Silsilah Kekerabatan Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan, Giri Kedaton dan Kesultanan Mataram

Berdasarkan Babad Pamijahan diterjemahkan dari Perimbon Kuno oleh Zainal Mustafa bin Muhammad pada tahun 1977, diketahui bahwa Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan merupakan keturunan Susunan Giri Kadaton.
Berdasarkan catatan tersebut diceritakan Susunan Giri Kadaton memiliki seorang putra bernama Pangeran Giri Laya yang dikemudian hari bergelar Pangeran Seda Lautan.
Nama Pangeran Seda Lautan di dalam Serat Centini, merupakan putra dari Susunan Giri Kedaton kedua atau lebih dikenal sebagai Sunan Dalem (Maulana Zainal Abidin).
Dalam Serat Centini, Pangeran Seda Lautan merupakan adik bungsu dari Susunan Giri Ket-4 (Sunan Prapen Adi), dan diperkirakan jarak usia keduanya cukup jauh.

Pada Babad Pamijahan juga diceritakan tentang leluhur Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan yang bernama Raden Wiracandra yang merupakan putra dari Pangeran Giri Laya.
Raden Wiracandra dikisahkan memiliki seorang saudari bernama Nyai Raden Malaya yang merupakan istri dari Kiai Gedeng Mataram. Dari perkawinan tersebut lahirlah putra Kiai Gedeng Mataram yang bernama Kiai Tumenggung Singaranu.

Diperkirakan nama Kiai Gedeng Mataram adalah Panembahan ing Krapyak yang merupakan Sultan Mataram ke-2, periode 1601-1613. Perkiraan ini selain berdasarkan kronologis masa kehidupan beberapa tokoh, juga didukung kisah penyerangannya terhadap Madura yang tertulis di dalam Babad Pamijahan.
Penyerangan terhadap Madura yang dimaksud besar kemungkinan merupakan peristiwa serangan Mataram terhadap wilayah di sekitar Surabaya pada tahun 1608-1613 (sumber : Panembahan Agung Mataram).
Kiai Gedeng Mataram (Panembahan ing Krapyak atau Panembahan Hanyakrawati), merupakan ayahanda dari Sultan Agung Mataram yang merupakan leluhur Kerabat Kraton Yogyakarta, Surakarta dan Mangkunegara.


WaLlahu a’lamu bishshawab

Catatan Penambahan:
1. Tokoh Kiai Tumenggung Singaranu kemungkinan indentik dengan Patih Tumenggung Singaranu yang menjabat Patih Kesultanan Mataram pada periode 1623-1645 di masa pemerintahan Sultan Agung (sumber : Babad Nitik).
2. Di dalam Babad Pamijahan diceritakan Raden Wiracandra dalam waktu yang cukup lama pernah tinggal di Palembang. Diperkirakan pada saat itu Kerajaan Palembang diperintah oleh Pangeran Made Angsoko (1588-1623), dan di masa inilah negeri Palembang mendapat serangan dari Kesultanan Banten pada sekitar tahun 1596 (sumber : Hikayat Perang Palembang Banten).
3. Berdasarkan catatan silsilah Palembang salah seorang saudari dari Pangeran Made Angsoko bernama Nyai Gede Pembayun menikah dengan kerabat Giri Kedaton yang bernama Pangeran Monco Negoro (sumber : Kekerabatan Kesultanan Palembang).
Berdasarkan penyelusuran Genealogy Pangeran Manco Negoro adalah cucu dari Susunan Giri Kedaton kedua (Sunan Dalem Maulana Zainal Abidin), atau dengan kata lain Pangeran Manco Negoro adalah saudara sepupu Raden Wiracandra.
Dimana Maulana Fadlallah Pangeran Manconegara bin Adipati Panca Tanda bin Sunan Dalam Ali Zainal Abidin Wirakusuma bin Maulana Muhammad Ainul Yaqin Sunan Giri (sumber : Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam, dalam catatan “Tarsilah Brunei).
Atau jika mengacu kepada catatan Tuan Guru Jalaluddin bil Faqih (ulama yang hidup dimasa Sultan Muhammad Mansur, 1706 – 1714 ), genealogy-nya adalah: Maulana Fadlallah Pangeran Manconegara bin Maulana Abdullah Pangeran Adipati Sumedang Negara bin Maulana Ali Mahmud Nuruddin Pangeran Wiro Kusumo bin Maulana Muhammad Ainul Yaqin Sunan Giri.

No comments: