Kisah Sunan Gresik: Ketika Raja Gedah Membujuk Raja Brawijaya Memeluk Islam
SUNAN Gresik atau Syaikh Maulana Malik Ibrahim berasal dari Turki . Menurut Abu Su’ud dalam Islamologi (Sejarah Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia), beliau adalah seorang ahli tata negara yang ulung. Syaikh Maulana Malik Ibrahim datang ke pulau Jawa pada tahun 1404 M.
Hanya saja, Raffles (1965) dalam The History of Java, mencatat cerita penduduk setempat yang menyatakan bahwa Syaikh Maulana Malik Ibrahim adalah seorang pandita termasyhur berasal dari Arabia, keturunan Zaenal Abidin dan sepupu Raja Chermen yang menetap bersama Mahomedans (orang-orang Islam) di Desa Leran Jenggala.
Sementara itu berdasarkan prasasti makam Syaikh Maulana Malik Ibrahim disebutkan bahwa beliau berasal dari Kashan (bi Kashan), sebuah tempat di Persia (Iran).
Jauh sebelum beliau datang, Islam sudah ada di Jawa walaupun sedikit. Ini dibuktikan dengan adanya makam Fatimah binti Maimun yang nisannya bertuliskan tahun 1082.
Di kalangan rakyat jelata Sunan Gresik sering dipanggil Kakek Bantal. Beliau sangat terkenal terutama di kalangan kasta rendah yang selalu ditindas oleh kasta yang lebih tinggi.
Sunan Gresik menjelaskan bahwa dalam Islam kedudukan semua orang adalah sama sederajat hanya orang yang beriman dan bertakwa tinggi kedudukannya di sisi Allah.
Dia mendirikan pesantren yang merupakan perguruan Islam, tempat mendidik dan menggembleng para santri sebagai calon mubaligh.
Di Gresik, beliau juga memberikan pengarahan agar tingkat kehidupan rakyat gresik semakin meningkat. Beliau memiliki gagasan mengalirkan air dari gunung untuk mengairi sawah dan ladang.
Brawijaya Menolak
Syaikh Maulana Malik Ibrahim dianggap sebagai ayah dari wali songo . Drewes (1983) dalam “New Light on the Coming of Islam to Indonesia” menyebutkan bahwa Syaikh Maulana Malik Ibrahim merupakan salah seorang tokoh yang pertama menyebarkan agama Islam di tanah Jawa dan merupakan wali senior di antara wali lainnya.
Hal tersebut juga sejalan dengan Babad Gresik I karya Soekarman (1990) yang juga menyampaikan kedatangan Syaikh Maulana Malik Ibrahim sebagai wali awal yang datang di wilayah Gresik:
“Yang awal datang ke Gresik adalah dua bersaudara keturunan Arab, Maulana Mahpur dan Maulana Malik Ibrahim dan tetuanya Sayid Yusuf Maghribi beserta 40 pengiring," tulisnya.
Syaikh Maulana Malik Ibrahim juga disebutkan dalam cerita lokal masyarakat Gresik, datang ke Kutaraja Majapahit, menghadap raja, dan mendakwahkan Islam pada Raja Majapahit. Namun Raja Majapahit belum mau masuk Islam, tetapi menerima beliau dan kemudian menganugerahinya sebidang tanah di kota Gresik dan kemudian dikenal dengan nama Desa Gapura
Kedatangan Syaikh Maulana Malik Ibrahim pada Raja Majapahit tersebut tercatat dalam Babad Gresik I sebagai berikut:
“Maulana Mahpur dan Maulana Malik Ibrahim masih bersaudara dengan Raja Gedah (Kedah Malaysia). Mereka berlayar ke Jawa untuk menyebarkan agama sambil berda-gang. Mereka berlabuh di Gerwarasi atau Gresik pada 1293 J / 1371 M.
Soekarman juga menulis, rombongan menghadap Raja Majapahit Brawijaya, menyampaikan kebenaran agama Islam. Sang Raja menyambut baik kedatangan mereka tetapi belum berkenan masuk Islam. Lalu Maulana Malik Ibrahim diangkat oleh Raja Majapahit menjadi Syahbandar di Gresik dan diperbolehkan menyebarkan agama Islam pada siapa yang mau.
Berdasarkan kutipan dari Babad Gresik I tersebut dapat diketahui bahwa Syaikh Maulana Malik Ibrahim pergi menghadap Raja Brawijaya bersama saudaranya, Maulana Mahpur dan Raja Gedah untuk mendakwahkan ajaran Islam.
Akan tetapi ajakan tersebut ditolak oleh Raja Brawijaya. Babad Gresik I juga menyebutkan bahwa Raja Gedah bahkan memberikan tawaran akan menikahkan Raja Brawijaya tersebut dengan putrinya yang cantik bernama Dewi Siti Suwari dan memberikan buah Delima. Namun Raja Brawijaya tetap menolak untuk masuk Islam.
Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan Babad Gresik I di bawah ini:
“Dalam usahanya menyebarkan agama Islam ini, maka Raja Gedah Sultan Mahmud Sadad Alam mengajukan sayembara kepada Raja Majapahit Brawijaya . Bahwa jika beliau masuk Agama Islam, akan diberikan hadiah delima dan dijodohkan dengan putri beliau yang cantik bernama Dewi Siti Suwari.
Sultan berlayar ke Jawa bersama Putri Dewi Siti Suwari beserta pengiring yang banyak jumlahnya dan berlabuh di Leran, Gresik pada tahun 1391 M atau 1313 J (tahun Jawa).
Rombongan menghadap Raja Majapahit dan diiringkan oleh Maulana Malik Ibrahim dan Nurahmat Sidik dengan maksud mengawinkan Putri Dewi Siti Suwari dengan Raja Majapahit Brawijaya apabila mau memeluk agama Islam sesuai sayembara yang diumumkan Raja Gedah tersebut. Namun raja tidak mau masuk Islam.
Delima Berisi Emas
Raja Brawijaya tidak mau memperistri Dewi Siti Suwari, demikian juga tidak mau menerima buah delima. Sebab di Jawa tempatnya buah Delima. Buah delima kemudiaan diambil oleh pembantu kerajaan dan diserahkan kepada sang raja. Tetapi alangkah terperanjatnya setelah dibelah ternyata berisi emas, dan emas tersebut diambil oleh sang raja (Saloka).
Kemudian, tulis Soekarman lagi, Raja Gedah beserta seluruh bala tentara dan pengiringnya istirahat di Desa Gareme dan pindah ke Desa Polaman. Raja Gedah Sultan Mahmud Sadad Alam di desa Polaman tersebut melaksanakan sesuci. Maka oleh Sultan Mahmud Sadad Alam, desa tersebut diberi nama Desa Suci.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment