Tauhid: 4 Keesaan Allah Taala Menurut Quraish Shihab

Tauhid: 4 Keesaan Allah Taala Menurut Quraish Shihab
Prof Dr Quraish Shihab/Foto Ist
Muhammad Quraish Shihab mengatakan Allah Maha Esa dan Keesaan-Nya itu mencakup empat macam keesaan: 1. Keesaan Zat, 2. Keesaan Sifat, 3. Keesaan Perbuatan, dan 4. Keesaan dalam beribadah kepada-Nya.

Keesaan Zat mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya bahwa Allah SWT tidak terdiri dari unsur-unsur, atau bagian-bagian, karena bila Zat Yang Mahakuasa itu terdiri dari dua unsur atau lebih -betapapun kecilnya unsur atau bagian itu- maka ini berarti Dia membutuhkan unsur atau bagian itu. Dengan kata lain unsur atau bagian itu merupakan syarat bagi wujud-Nya.

Quraish mencontohkan sebuah jam tangan. "Anda menemukan jam tersebut terdiri dari beberapa bagian, ada jarum yang menunjuk angka, ada logam, ada karet, dan lain-lain," kata Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat".

Bagian-bagian tersebut dibutuhkan oleh sebuah jam tangan, karena tanpa bagian itu, ia tidak dapat menjadi jam tangan. "Nah, ketika itu, walaupun jam tangan ini hanya satu, tetapi ia tidak esa, karena ia terdiri dari bagian-bagian tersebut," jelasnya.

Jika demikian, Zat Tuhan pasti tidak terdiri dari unsur atau bagian-bagian betapapun kecilnya, karena jika demikian, Dia tidak lagi menjadi Tuhan. Benak kita tidak dapat membayangkan Tuhan membutuhkan sesuatu dan Al-Quran pun menegaskan demikian:

"Wahai seluruh manusia kamulah yang butuh kepada Allah dan Allah Mahakaya tidak membutuhkan sesuatu lagi Maha Terpuji" ( QS Fathir [35] : 15).

Setiap penganut paham tauhid berkeyakinan bahwa Allah adalah sumber segala sesuatu dan Dia sendiri tidak bersumber dari sesuatu pun. Al-Quran menegaskan bahwa,

"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat" ( QS Al-Syura [42] : 11)

Perhatikan redaksi ayat di atas, "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya." Quraish mengatakan yang serupa dengan-Nya pun tidak ada, apalagi yang seperti Dia. lebih-lebih yang sama dengan-Nya. Karena itu, jangankan secara faktual di dunia nyata ada yang seperti dengan-Nya, yang secara imajinatif pun tidak ada yang serupa dengan-Nya.

Keragaman dan bilangan lebih dari satu adalah substansi setiap makhluk, bukan ciri Khaliq. Itulah sebagian makna Keesaan dalam Zat-Nya.

Sifat-Nya
Kedua, adapun keesaan sifat-Nya, maka itu antara lain berarti bahwa Allah memiliki sifat yang tidak sama dalam substansi dan kapasitasnya dengan sifat makhluk, walaupun dari segi bahasa kata yang digunakan untuk menunjuk sifat tersebut sama.

Quraish mengambil contoh, kata Rahim merupakan sifat bagi Allah, tetapi juga digunakan untuk menunjuk rahmat atau kasih sayang makhluk. Namun substansi dan kapasitas rahmat dan kasih sayang Allah berbeda dengan rahmat makhluk-Nya.

Allah Esa dalam sifat-Nya, sehingga tidak ada yang menyamai substansi dan kapasitas sifat tersebut.

Menurut Quraish, sementara ulama memahami lebih jauh keesaan sifat-Nya itu, dalam arti bahwa Zat-Nya sendiri merupakan sifat-Nya.

Demikian mereka memahami keesaan secara amat murni. Mereka menolak adanya "sifat" bagi Allah, walaupun mereka tetap yakin dan percaya bahwa Allah Maha Mengetahui, Maha Pengampun, Maha Penyantun, dan lain-lain yang secara umum dikenal ada sembilan puluh sembilan. Mereka yakin tentang hal tersebut, tetapi mereka menolak menamainya sifat-sifat.

Lebih jauh penganut paham ini berpendapat bahwa "sifat-Nya" merupakan satu kesatuan, sehingga kalau dengan tauhid Zat, dinafikan segala unsur keterbilangan pada Zat-Nya, betapapun kecilnya unsur itu, maka dengan tauhid sifat dinafikan segala macam dan bentuk ketersusunan dan keterbilangan bagi sifat-sifat Allah.

Berapa jumlah sifat Allah itu? Quraish mengatakan yang populer menurut sebuah hadis ada 99 sifat. Tetapi Muhammad Husain Ath-Thabathaba'i, setelah menelusuri ayat-ayat Al-Quran, menyimpulkan bahwa ada 127 nama atau sifat Allah yang ditemukan dalam Al-Quran, kesemuanya merupakan Al-Asma', Al-Husna. Rincian sifat/nama-nama itu dikemukakannya dalam Tafsirnya Al-Mizan ketika menafsirkan QS Al-A'raf [7] : 180.

Perbuatan-Nya
Ketiga, keesaan perbuatan-Nya. Ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berada di alam raya ini, baik sistem kerjanya maupun sebab dan wujud-Nya, kesemuanya adalah hasil perbuatan Allah semata.

Apa yang dikehendaki-Nya terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi, tidak ada daya (untuk memperoleh manfaat), tidak pula kekuatan (untuk menolak madarat), kecuali bersumber dari Allah SWT.

Tetapi ini bukan berarti bahwa Allah SWT berlaku sewenang-wenang, atau "bekerja" tanpa sistem yang ditetapkanNya. Keesaan perbuatan-Nya dikaitkan dengan hukum-hukum, atau takdir dan sunnatullah yang ditetapkan-Nya.

Dalam mewujudkan kehendak-Nya Dia tidak membutuhkan apa pun.

"Sesungguhnya keadaan-Nya bila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata, 'Jadilah!' Maka jadilah ia" ( QS Yasin [36] : 82)

Quraish menjelaskan tetapi ini bukan juga berarti bahwa Allah membutuhkan kata "jadilah;" ayat ini hanya bermaksud menggambarkan bahwa pada hakikatnya dalam mewujudkan sesuatu Dia tidak membutuhkan apa pun.

Ayat ini juga tidak berarti bahwa segala sesuatu yang diciptakan-Nya tercipta dalam sekejap, tanpa proses, sesuai dengan kehendak-Nya. Bukankah Isa as dinyatakan-Nya sebagai tercipta dengan kun.

"Sesungguhnya keadaan (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti Adam, diciptakan dari tanah kemudian Dia katakan kepadanya kun (jadilah), maka jadilah dia" ( QS Ali 'Imran [3] : 59).

Pada ayat lain, Al-Quran menggambarkan proses kejadian Isa, yang dimulai dengan kehadiran malaikat kepada Maryam, kehamilannya, sakit perut menjelang kelahiran, dan akhirnya lahir (Baca QS Maryam [19] : 16-26).

Sekali lagi, kata kun bukan berarti bahwa segala sesuatu yang dikehendaki-Nya terjadi serta-merta tanpa suatu proses.

Beribadah Kepada-Nya
Keempat, Quraish menjelaskan kalau ketiga keesaan di atas merupakan hal-hal yang harus diketahui dan diyakini, maka keesaan keempat ini merupakan perwujudan dari ketiga makna keesaan terdahulu.

Ibadah itu beraneka ragam dan bertingkat-tingkat. Salah satu ragamnya yang paling jelas, adalah amalan tertentu yang ditetapkan cara dan atau kadarnya langsung oleh Allah atau melalui Rasul-Nya, dan yang secara populer dikenal dengan istilah ibadah mahdhah.

Sedangkan ibadah dalam pengertiannya yang umum, mencakup segala macam aktivitas yang dilakukan demi karena Allah.

Nah, mengesakan Tuhan dalam beribadah, menuntut manusia untuk melaksanakan segala sesuatu demi karena Allah, baik sesuatu itu dalam bentuk ibadah mahdhah (murni), maupun selainnya. Walhasil, keesaan Allah dalam beribadah kepada-Nya adalah dengan melaksanakan apa yang tergambar dalam firman-Nya,

"Katakanlah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, (seterusnya) karena Allah, Pemelihara seluruh alam'" ( QS Al-An'am [6] : 162).

(mhy) Miftah H. Yusufpati

No comments: