Pidato Husein saat 77 Orang Pengikutnya Berhadapan dengan 30.000 Orang Pasukan Muawiyah

 Pidato Husein saat 77 Orang Pengikutnya Berhadapan dengan 30.000 Orang Pasukan Muawiyah

Pasukan Husein hanya 77 orang menghadapi 30.000 pasukan Muawiyah. Foto/Ilustrasi: Ist
Fajar mulai tampak di ufuk, pertanda subuh akan segera datang untuk mengusir kegelapan malam. Perkemahan hamba-hamba Allah mulai disibukkan oleh datangnya pagi.

Fajar perlahan-lahan menghamparkan dirinya di padang Karbala dan menyajikan warna perak di sungai Furat. Inilah saatnya untuk melaksanakan penghambaan kepada sang Maha Pencipta.

Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah SAW dan para pengikutnya yang setia berdiri menghadap kiblat menunjukkan kepatuhan kepada Tuhan dengan melaksanakan perintah sholat. Usai sholat, beliau berdiri untuk menyampaikan beberapa patah kata di hadapan para sahabatnya.

Setelah memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah, beliau berkata, “Tuhan berkehendak untuk memerintahkan jihad kepada kita. Sudah menjadi ketentuan-Nya bahwa kita semua akan gugur sebagai syahid. Karenanya, bersabarlah menyongsong jihad melawan kekafiran ini.

Pagi itu, Husein mengatur barisan pasukannya yang berjumlah 77 orang. Pasukan sekecil itu diaturnya sedemikian rapi hingga menyerupai sebuah laskar besar.

Zuhair bin Qain mendapatkan tugas di bagian kanan, sedangkan Habib bin Madhahir ditempatkan di kiri. Bendera perang beliau serahkan kepada Abbas, adiknya.

Sedangkan Sayyidna Husien sendiri berada di tengah barisan pasukan bersama sanak keluarganya. Sebagai langkah awal pertahanan, pasukan suci itu membakar kayu-kayu yang ada di balik parit yang memisahkan mereka dengan pasukan musuh.

Dengan cara itu mereka membuat sebuah kubu pertahanan yang kuat, sehingga tidak lagi disibukkan untuk menjaga perkemahan. Tak lama kemudian, pasukan musuh mulai bergerak maju.

Umar bin Saad dengan pasukannya yang berjumlah 30 ribu orang menempatkan Umar bin Hajjaj di bagian kanan dan Syimr bin Dzil Jausyan di bagian kiri.

Komandan pasukan Ibnu Ziyad itu memerintahkan Azrah bin Qais untuk memimpin pasukan berkuda. Pasukan pejalan kaki dipimpin oleh Syabats bin Rab`i.

Sedangkan bendera perang pasukan dipegang oleh Zubaib, budak Umar bin Saad. Serangan ke arah kamp Imam Husein dilancarkan.

Pasukan Ibnu Ziyad yang berencana menyerang dari belakang terpaksa mengurungkan niat karena berhadapan dengan api yang disulut oleh sahabat-sahabat Imam Husein.

Dengan kesal dan kemarahan memuncak, Syimr menyeringai, “Hai Husein, rupanya kau tidak sabar untuk merasakan neraka sehingga buru-buru menyalakannya di dunia.”

“Siapa dia,” tanya Husein. “Aku rasa dia adalah Syimr bin Dzil Jausyan” lanjut beliau.

“Ya, dia adalah Syimr,” jawab para sahabat. “Hei Syimr, engkau lebih layak masuk ke neraka dari pada aku."

Muslim bin Ausajah maju dan meminta izin dari Imam Husein untuk membidikkan anak panahnya ke arah Syimr. Imam melarang dan mengatakan, “Aku tidak ingin menjadi pihak yang memulai.”

Husein memandang ke arah pasukan Bani Umayyah, lalu mengangkat tangannya ke atas dan berdoa, “Ya Allah, Husein-Mu selalu bertawakkal dan menyerahkan diri kepada-Mu. Engkaulah harapanku saat menghadapi kesulitan. Aku menyerahkan segalanya kepada-Mu. Ya Allah betapa banyak masalah yang Engkau selesaikan setelah aku menyerahkannya kepada-Mu."

"Betapa banyak kesulitan yang meluluhkan orang perkasa sekalipun menjadi mudah bagiku saat aku mengajukannya kehadirat-Mu. Ya Allah, sekarang ini pun aku menyerahkan diriku dan segala urusanku kepada-Mu."

Setelah itu, Husein meminta kudanya yang bernama Dzul Janah dan melesat ke arah barisan pasukan Kufah. Persis di hadapan mereka beliau berhenti dan mengatakan:

“Wahai kalian semua! Jangan terburu-buru dan gegabah dalam mengambil tindakan. Pikirkan sejenak dan dengarkanlah kata-kata dan nasihatku. Sebab kalian berhak untuk mendengarnya dariku. Jika kalian mau mendengar dan memikirkannya, jalan kebahagiaan akan terbentang di hadapan kalian. Jika tidak lakukanlah apa yang kalian mau dan selesaikanlah urusan ini secepatnya. Ketahuilah bahwa Allah adalah Tuanku. Dialah yang menurunkan kitab suci dan melindungi hamba-
hambaNya.”

Suara tangis histeris mengiringi kata-kata Husein, sehingga beliau meminta adiknya, Abul Fadhl Abbas untuk mendiamkan mereka dan berkata: “Abbas, suruh mereka berhenti sebab masih banyak musibah yang akan mereka alami dan masih banyak kesempatan untuk menguras air mata.”

Setelah suara tangisan reda, beliau meneruskan: “Maha Suci Allah yang telah menjadikan dunia sebagai tempat kefanaan dan menjadikan umat manusia sebagai penonton perubahan yang terjadi di dalamnya."

"Karenanya, siapa saja yang melihat dunia bagai sesuatu yang agung berarti dia telah menipu dirinya sendiri. Barang siapa yang terjebak di dalam tipu daya dunia, hanya kesengsaraanlah yang diadapatkan."

"Karenanya, jangan biarkan dunia menipu kalian! Sebab dunia akan mengandaskan seluruh harapan dan angan-angan pecintanya. Mengapa kalian cenderung mengikuti orang-orang yang hanya akan menjerumuskan kalian ke dalam murka dan amarah Allah?"

"Betapa Allah maha baik dan bijaksana dan betapa buruknya kalian sebagai hamba-Nya."

"Wahai kalian yang mengakui ketuhanan-Nya dan mengaku beriman kepada Nabi-Nya. Untuk apa kalian mesti memerangi keluarga Rasul? Sungguh setan telah merasuki jiwa dan pikiran kalian."

"Semoga Allah mengandaskan seluruh angan-angan kalian. Wahai warga Kufah, pikirkan benar-benar siapakah diriku? Bukankah aku anak putri Nabi? Bukankah aku putra washi Rasul? Bukankah aku putra orang yang pertama memeluk agama Islam? Bukankah Hamzah, penghulu para syuhada adalah paman ayahku? Bukankah Ja’far Thayyar, pamanku?"

"Lupakah kalian akan sabda Nabi tentang diriku dan saudaraku? Lupakah kalian akan sabda Nabi bahwa Hasan dan Husein adalah penghulu pemuda surga?"

"Apakah kalian mengira aku berdusta? Aku bersumpah bahwa aku tidak pernah mengotori lidah ini dengan kata-kata dusta. Jika kalian tidak percaya tanyakan kepada Jabir bin Abdillah Al-Anshari, Abu Said Al-Khudri, Sahl bin Sa’d As-Saidi, Zaid bin Arqam atau Anas bin Malik. Mereka akan memberitahu kalian akan kebenaran kata-kataku. Semoga sabda Nabi mengenai kami bisa mencegah kalian dari niat menzalimi kami.”
Tiba-tiba Syimr bin Dzil Jausyan memotong kata-kata beliau dengan berseru: “Hei Husein! Aku pasti akan ragu menyembah Tuhan jika aku tahu kebenaran kata-katamu.”

Celoteh Syimr dijawab oleh Habib bin Madhahir: “Hei Syimr! Demi Allah, selama ini engkau beribadah dengan keraguan yang menguasai jiwa dan pikiranmu. Aku tahu benar bahwa engkau tidak akan memahami apa yang dikatakan oleh tuanku, Husein. Sebab Allah telah membuat hatimu sekeras batu.”

Husein melanjutkan: “Jika kalian masih ragu, apakah kalian meragukan bahwa aku adalah anak dari putri Nabi kalian?"

"Demi Allah kalian tidak akan menemukan cucu Nabi didunia ini selain diriku. Celaka kalian! Apakah aku telah membunuh salah seorang dari kalian, sehingga kalian datang untuk menuntut balas dariku? Apakah aku telah merampas harta kalian sehingga kalian menghunus pedang terhadapku?”

Semua diam membisu, takterkecuali Syimr. Husein lantas memanggil beberapa orang dari barisan musuh: “Wahai Syabats bin Rab`i, Hajjar bin Abjad, Qais bin Asy’ats, Zaid bin Haritsah! Bukankah kalian yang menulis surat kepadaku untuk datang dengan mengatakan bahwa buah-buah telah masak dan siap dipetik, dan seluruh warga Kufah akan menjadi bala tentaraku? Apakah kalian sudah lupa kepada janji dan sumpah setia kalian?”

Semuanya membantah pernah menulis surat itu kepada Al-Husein. Beliau menjawab: “Demi Allah kalian telah menulis surat itu.”

Qais bin Asy’ats menyergah: “Kami tidak tahu apa yang kau maksudkan. Jalan terbaik bagimu adalah menyerah dan menerima kekuasaan Bani Umayyah. Mereka pasti akan memberimu hadiah sebanyak yang kau inginkan. Mereka tidak akan mencelakakanmu.”

Al-Husein: “Hei Qais! Apakah engkau mengira bahwa Bani Hasyim akan menuntut darah orang selain Muslim bin Aqil darimu? Demi Allah aku tidak akan mengulurkan tangan kepada para tuanmu. Aku juga tidak akan pernah takut menghadapi peperangan. Karena aku hanya berlindung kepada Allah, Tuhanku.”

(mhy) Miftah H. Yusufpati

No comments: