Melacak Masjid Tertua di Jeddah

Tampilan luar Masjid Imam Syafi'i di Kota Tua Jeddah, Arab Saudi, Jumat (31/8). Bangunan ini disebut berasal dari abad ke-13 dan berdiri pada lokasi bangunan masjid lain pada masa awal Islam.
Tampilan luar Masjid Imam Syafi'i di Kota Tua Jeddah, Arab Saudi, Jumat (31/8). Bangunan ini disebut berasal dari abad ke-13 dan berdiri pada lokasi bangunan masjid lain pada masa awal Islam.
Foto: Fitriyan Zamzami

Masjid Imam Syafi’i masuk dalam situs warisan dunia UNESCO.


Oleh: Fitriyan Zamzami dari Jeddah, Arab Saudi


Seperti laiknya kota-kota peninggalan abad pertengahan, wilayah historis Kota Tua Jeddah di Al Balad adalah juga labirin-labirin yang mudah membuat tersesat. Jalan-jalan sempit dengan bangunan-bangunan tua bertingkat nan menjulang membuat perimeter pandangan jadi sempit. Kemiripan arsitektural masing-masing gedung tua juga membuat sukar mengingat di mana sedang berdiri.
Dengan sirkumstansi seperti itu, mencari Masjid Imam Syafi’i sama sekali bukan perkara mudah. Menaranya tak nampak karena tertutupi bangunan-bangunan. Sementara tanda jalan mengarah ke gang-gang yang membingungkan.
Aplikasi pencari jalan Google Map tak punya kuasa jadi pemandu. Produk modern itu seperti kebingungan di lingkungan yang sedemikian kuno dan belum berubah sejak ratusan tahun lampau.


photo


Foto: Fitriyan Zamzami

Beruntung ada Muhammad Yamin. Penduduk tempatan asal Pakistan yang saya temui tak sengaja pada Jumat (31/8) itu memerinci dengan detail jalan-jalan tikus dan gang-gang menuju masjid tersebut.
Terletak di jalur al-Mazlum di tengah Kota Tua Jeddah, Masjid Imam Syafi’i bukan bangunan yang sedemikian megah. Luasnya hanya separuh lapangan sepak bola. Ia diapit sejumlah pintu masuk besar dari kayu di tiga sisi yang nampaknya sudah tak muda lagi. Jendela-jendelanya yang sudah nampak tua dilindungi teralis-teralis besi.
Cat di sebagian bangunan itu nampak putih dan baru dipoles. Meski demikian, menaranya dibiarkan tak terpoles dan nampak uzur maski masih kukuh berdiri.


photo


Foto: Fitriyan Zamzami


Saat saya tiba, masjid itu terkunci sepenuhnya. Namun tak lama kemudian, azan shalat ashar berkumandang dan ketiga pintu kayu dibuka penjaga masjid.
Dari dalam, kian jelas bentuk masjid tersebut. Ia persegi panjang dengan dua ruangan di bagian barat dan timur. Bagian tengahnya dibiarkan tak beratap seperti layaknya desain kebanyakan masjid kuno di Hijaz. Pada ruangan di bagian timur ada pengimaman yang tak dipakai shalat sehubungan bangunan sedang dalam restorasi.
Jamaah melakukan shalat di ruangan bagian barat masjid tersebut. Kayu-kayu dan pilar-pilar batu yang menyangga masjid itu juga nampaknya dari zaman yang sudah lewat. Dan selepas shalat ashar, Abdurrahman Madril seorang pemuda pada usia akhir belasan atau awal 20 tahun yang menjadi imam menceritakan sejarah masjid tersebut.


photo


Foto:/Fitriyan Zamzami


“Ini masjid paling tua di Jeddah,” kata dia dengan bahasa Inggris yang fasih.


Ia mengatakan, restorasi awal yang membentuk arsitektur masjid seperti saat ini dilakukan pada pertengahan abad ke-13. Saat itu, kawasan Hijaz dikuasai amir Kesultanan Ayubiyah, Muzaffar Suleiman bin Saad Eddin Shahinshah II yang menganut mazhab Syafi’i, mazhab yang sama dengan yang dianut kebanyakan masyarakat Nusantara.
Dari situ nama masjid berasal, merujuk Imam Muhammad bin Idris Al-Syafi'i, seorang kelahiran Palestina yang mengembangkan fikihnya pada abad ke-8 di Makkah. Menara tua masjid tersebut, kata dia, berasal dari masa Muzaffar. Mengingat berbagai renovasi dan pembangunan ulang berbagai masjid bersejarah oleh Kerajaan Arab Saudi, menara itu adalah bangunan asli masjid paling tua yang masih berdiri di Hijaz.


photo


Foto: /Fitriyan Zamzami


Sementara sebagian pilar-pilar di masjid itu dibangun dari masa Turki Utsmani menguasai Hijaz pada abad abad ke-16. Namun, kata Abdurrahman, di lokasi Masjid Imam Syafi’i berdiri, kemungkinan sudah ada masjid yang pernah berdiri jauh sebelumnya.
Bagian masjid yang jauh lebih tua itu terletak sangat tersembunyi di bangunan tersebut. Mengetahui saya datang jauh-jauh dari Indonesia, ia berbaik hati menunjukkannya. Pemegang kunci masjid tersebut, seorang pemuda Bangladesh bernama Mualimun ia panggil untuk membuka ruangan bagian timur masjid tersebut.
Di dalam ruangan itu, ada mihrab yang didampingi tangga menuju undakan tempat khatib menyampaikan khutbah. Mihrab tersebut dihiasi ornamen-ornamen dan ayat-ayat Alquran. Seperti masjid itu, mihrab tersebut juga sederhana saja.


photo


Penampakan ruang pengimanan Masjid Imam Syafi'i di Kota Tua Jeddah. Pada bagian mihrab masjid tersebut, ada ceruk yang menunjukkan level asli bangunan awal masjid yang diperkirakan berasal dari masa Khulafaurrashidin. Foto: /Fitriyan Zamzami


Ia berupa ceruk sempit di dinding yang dalamnya hanya muat untuk berdiri seorang imam saja dan tingginya tak sampai dua meter. Lantai yang memenuhi ceruk itu, berbentuk setengah lingkaran, bukan dari ubin melainkan kaca tembus pandang.
Kaca itu menutupi lubang galian di tanah yang tepiannya dilapisi semacam batu bata tua. Para arkeolog, kata Abdurrahman, menyimpulkan, batu bata itu merupakan mihrab asli masjid tersebut. Ia disusun untuk bangunan masjid yang didirikan pada abad ke-7 Masehi, pada level tanah di Kota Tua Jeddah yang lebih rendah dari saat ini.


“Dari masa Khulafaurrasyidun,” kata Abdurrahman.
Seperti bangunan-bangunan tua lain di Kota Tua Jeddah, Masjid Imam Syafi’i masuk dalam situs warisan dunia lembaga pendidikan dan kebudayaan PBB, UNESCO. Artinya, meskipun nantinya direstorasi, ia harus dijaga Kerajaan Arab Saudi dalam bentuk aslinya.
Namun tak hanya soal usia, Masjid Imam Syafi’i juga jadi semacam penanda sejarah soal aliran fikih yang dipraktikkan di Hijaz. Karena sejatinya, Imam Syafi’i adalah guru utama Imam Ahmad ibn Hanbal yang bakal memelopori mazhab Hanbali yang terkenal konservatif itu. Sementara fikih dan teologi Hanbaliyahlah yang kemudian jadi landasan Muhammad ibn Abdul Wahhab menelurkan gagasan puritanisme Salafiyah yang saat ini secara resmi dianut Kerajaan Saudi.

No comments: