Sarankan Kebenaran pada Penguasa Dzalim, Mengapa jadi “Afdholul Jihad”?

Sarankan Kebenaran pada Penguasa Dzalim, Mengapa jadi “Afdholul Jihad”?
Amar makruf nahi munkar kepada penguasa dzalim menjadi begitu berat dan sulit, bahkan yang melakukan hal tersebut akan menghadapi resiko yang sangat besar.
Al-Hafidz at-Turmudzi dalam Kitab Jami’ nya meriwayatkan, Bahwa Rasulullahﷺ bersabda :

أفضل الجهاد كلمة عدل عند سلطان جائر

“Jihad yang paling Afdhol adalah menyampaikan kalimat keadilan di hadapan penguasa yang dzalim.”

Al-Mubarokfuri dalam Kitabnya Tuhfatul Ahwadzi ( 6 / 330 ) menjelaskan, bahwa maksud dari hadits di atas adalah; menegakkan amar makruf nahi munkar, memperjuangkan kebenaran dan melawan Kebathilan  yang dilakukan oleh penguasa yang dzalim merupakan bentuk Jihad yang paling mulia. Baik hal tersebut dilakukan secara langsung dengan lisan, ataupun dengan tulisan dan berbagai sarana lainnya.

Dalam buku alfagir yang berjudul Ithaaful Ahibbah bi Ahkaamil Hisbah, penulis menyimpulkan dari berbagai literatur, setidaknya ada 3 Sebab yang menjadikan amar makruf nahi munkar kepada penguasa dzalim menjadi ‘jihad’ yang paling afdhol :


Pertama, al-Hafidz al-Baghowi dalam kitabnya Syarhusunnah ( 10 / 66)  menjelaskan bahwa dalam perjuangan tersebut yang dihadapi adalah lawan yang kuat dan punya segalanya. Penguasa dzalim memegang otoritas keamanan, logistik yang memadai, persenjataan yang lengkap, kekuatan finansial yang besar, pengendalian opini melalui media yang dikuasai, dsb. Sehingga amar makruf nahi munkar kepada penguasa dzalim  menjadi begitu berat dan sulit, bahkan yang melakukan hal tersebut akan menghadapi resiko yang sangat besar. Karena resiko dan tantangannya yang begitu besar, perjuangan ini menjadi “AFDHOLUL JIHAD”.

Kedua, dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi (6/330) dijelaskan, bahwa kedzaliman yang dilakukan penguasa sangat berbeda dengan kemunkaran yang dilakukan perorangan atau kelompok. Karena kedzaliman penguasa berdampak sangat luas, semua rakyat yang ada di bawah kekuasaannya terkena dampak kedzaliman tersebut, beda halnya dengan kemunkaran perorangan.


Contoh sederhana, jika ada pejabat yang korupsi, maka dampak dari korupsinya sampai kepada seluruh rakyat yang punya kaitan dengan dana yang dikorup, sehingga ketika seorang Muslim menentang korupsi yang ia lakukan, pada saat itu ia telah menyelamatkan rakyat banyak dari dampak korupsi yang ia lakukan. Karena manfaatnya yang begitu luas, perjuangan ini menjadi “afdhulul jihad”.

Ketiga,  alasan yang terakhir ini sangat menarik (Lihat: Kifayatul Haajih Bisyarhi sunan Ibni Maajah [2/ 486] ); Jika ada orang yang perang (berjihad ) melawan kuffar, maka dia akan mendapat dukungan Umat Islam. Beda halnya mereka yang menegakkan amar makruf nahi munkar terhadap penguasa yang dzalim, maka tak jarang ia akan mendapat cacian, makian, hinaan  dan kerap mendapatkan tudingan miring (radikalis, ekstremis bahkan teroris).

Lebih sakitnya lagi, tudingan seperti itupun acapkali datang dari saudara-saudaranya sendiri sesama Muslim. Karena realitanya yang pahit, perjuangan ini menjadi “Afdholul Jihad”.

Karenanya, perjuangan melawan kedzaliman rezim harus tetap berjalan apapun resikonya. Tentunya, perjuangan ini tidak boleh sembarangan, akan tetapi harus sesuai dengan aturan, tatacara dan etika yang gariskan oleh syariat sehingga berbuah ridha Allah Subhanahu Wata’ala.*

Muhammad Hanif Alathas, Lc
Ketua Umum Front Santri Indonesia (FSI)
Editor: Muhammad Abdus Syakur

No comments: