Cara Mati-Matian Abu Nawas Mengajar Lembu Mengaji Al-Quran

Cara Mati-Matian Abu Nawas Mengajar Lembu Mengaji Al-Quran
Abu Nawas mendapat tugas mengajar lembu mengaji. (Ilustrasi: Ist)
Hari itu Abu Nawas agak santai setelah sibuk memanen kentang. Tiba-tiba pegawai istana datang. “Tuan Abu Nawas …” kata pegawai istana itu sesampai di rumah Abu Nawas. “Tuan, Hamba dipersilahkan Baginda Raja datang ke istana hari ini juga.”

Setelah sedikit berdandan, Abu Nawas meluncur ke Istana. Tidak terlalu jauh. Hanya setengah jam saja sudah sampai.

“Hai Abu Nawas...” ujar Sultan begitu Abu Nawas menampakkan batang hidungnya.

“Tahukah kamu mengapa kamu aku panggil kemari?" Abu Nawas hanya cengok saja, menanti titah selanjutnya Baginda.

"Aku minta tolong kepadamu untuk mengajari lembuku supaya bisa mengaji Al-Qur’an. Jika lembu itu tidak dapat mengaji, niscaya aku akan menyuruh mereka membunuh kamu,” titah Baginda sembari menunjuk beberapa orang algojo.

Abu Nawas garuk-garuk kepala. Akhirnya ia pun menyanggupi. “Baiklah Tuanku Syah Alam,” jawab Abu Nawas. “Titah tuanku patik junjung di atas kepala patik,” tutur Abu Nawas takzim.

Selanjutnya Badinda menyurun Abu Nawas pulang dengan menuntun seekor lembu. Sesampai di rumah lembu itu diikat erat-erat pada sebatang pohon kurma.

Esok harinya Abu Nawas mulai memukul lembu itu dengan sebuah cambuk rotan sampai setengah mati. Ketika binatang itu hampir mengamuk, Abu Nawas mengucapkan kata “atau”, “atau”, “atau”.

Perkataan itulah yang diajarkan Abu Nawas kepada lembu itu sambil tetap mengayunkan cambukannya tanpa henti. Pekerjaan itu ia lakukan setiap hari pagi sampai tengah hari dan dari zuhur sampai maghrib selama beberapa hari sehingga tidak terpikirkan untuk menghadap ke istana.

Setengah bulan kemudian baginda menyuruh seorang hamba melihat ke rumah Abu Nawas, apakah dia mampu mengajari lembu itu mengaji atau tidak.

Apa yang disaksikan oleh hamba sahaya tadi di rumah Abu Nawas, tiada lain cambukan yang dilancarkan oleh Abu Nawas ke badan lembu itu sambil berkata ”atau, “atau, “atau” sampai binatang itu kesakitan setengah mati. Maka dilaporkanlah hal itu kepada Baginda Sultan.

“Mohon ampun baginda,” kata hamba sahaya itu sesampai di Istana. “Patik lihat Abu Nawas sedang mengajar lembu itu di belakang rumah dengan sebuah cambuk rotan yang besar. Jika tali pengikatnya tidak kuat pastilah lembu itu lepas dan mengamuk, yang diajarkan tidak lain hanyalah tiga patah kata , yaitu “atau”, “atau”, “atau”.

Baginda terheran-heran mendengar laporan itu, setelah berpikir sejenak baginda bertitah, “Panggil kemari Abu Nawas sekarang juga, aku mau tahu apakah lembu itu sudah bisa mengaji atau belum.”

Tidak lama kemudian Abu Nawas pun sampai di Istana, ia pun datang menyembah. “Hai Abu Nawas, sudahkah engkau mengajari lembuku itu dan apakah lembu itu sudah bisa mengaji Al-Qur’an?” tanya Baginda Sultan.

"Sudah bisa sedikit-sedikit, Ya Tuanku Syah Alam,” jawab Abu Nawas.

“Tadi aku suruh seorang hamba melihat ke rumahmu, katanya engkau mengajari lembu itu kalimat 'atau', 'atau', 'atau'. Aku mau tahu apa artinya perkataan itu?”

“Ampun ke Duli Syah Alam,” kata Abu Nawas. "Arti 'atau', 'atau', 'atau' itu adalah jika bukan lembu yang mati, atau hamba, atau tuanku, atau tidak ada salah seorang yang mati, hamba tidak akan puas. Sebab sampai habis umurnya sekalipun, binatang itu tidak akan bisa mengaji Al-Qur’an. Itu sebabnya binatang itu hamba cambuk agar mati. Dengan demikian hamba senang karena pekerjaan hamba dapat selesai. Atau hamba yang mati, atau Paduka yang mati, atau salah satu, barulah habis perkara lembu itu.”

Baginda terperanjat di tempat duduknya, tidak dapat berkata sepatah katapun. Setelah tercenung sejenak, baginda berkata. “Kalau begitu lembu itu boleh kamu ambil, atau kamu jual, atau kamu buat sate.”

“Terima kasih banyak-banyak, ya Tuanku Baginda Syah Alam,” kata Abu Nawas sambil menyembah hingga kepalanya menyentuh tanah. Ia pun mohon diri pulang ke rumah dengan langkah ringan dan hati senang.
(mhy) Miftah H. Yusufpati

No comments: