Sejarah Madzab-madzab Fikih

madzab fikih
Dalam sejarah ada banyak madzab-madzab fikih, namun yang dikenal hanya empat madzab saja, mengapa demikian?

RASULULLAH ﷺ diutus Allah Ta’ala untuk menyampaikan risalah yang diturunkan kepadanya, juga menjelaskan syariatnya. Kemudian meninggalkan manusia setelahnya dengan petunjuk, yang tidak akan sesat ketika seorang itu mengikutinya. Petunjuk itu tidak lain adalah al-Qur’ an dan sunahnya.

Rasulullah ﷺ wafat dalam keadaan dimana umat ini tercerahkan dengan cahaya Islam. Baik akidah, syariah, maupun akhlaknya. Mereka itulah para sahabatnya.
Merekalah yang menyaksikan bagaimana wahyu turun. Para sahabat pun menyampaian risalah itu dengan amanah. Sehingga masa sahabat tidak berakhir, kecuali perkataan Rasulullah ﷺ dan perbuatannya tersampaikan, tanpa ada yang terkurangi.

Ketika ada salah satu dari mereka luput untuk memperoleh hadits-hadits Rasulullah maka yang lainnya tidak akan luput darinya. Sebagaimana disampaikan oleh Imam Asy Syafi’i, “Sesungguhnya seluruh Sahabat telah meriwayatkan kabar Rasulullah , hadits-haditsnya, serta fatwa-fatwanya.”

Jika masa Rasulullah adalah penyampaian risalah, maka masa Sahabat adalah masa penjagaannya, serta penyebarannya. Tidak hanya itu, bahkan para sahabat juga mengambil kesimpulan, dan masa berijtihad dalam hal-hal yang mereka tidak mengetahui hal itu dari Rasulullah .ﷺ

Munculnya Perbedaan dan Kesepakatan (Ijma)

Mulailah di masa Sahabat fikih berkembang, disebabkan munculnya perkara-perkara yang tidak mereka dapati di masa Rasulullah ﷺ. Hal itulah yang menuntut mereka untuk melakukan ijtihad.

Demikian juga menyebarnya Islam di berbagai negeri, yang memiliki tradisi yang berbeda-beda, hingga akhirnya muncullah perbedaan fatwa di kalangan para Sahabat.

Sebagaimana para sahabat berbeda dalam ijtihad, terkadang juga ijtihad mereka menghasilkan hukum yang sama, yang disebut ijma’ atau kesepakatan para mujtahid dalam satu kurun waktu terhadap hukum syar’i suatu persoalan.

Munculnya Madzhab dan Taklid di Masa Sahabat

Imam Ibnu Jarir berkata mengenai Umar bin Al Khaththab, “la tidak memiliki para pengikut yang merilis fatwa-fatwanya dan madzhab-madzhabnya dalam fikih, kecuali Ibnu Mas’ud, dimana ia (Ibnu Mas’ud) meninggalkan madzhabnya dan penda patnya demi pendapat Umar. Dan ia pun nyaris tidak pernah menyelisihi sesuatu pun dalam madzhabnya, ia pun meralat pendapatnya demi pendapat Umar.” Da- lam hal pengikutan Ibnu Mas’ud kepada pendapat Umar dalam fikih, Asy Sya’bi menyatakan, “Abdullah tidak pernah qunut, namun kalau sekiranya Umar berqunut, maka ia pun berqunut.

Syeikh Ahmad Al Kiranawi, ulama muhaddits dari India menyampulkan, “Teks- teks ini memberikan petunjuk bagimu, bahwasannya metode taklid telah menye- bar di kalangan sahabat dan tabi’in, sampai-sampai sebagian mujtahid bertaklid kepada mujtahid lainnya, lebih-lebih bagi yang tidak memiliki kemampuan untuk berijtihad.”

Fikih di Masa Tabi’in Mewarisi Fikih para Sahabat

Dari para ulama di kalangan Sahabat, ada para tabi’in yang konsisten belajar kepada mereka. Di antara yang telah mengambil ilmu fikih dari Ibnu Abbas adalah Ikrimah.
Sedangkan yang mewarisi ilmu Umar bin Al Khaththab adalah Said Bin Al Musayyib. Sedangkan fikih Ibnu Umar diwarisi oleh Nafi’.

Adapun ilmu Ibnu Mas’ud di Iraq diwarisi oleh Ibrahim An Nakha’i dan Al-qamah. Para fuqaha dari kalangan tabiin dalam mayoritas masalah tidak keluar dari pendapat para guru mereka dari kalangan sahabat.

Namun, mereka juga berijtihad dalam masalah-masalah yang tidak mereka dapati dari para guru mereka, tentunya dengan metode yang mereka peroleh dari guru mereka itu. Pada saat itu, muncullah para fuqaha yang menjadi panutan umat.

Di Madinah mencul para mujtahid, di antaranya adalah Sa’id bin AI Musayyib, Urwah bin Az Zubair, Sulaiman bin Yasar dan lainya. Di Makkah muncul Atha’, Thawus, Mujahid.

Di Kufah munculAlqamah serta Al Aswad bin Yazid An Nakha’i. Sedang di Bashrah muncul Muhammad bin Sirin, Hasan Al Bashri serta lainnya. Sedangkan di Mesir muncul Imam Al Laits, yang menjadi panutan penduduk negeri itu.

Madzhab Empat Mewarisi Ilmu para Fuqaha dari kalangan Tabiin

Setelah berlalu masa mujtahid di kalangan tabi’in, muncullah beberapa ulama mujtahid yang tidak lain merupakan murid-murid dari para fuqaha dari kalangan tabi’in. Ada Imam Ibu Hanifah di Iraq, Imam vank di Madinah, Imam Al Auza’i di Syam an sebelumnya sudah dicatat kemunculan lama mujtahid di Mesir, yakni Imam Al am Abu Hanifah memperoleh ilmu dari Ibrahim An-Nakha’i, sedangkan Imam Malik memperoleh ilmu dari Nafi’.

Kemudian muncul Imam Asy Syafi’i, yang pada awal madzhabnya dikenal di Iraq, kemudian di Mesir. Disusul munculnya madzhab Imam Ahmad bin Hanbal di lraq.

Kemana Madzab Fikih Lainnya?

Meskipun jumlah madzhab lebih dari empat, namun mengapa madzab fikih yang masyhur di kalangan Sunni (Ahlus Sunnah) adalah madzhab empat? Hal ini karena di antara madzab yang ada, ada madzhab-madzhab fikih yang tidak terbukukan.

Di antaranya adalah Madzhab Imam Al-Laits di Mesir dan Madzhab Imam Al Auza’I di Syam yang semasa dengan Imam Abu Hanifah. Ada pula Madzhab Syubrumah di Bashrah, juga Ibnu Abi Laila di Kufah.

Bahkan Imam ASy Syafii sampai menyatakan, “Imam Al-Laits lebih pandai dalam fikih dibanding lmam Malik.” Hanya saja para pengikutnya tidak melestarikan fikih guru mereka. Sebab itulah madzhab para ulama besar itu tidak diamalkan hingga kini, disebabkan tidak tercatat dengan baik seperti madzhab empat, dan tidak memiliki penerus yang melestarikan madzhab ini.

Dengan demiklan, yang sampai kepada umat Islam di kalangan sunni saat ini, dan yang masih terus lestari dan diamalkan serta memiliki pengikut adalah madzhab empat saja.
Meski banyak perbedaan, namun sejatinya sumber utama mereka tetap al-Qur’an dan As-Sunnah, yang mereka peroleh dari pemaham fikih para sahabat dan tabi’in.*/Thoriq, artikel pernah dimuat di Majalah Hidayatullah

Rep: Ahmad
Editor: -

No comments: