Awal Mula Penjajahan Bumi Uighur

Awal Mula Penjajahan Bumi Uighur

PADA mulanya, Uighur sempat mendirikan negara Turkistan Timur yang eksis hingga 10 abad sebelum akhirnya jatuh setelah digempur China pada tahun 1759.
Pada tahun tersebut, penguasa Manchu China menyerbu Turkistan Timur. Menurut catatan sejarah, korban dari serangan ini mencapai lebih dari dua juta jiwa.
Sepanjang dominasi kekuasaan China ini, terdapat sekitar 42 pemberontakan Muslim Turkistan Timur atas Penjajah China.
Pada tahun 1863, bangsa Turkistan mampu mengusir orang-orang China dan mendirikan negara secara independen yang berlangsung selama 16 tahun.
Kondisi ini membuat Inggris khawatir kekaisaran Rusia bisa semakin luas di Asia Tengah. Khususnya ketika bagian utara dari Turkistan Timur dapat dikuasai.
Karena itu, Inggris memberikan bantuan pada China untuk menjajah Turkistan Timur. Pada waktu itu sebagai panglima perangnya adalah Jendral Tang Gaozhong pada tahun 1878.
Penjajahan ini berjalan mulus. Sesudah itu, pemerintahan China menguasai Turkistan Timur, akhirnya wilayah ini dijadikan sebagai bagian dari China. Pada bulan November 1884, Turkistan Timur dirubah menjadi Xinjiang.
Kondisi demikian tak membuat bangsa Turkistan Timur berputus asa. Mereka terus melakukan pemberontakan pada pemerintahan China. Perjuangan itu berbuah manis. Pada tahun 1933 bangsa Turkistan Timur berhasil mendirikan pemerintahan nasional pertama di Kasygar. Sedangkan pemerintahan kedua berdiri pada tahun 1944 M.
Isa Yusuf Alptekin atau ʿĪsa Yūsuf Alptekin, (Ai Sha, China) dikenal pemimpin politik Uyghur yang pergi ke pengasingan setelah pencaplokan China tahun 1949 (WIKI)
Namun, Uni Soviet yang begitu enggan melihat berdirinya negara Islam yang bersanding dengan kekuasaan mereka di Asia Tengah, maka akhirnya Uni Soviet memberikan bala bantuan militer ke China untuk memerangi orang-orang Muslim dan mengakhiri negara mereka yang baru saja berdiri.
Ketika Republik Pemerintah China “Kuomintang” jatuh akibat perang saudara dengan pasukan yang dipimpin Mao Zedong yang merupakan pimpinan Komunis, akhirnya China bisa dikuasai oleh pengikut komunis pada tahun 1949.
Efeknya, Turkistan Timur dicaplok oleh pemerintahan Mao Zedong. Meski demikian, penduduk Muslim Turkistan tak pernah berhenti berjuang melawan penjajahan pemerintahan China atas mereka. (Diadaptasi dari buku “al-Islām wa al-Muslimūn fī Āsiya al-Wusthā wa al-Qauqāz” [2017: 284-286] karya Muhammad Yusuf Adas).
Mengenal Para Ulama di Bumi Uighur
Pada periode Republik (1912-1949), bumi Uighur dipimpin oleh empat rezim yang urutannya sebagai berikut: Yang Zengxin, Jin Shuren, Sheng Shicai dan dominasi langsung dari pemerintah Koumintang.
Yang Zenghxin menggunakan taktik ganda untuk menghadapi umat Islam: perhatian dan penindasan (meski tak begitu dilakukan secara ekstrem dan terang-terangan). Dia memanfaatkan Islam untuk menghibur umat Islam dan mengambil keuntungan dari konflik etnis dengan memecah belah mereka agar umat Islam tak bisa bersatu di bawah kepemimpinan Islam.
Pada masanya juga ia berusaha menghentikan laju dua Pan (Pan-Islamisme dan Pan-Turkisme). Para guru asing yang menyebarkan paham ini, akan diberi hukuman berat: diusir dari Xinjiang dan sekolahnya ditutup.
Pada era Rezim Jin Shuren melakukan penjagaan ketat terhadap perkembangan agama. Kebijakannya kepada umat Islam di Xinjiang begitu diskriminatif dan supresif. Banyak pejabat dan tentara di masa kekuasaannya yang bersikap benci kesukuan terhadap kelompok Muslim.
Era berikutnya adalah Sheng Shicai. Pada awalnya, ia selalu memamerkan kesetaraan dan kebebasa, namun saat kondisi politik berubah, dirinya melakukan penganiayaan berdarah terhadap etnis minoritas serta mengadopsi kebijakan untuk menghapuskan Islam. Muslim dianiaya dan banyak dituduh sebagai dalang pemberontakan. Di antara mereka ada yang dipenjara bahkan dieksekusi. Setelah Sheng, kekuasaan ditangani langsung oleh Pemerintah Kuomintang sampai akhirnya jatuh di tangan Mo Zedong.
Nasib umat Islam di Turkistan Timur (Xinjiang) hingga sekarang semakin miris dan tragis. Dr. Fahy Huwaidi yang pernah berkunjung ke sana langsung pada tahun 1981 menerbitkan buku yang berjudul “al-Islām fī ash-Shīn” (1998) menjelaskan bahwa kondisi umat Islam di China secara umum memprihatinkan termasuk di Xinjiang.
Berikut adalah kesaksian beliau dalam media Aljazeera pada 14 Juli 2009 dengan judul “Orang-orang yang Terlupakan dan Tersiksa di China”. Kata beliau, “Umat Muslim di Xinjiang mengeluhkan ibadah mereka yang dipersulit dan dibatasi. Mereka juga dilarang menunaikan haji. Tak hanya itu, mereka juga dihalangi mendapat pekerjaan di intansi pemerintahan serta mendapatkan perlakuan diskriminatif. Ras China Han lebih diutamkan daripada mereka.”
Lanjutnya, “Saat berkunjung di daerah Xinjiang beliau melihat secara langsung kondisi Muslim yang begitu memprihatinkan. Mereka hidup di bawah tekanan, melarat dan faqir.” Apa yang diceritakan oleh Dr. Fahmy terkait Muslim Uighur pada tahun itu saja sudah begitu memprihatinkan; apalagi sekarang?
Sudah menjadi kewajiban atas umat Islam untuk mengenal lebih jauh saudara Muslim Uighur. Bagaimana akan lahir kesadaran untuk mempedulikan saudara Muslim jika pengetahuan tentang sejarah mereka masih remang-remang? Dengan pengenalan yang memadai, maka akan mempermudah umat untuk peduli dan mewujudkan kepedulian itu dalam tindakan-tindakan konkret untuk mendukung kemerdekaan mereka yang selama ini tertindas di bawah rezim China.

Mahmud Budi Setiawan

No comments: