Al-Qarawiyyin, Bukti Lahirnya Arsitek Muslimah Pertama

Al-Qarawiyyin, Bukti Lahirnya Arsitek Muslimah Pertama
Masjid al-Qarawiyyin Fez Moroko

SALAH satu bukti peradaban Islam yaitu ilmu arsitektur. Tidak terhitung jumlah bangunan bersejarah peninggalan peradaban Islam di masa lampau dalam bidang ini. Padahal pada masa itu belum dikenal teknologi-teknologi canggih seperti sekarang.

Namun Islam yang tersebar tidak lebih dari 100 tahun, mampu menunjukkan warisan peradaban dalam bidang satu ini. Salah satu warisan aristektur yang hingga kini masih dapat kita saksikan yaitu Universitas Al-Qarawiyyin, Maroko.

Universitas yang memiliki nama lain Al-Karaouine terletak di jantung kota tua Fez, Maroko. Dari kampus yang masuk dalam Guinness Book World of Records sebagai universitas tertua sedunia ini, telah melahirkan dan mencetak banyak ilmuwan-ilmuwan penting dalam peradaban, baik ilmuwan Barat maupun Islam.

Diantaranya yaitu Ibnu Khaldun yang terkenal dengan karya Mukaddimahnya dan Gerber of Auvergne (930 M – 1003 M) yang akhirnya menjadi pemimpin umat Katolik, Paus Sylvester II. Menariknya, universitas yang berawal dari bangunan masjid pada tahun 859 M ini dibangun oleh seorang Muslimah bernama Fatimah Al-Fihri.

Fatimah juga terlibat langsung dalam proyek pembangunan masjid dan universitas yang mengambil gaya arsitektur Moor, dengan struktur bangunan mengikuti bentuk masjid tradisional bangsa Arab. Arsitektur jenis ini merupakan perpaduan antara gaya Afrika Utara dengan gaya Visigoth dari Semenanjung Iberia.

Fatimah Al-Fihri atau Umm al-Banin lahir sekitar tahun 800 M di Tunisia. Sumara Khan dalam tulisannya “Fatimah, The Founder of The World’s University” menuturkan, bahwa wanita ini merupakan anak dari saudagar sukses, Mohammad bin Abdullah al Fihri yang pernah tinggal di kota Qayrawan.

Saudagar ini hidup pada masa pemerintahan Sultan Maroko, Idris II, yang pada masa kekuasaannya, ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam meraih kemajuan yang pesat. Sepeninggal ayah, suami dan saudara laki-lakinya, Fatimah bersama saudara perempuannya, Maryam, menerima harta warisan yang melimpah dari sang ayah.

Harta tersebut tidak ia habiskan untuk berfoya-foya, melainkan digunakan untuk membangun masjid. Demikian pula saudaranya, Maryam juga membangun masjid Andalusia pada tahun yang sama.

Sumara Khan mencatat, Fatimah secara eksklusif mendanai konstruksi pembangunan masjid dan universitas. Sumber-sumber sejarah juga mencatat bahwa ia turun langsung dan ikut mengawasi jalannya pembangunan dengan sangat rinci.

Humas PPI Maroko, Muharril Ashary menerangkan, Fatimah tidak mengambil sedikitpun walau sebutir debu dari bahan-bahan bangunan masjid yang ia beli. Para pekerja bangunan menggali pondasi sedalam-dalamnya karena di dalamnya terdapat pasir, tanah, dan batu yang bisa digunakan untuk membangun masjid.

Pekerjaan tersebut dimulai dengan penggalian halaman tengah untuk membuat sebuah sumur yang berguna sebagai sumber minum para pekerja dan membantu pengadukan semen. Fatimah juga meminta para pekerja menggali pondasi bangunan lainnya sedemikian rupa hingga masjid terlihat luas dan kokoh.

Ia dengan tekun menghabiskan semua waktu dan uang untuk melihat proyek yang dibangunnya tersebut selesai. Proyek tersebut memakan waktu hingga dua tahun lamanya. Bahkan menurut sejarawan Dr. Abdel Hadi at-Tazi, Fatimah senantiasa berpuasa dan bernazar untuk berhenti puasa jika selesai perenovasian masjid ini

Fatimah membangun masjid tersebut dengan struktur yang hampir sama dengan Masjid Qayrawan di Tunisia. Aula shalat beratap atau yang disebut dengan mughatta hanya terdiri dari empat saf aisle (barisan tiang yang membentuk sebuah lorong) dengan panjang 30 meter. Sedangkan di sebelah barat aula tersebut, dibangun sebuah halaman terbukan dan menara.

Dua abad kemudian (1135 M), Ali bin Yusuf, khalifah Al-Murabitun, memerintahkan dua arsiteknya asal Andalusia untuk membuat sebuah mihrab baru di bagian tengah dinding kiblat. Mihrab masjid tersebut memiliki corak Kordoba dengan lengkungan tapal kuda dan ornamen khas ijmiznya.

Sedangkan ornament penghias mihrab Masjid dihiasi motif floral, geometri dan kaligrafi Kufi khas Andalusia. Tidak hanya itu, sejumlah mimbar kayu untuk keperluan khutbah dan kuliah pun didatangkan langsung dari Kordoba.

Aktivitas ilmiah dengan sistem halaqah yang diadakan dalam masjid merupakan cikal bakal berdirinya Universitas Al-Qarawiyyin. Mereka yang datang dalam diskusi tersebut tidak hanya terdiri dari penduduk sekitar, namun juga masyarakat pendatang yang berasal dari kota Qayrawan, Tunisia.

Pengajar dan mahasiswa duduk melingkar di lantai masjid, antara pelajar laki-laki dan perempuan terpisah. Hingga kini, sistem halaqah tersebut masih tetap dipertahankan sebagai metode pengajaran dalam universitas.

Halaqah yang diadakan dalam masjid pada awalnya hanya membahas seputar Hadits, ilmu tafsir dan fikih. Namun lambat laun lahir kajian-kajian ilmu lain seperti filsafat, linguistik, ekonomi, seni rupa, sastra, politik, matematika, sejarah, arsitektur, kedokteran, teknik, musik, psikologi, sosiologi dan berbagai cabang ilmu lainnya.

Seiring dengan bertambahnya jumlah pelajar, pihak universitas menetapkan syarat ketat. Mereka yang ingin menjadi mahasiswa Al-Qarawiyyin harus bisa menguasai ilmu al-Qur’an, Bahasa Arab dan ilmu-ilmu umum. Hal ini tidaklah mengherankan, karena kegiatan keilmuan dalam universitas berasal dari subsidi dan dana kas para Sultan dari masa ke masa.

Meski syarat dan sistem seleksi yang diterapkan ketat, mereka yang belajar di Al-Qarawiyyin diberikan kebebasan oleh pihak universitas untuk mengambil studi apapun yang diminatinya walau lebih dari satu cabang ilmu. Maka tidak heran, dengan aturan tersebut lahir banyak sarjana yang menguasai lebih dari satu cabang ilmu.

Selain itu, Sumara Khan juga menyebutkan, universitas yang juga melahirkan Ibn Al-Arabi dan Filsuf Yahudi, Maimonides ini berhasil mengumpulkan sejumlah manuskrip paling berharga untuk Islam yang hingga kini masih tersimpan dalam perpustakaannya.

Manuskrip tersebut diantaranya Muwatta, Imam Malik yang tertulis pada perkamen (kulit, red) kijang, Sirah Ibnu Ishaq, transkrip utama Ibnu Khaldun “al-‘Ibar” dan salinan kitab al-Qur’an yang dihadiahkan oleh Sultan Ahmed al-Mansur untuk universitas pada tahun 1602 M.

Dari fakta-fakta sejarah yang telah diungkapkan itulah, maka Al-Qarawiyyin menjadi saksi dan bukti sejarah lahirnya arsitek Muslimah pertama dalam peradaban Islam. Kini, namanya diabadikan dalam “the Erasmus Mundus Fatima Al-Fihri Programme”, suatu program dari Erasmus Mundus untuk mempromosikan pendidikan tinggi pada orang-orang Eropa.*/Sarah, diambil dari majalah Suara Hidayatullah

No comments: