristen dari Edessa. Sebab, mereka terbukti bersekutu dan membantu pasukan Jocelin II. Sejarawan kerap memasukkan peristiwa itu dalam momen gelombang Perang Salib I. Pada 1147, Nuruddin menandatangani perjanjian temporal dengan gubernur Damaskus, Mu'inuddin Unur.

Dengan begitu, konsolidasi dengan negeri-negeri Muslim di utara dapat kukuh. Sebagai bagian dari kerja sama, Nuruddin menikahi putri sang gubernur. Setelah kedua Aleppo dan Damaskus membangun aliansi, penyerangan atas Bosra dan Sarkhand pun dapat dilancarkan.

Kedua kota tersebut direbut oleh pengikut Mu'inuddin yang memberontak. Lantaran gagal merebut Edessa pada Perang Salib I, kerajaan-kerajaan Kristen dari Barat mulai melancarkan misi militer lewat Perang Salib II. Raja Prancis Louis VII dan raja Jerman Conrad III memantik meletusnya palagan tersebut.

Akan tetapi, upaya Salibis untuk melawan pasukan Islam tak berjalan mulus. Mereka dihadapkan pada kekuatan militer tangguh yang dipimpin Nuruddin. Ambisi Louis VII dan Conrad III pun tak kesampaian.Damaskus tak dapat ditembus keduanya.

Kegagalan dua raja Latin itu dimanfaatkan dengan baik oleh Nuruddin. Pada 1149, penguasa berdarah Turki itu pun menggerakkan pasukannya untuk mengambil alih Antikhia sekali dan untuk selamanya. Pange ran Antiokhia, Raymond Poitiers, tak kuasa membendung semangat juang Muslimin. Bahkan, putra raja William IX itu tewas dalam perang tersebut.

Kini, hanya tinggal Damaskus yang belum dikuasai Nuruddin di Syam. Mu'inuddin, sang penguasa kota tersebut, cepat-cepat beraliansi dengan kerajaan-kera jaan La tin yang tersisa. Dua kali pemimpin Zankiyah itu berusaha pada 1150 dan 1151, hasilnya tidak banyak berubah.

Barulah kira-kira tiga tahun kemudian, Damaksus benar-benar melemah. Penerus Mu'inuddin, yakni Mujiruddin, tidak dapat mengatasi serangan terhadap kotanya. Sejak 1154, sekujur Syam berada dalam genggaman Nuruddin. 

Visinya tak berhenti pada Syam, tetapi seluruh daulah Islam. Itu terwujud sejak Syaifuddin wafat dan digan tikan oleh Qutbuddin. Yang terakhir itu kemudian menyerahkan kekuasaannya kepada Nuruddin. Alhasil, kendali sang `cahaya agama' kini meliputi wilayah antara Irak dan pesisir Mediterania Timur.

<sumber : Islam Digest/Rol

No comments: