Kisah Kedermawanan Khalifah Harun Al-Rasyid, Membagi-bagi Uang di Mekkah dan Madinah

Kisah Kedermawanan Khalifah Harun Al-Rasyid, Membagi-bagi Uang di Mekkah dan Madinah
Khalifah Harun Al-Rasyid dikenal amat dermawan. Foto/Ilustrasi: Ist
Harun Al-Rasyid adalah khalifah Dinasi Abbasiyah yang dikenal amat dermawan. Sungguh tak pernah ada seorang khalifah yang setara dengannya dalam hal kedermawanan. Di samping itu dia juga suka dipuji. Kalau ada yang memujinya, dia akan mengeluarkan uang dalam jumlah besar.

Harun Al-Rasyid adalah khalifah kelima Dinasti Abbasiyah menggantikan Khalifah Musa Al-Hadi. Ia memerintah antara tahun 786 hingga 803. Nama lengkapnya adalah Abu Ja’far Harun bin Al-Mahdi bin Al-Manshur bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas.

Dia mendapat gelar Al-Rasyid dari ayahnya (Al-Mahdi) ketika dia sukses dalam ekspedisi militer menaklukkan Romawi. Bersamaan dengan pemberian gelar tersebut, dia pun dilantik sebagai putra mahkota setelah Musa Al-Hadi.

Buku The History of al-Tabari menyebutkan bahwa Harun Al-Rasyid naik takhta pada malam Jum’at, 16 Rabiul Awal 170 H/ September 786 M. Ketika itu usianya masih sekitar 21 tahun.

"Dia lahir di Rayy (Iran sekarang) pada 1 Muharram 149 H/16 Februari 766 M. Ibunya bernama Khaizuran, seorang budak Al-Mahdi, yang juga ibu dari Musa Al-Hadi," tutur al-Thabari.

Sebagaimana dikisahkan oleh Thabari, pada malam pelantikan Harun Al-Rasyid, terjadi intrik politik yang luar biasa di dalam istana Baghdad. Ketika itu, ibu suri Dinasti Abbasiyah yang bernama Khaizuran memerintahkan kepada budak-budak perempuannya untuk mendekati dan membunuh Khalifah Al-Hadi yang sedang sakit tak berdaya.

Di sisi lain, Khalifah Al-Hadi memerintahkan orang-orang kepercayaannya agar memburu Harun Al-Rasyid beserta orang-orang dekatnya. Dengan kata lain, pada malam ini terjadi pertarungan penghabisan antara dua kekuatan politik dalam tubuh istana. Dan apa pun hasilnya, kedua pihak sudah memiliki rancangan skenario selanjutnya.

Sejarah pun membuktikan, bahwa skenario yang dibuat Khaizuranlah yang berhasil memenangkan persaingan. Al-Hadi berhasil dibunuh, dan Harun selamat. Maka di malam yang sama itu, Harun Al-Rasyid langsung dilantik sebagai khalifah.

Pelantikan ini tidak dilakukan secara terbuka di hadapan publik. Hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat istana. Setelah mendapat baiat dari sejumlah tokoh terkemuka, Harun segera melantik Yahya bin Khalid al Barmaki sebagai wazirnya.

Harun dan Yahya memang sangat dekat. Akbar Shah Najeebabadi dalam bukunya berjudul "The History Of Islam" menyebutkan bahwa hubungan kedua orang ini sudah terjadi sejak dini, yaitu ketika Harun Al-Rasyid lahir.

Sepekan sebelumnya, istri Yahya bin Khalid yang bernama Zainab binti Munir baru saja melahirkan seorang putra bernama Fadl bin Yahya bin Khalid. Mungkin karena baru melahirkan, air susu Khaizuran belum mengalir sempurna. Sehingga Zainab ditunjuk untuk menyusui Harun Al-Rasyid. Dan ketika air susu Kaizuran sudah mengalir sempurna, Fadl bin Yahya juga disusui oleh Khaizuran.

Dari sinilah, hubungan antara Yahya dan Harun terjalin. Bagi Harun Al-Rasyid, Yahya dan istrinya sudah seperti ayah dan ibunya sendiri, demikian juga sebaliknya. Maka tidak mengherankan ketika Harun dipercaya oleh Al-Mahdi untuk mengelola seluruh wilayah barat Abbasiyah, Yahya bin Khalid yang dipercaya untuk mendampinginya sebagai wazir.

Agaknya keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan hubungan emosional ini juga. Bersama Yahya, Harun akan berada di bawah pengawasan yang terpercaya. Karena dia tidak hanya menjadi wazir, tapi juga sahabat dan juga ayah bagi Harun.

Cincin Khalifah
Latar belakang kedekatan ini pula yang akhirnya menjelaskan kedudukan Yahya di awal masa kekhalifahan Harun Al-Rasyid. Sesaat setelah dilantik sebagai khalifah kelima Dinasti Abbasiyah, Harun langsung mengangkat Yahya sebagai wazir.

Tidak main-main, Yahya langsung diberikan kepercayaan penuh untuk mengawal jalannya transisi. Harun bahkan menyerahkan cincin khalifah kepada Yahya. Cincin ini sekaligus berfungsi sebagai segel resmi istana. Dengan cincin ini, Yahya bisa berbuat sekehendak hati layaknya khalifah itu sendiri.

Yahya pun tidak menyia-nyiakan kepercayaan ini. Dengan sigap dia langsung mencari cara paling efektif untuk memantapkan legitimasi Harun Al-Rasyid. Dia segera menulis surat ke berbagai provinsi yang isinya berita tentang kematian Al-Hadi dan pengumuman tentang pengangkatan Harun Al-Rasyid.

Yahya lalu memerintahkan orang kepercayaannya bernama Yusuf bin Al-Qasim bin Subayh Al-Katib agar mengumpulkan para jenderal dan komadan pasukan Abbasiyah. Keesokan paginya, para komandan pasukan sudah berkumpul di Istana Baghdad. Di hadapan mereka sudah berdiri Yusuf bin Al-Qasim.

Yusuf kemudian berpidato di hadapan para komandan militer Abbasiyah, yang intinya mengabarkan bahwa Musa Al-Hadi sudah meninggal semalam. Tapi sebelum kematiannya, dia sudah berwasiat, sebagaimana juga wasiat ayahnya, bahwa Harun Al-Rasyid yang berhak menggantikannya. Dengan demikian, Harun sudah dilantik, dan sudah resmi menjadi khalifah yang baru hari ini.

Berdasarkan perintah khalifah Harun Al-Rasyid, pada pagi ini juga perbendaharaan negara dibuka lebar. Semua gaji prajurit yang sudah beberapa bulan belum dibayar Musa Al-Hadi, akan langsung dibayar kontan. Plus, gaji tambahan juga diberikan secara cuma-cuma kepada prajurit dalam jumlah cukup besar, sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan sanak keluarga mereka semua selama sebulan.

Di akhir pidatonya, Yusuf bin Al-Qasim meminta agar semua prajurit menetapkan kesetiaannya pada khalifah yang baru. Karena Harun sudah berjanji, jika imperium Abbasiyah menguat dan harta kekayaan negara meningkat di bahwa pemerintahannya, maka kesejahteraan prajurit akan diprioritaskan.

Mendengar pengumuman ini, tak ayal arus dukungan pun langsung menguat ke Harun Al-Rasyid. Para prajurit seperti lupa bahwa pada malam yang sama Al-Hadi baru saja meninggal dunia. Tapi mereka tersengat oleh pidato Yusuf bin Al-Qasim, dan larut dalam euforia kegembiraan menyambut datangnya khalifah baru.

Para aktor politik yang dulunya berposisi dipihak Al-Hadi langsung diam seribu bahasa. Dalam waktu yang demikian singkat, Harun Al-Rasyid langsung meraup simpati dan legitimasi untuk menjabat sebagai khalifah kelima Dinasti Abbasiyah.

Pesaing Politik
Setelah memastikan legitmasinya sebagai khalifah kelima Dinasti Abbasiyah, Harun Al-Rasyid segera menundukkan semua pesaing politiknya. Seperti Ja’far bin Al-Hadi yang sebelumnya ingin dinobatkan sebagai putra mahkota menggantikan Harun.

Dia mengutus Huzaymah bin Khazim at-Tamimi mendatangi Ja’far bersama lima ribu pasukan. Di hadapan Ja’far, Huzaymah mengancam akan memenggal kepala Ja’far bila tidak segera memberikan baiatnya pada Harun Al-Rasyid. Ja’far pun tidak punya pilihan, selain membaiat pamannya.

Setelah selesai dengan urusan legitimasinya, Harun kemudian langsung bekerja merestrukturisasi negara secara keseluruhan. Hampir semuanya dia susun ulang agar kompatibel dengan keinginannya.

Batas-batas provinsi, kembali diatur ulang dan dibuat lebih tegas teritorinya. Kemudian dia juga membentuk provinsi-provinsi baru, dan juga membagi-bagi kawasan berdasarkan karakternya secara detail. Secara umum, bisa dikatakan bahwa pada masa pemerintahan Harun inilah Abbasiyah benar-benar beroperasi sebagai negara secara utuh.

Terkait masalah politik, Harun memiliki kelenturan seperti ayahnya, Al-Mahdi. Dia mengganti para gubernur yang dirasa kurang cocok dan bermasalah secara politik. Seperti Umar bin Abdul Aziz, Gubernur Madinah yang pada masa Al-Hadi melakukan pembantaian terhadap anak keturunan Ali bin Abi Thalib, oleh Harun disingkirkan, dan diganti dengan sosok bernama Ishaq bin Sulaiman.

Setelah itu dia berusaha kembali merangkul seluruh Bani Hasyim, dengan membagikan kas negara secara merata ke semua pihak yang berhak. Dia juga mengeluarkan kebijakan mengampuni semua orang yang diusir atau yang hidup di pengasingan, dan mengizinkan mereka kembali dengan aman – kecuali orang-orang yang sudah dinyatakan murtad dan zindiq.

Umumnya, mereka yang terusir dan terasing ini adalah para pendukung keturunan Ali bin Abi Thalib yang selama masa pemerintahan sebelumnya diburu dan kejar-kejar.

Dalam hal pemerintahan, Harun juga merangkul banyak orang-orang Persia ke dalam struktur pemerintahannya. Sebagian pendapat mengatakan bahwa kebijakan ini lahir karena wazirnya, Yahya bin Khalid, berasal dari Persia. Tapi bila ditinjau lebih jauh, kebijakan ini memang lebih baik secara politis. Mengingat Baghdad sendiri memang terletak di Persia, dan prajurit-prajurit andalan Bani Abbas umumnya banyak orang Persia.

Selain Yahya bin Khalid, satu orang lagi yang oleh Harun diberikan porsi kekuasaan sangat besar adalah ibunya, Khaizuran. Bila di era Al-Hadi, Khaizuran dibelenggu secara politik, maka di era Harun Al-Rasyid, ibunya dibebaskan untuk berkecimpung dalam masalah politik sebagaimana dulu di era Al-Mahdi. Sebagaimana kemudian terjadi, baik Yahya maupun ibunya memang memberikan dampak positif bagi Harun Al-Rasyid.

Keduanya adalah orang-orang berpengalaman dalam politik dan urusan pemerintahan ketika era Al-Mahdi. Mereka berdua inilah pendukung paling setia Harun Al-Rasyid, sekaligus tempat khalifah berdiskusi dan meminta nasihat.

Gubernur-gubernur yang ditunjuk oleh Harun Al-Rasyid umumnya adalah orang yang direkomendasikan oleh Yahya. Dan beberapa kebijakan yang dikeluarkan Harun di awal masa pemerintahannya, umumnya hasil konsultasi dari kedua penasihatnya ini. Maka tidak mengherankan, di usianya yang masih 22 tahun, Harun sudah memancarkan kebijaksanaan layaknya raja yang sudah matang.

Di samping itu, salah satu kelebihan Harun Al-Rasyid juga sangat terkenal adalah kedermawanannya. Imam As-Suyuthi dalam "Tarikh Khulafa’; Sejarah Para Khalifah" mengutip Nafthawaih berkata: ”Al-Rasyid banyak mengikuti perilaku kakeknya, Al-Manshur, kecuali dalam hal kekikiran. Sungguh tak pernah ada seorang khalifah yang setara dengannya dalam hal kedermawanan…” Di samping itu dia juga suka dipuji. Kalau ada yang memujinya, dia akan mengeluarkan uang dalam jumlah besar.

Ketika datang musim haji di tahun pertamanya memerintah, Harun benar-benar menjadikan ini sebagai momentum untuk memparadekan kedermawanannya. Dia sangat royal membagi-bagikan hadiah dan uang kepada masyarakat di Mekkah dan Madinah, sehingga ini dicatat oleh para sejarawan.

(mhyMiftah H. Yusufpati

No comments: