Kisah Rasulullah di Hari Fitri dan Tanggung Jawab Kepemimpinan

Kisah Rasulullah di Hari Fitri dan Tanggung Jawab Kepemimpinan
muhammad abdus syakur/hidayatullah.com
[Ilustrasi] Masyarakat membantu warga miskin di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Jika umat Islam tidak peduli terhadap kepemimpinan negara, maka jangan kaget jika para pemimpin negara yang terpilih nanti tidak peduli terhadap Islam. Bisa jadi para pemimpin itu mengaku beragama Islam, tapi mereka menolak syariat Islam. Bisa jadi mereka kerap mendatangi ulama melalui acara silaturahim dan anjangsana, tapi sesungguhnya mereka mempunyai agenda lain.


Suatu pagi di Hari Raya Idul Fitri, sesaat sebelum hendak menuju mushalla, tanah lapang untuk melaksanakan shalat id, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendapati sekelompok kawanan anak-anak yang sedang asyik bermain-main.

Semua mereka tampak riang gembira, kecuali seorang anak yang duduk menyendiri dengan wajah yang murung. Rasulullah mendekati anak tersebut dan menanyakan gerangan apa yang menjadikannya bermuram durja. Sambil terisak, anak tersebut menceritakan bahwa beberapa tahun yang lalu ayahnya telah meninggal sedang ibunya tidak mempedulikan nasibnya. Ia hidup sebatang kara.

Mendengar penuturan anak tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam segera mengajak masuk ke rumahnya, memandikannya, lalu memberinya pakaian terbaik untuknya.

Tak hanya itu, Rasulullah bertanya, maukah kamu jika sejak sekarang ini Muhammad sebagai ayah angkatmu, Fathimah sebagai bibimu, dan Ali bin Abi Thalib sebagai pamanmu?

Seorang bocah yang tadinya bermuram durja kini mendadak bahagia. Yang tadinya kusam dan tak terurus kini wangi dan berpakaian rapi. Itulah yang dilakukan Rasulullah pada saat Idul Fitri.

Saat ini, di tempat kita masing-masing, apakah kemarin kita telah memastikan bahwa tidak seorang bocahpun di sekitar kita yang menangis gara-gara tidak bisa merayakan Idul Fitri pada tahun ini?

Apakah kita sudah memastikan bahwa tidak ada fakir miskin di sekitar kita yang di hari ini belum makan karena tidak memiliki simpanan beras untuk dimasak?

Apakah kita telah memiliki kepedulian terhadap para janda tua di lingkungan sekitar kita? Jangan-jangan mereka sedang sakit saat ini. Jangan-jangan mereka belum makan di hari ini. Kita semua diingatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan sabdanya:

«كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari)

    Baca: CSIL: Agar Keluar dari Turbulensi Politik, Indonesia Perlu Kepemimpinan yang Cerdas-Religius

Jabatan itu Amanah

Tanggung jawab pemimpin itu tidak mudah dan sederhana. Pemimpin harus bertanggung jawab lahir batin atas kepemimpinannya. Sandangnya dicukupi, papannya dipenuhi, pangannya dicukupi. Keamanannya terjamin, tidak ada teror, tidak ada ancaman, tidak ada yang menukut-nakuti. Aman, nyaman, dan damai. Itulah tugas pemimpin.

Jika belum punya kesanggupan untuk mewujudkan masyarakat yang aman, nyaman, dan damai, jangan coba-coba NYALEG, jangan coba-coba mengikuti kontestasi PILKADA, PILGUB, dan PILPRES.

Jabatan itu amanah. Pertanggungjawabannya sangat berat di dunia dan di akhirat. Betapa banyak bupati yang akhirnya masuk penjara? Betapa banyak gubernur yang masuk bui? Betapa banyak pejabat yang di penghujung hidupnya justru terhina dan ternista?

Sebaliknya, kepada para pemimpin dan calon pemimpin Islam yang amanah dan mempunyai kesanggupan profesional untuk memimpin secara adil, jangan ngumpet. Jangan berdiam diri. Jangan lari dari tanggung jawab kepemimpinan. Anda ditunggu. Umat telah menantikan kehadiran dan kiprah Anda.

Kita harus mendorong pemimpin Muslim yang amanah untuk tampil memimpin Indonesia agar lebih adil dan sejahtera. Jangan biarkan orang-orang yang korup, yang tidak beriman, yang kafir, memimpin negeri Muslim terbesar ini. Betapa banyak pemimpin Muslim yang bersih, yang tidak korupsi, yang terampil dan mumpuni untuk memimpin Indonesia yang kita cintai?

Silakan mencalonkan diri menjadi pemimpin jika kita sendiri telah yakin dapat berbuat amanah dan adil kepada rakyat. Allah telah menjamin masuk surga para pemimpin yang adil.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, bahwa ada tujuh golongan yang akan mendapat perlindungan ketika tidak ada perlindungan kecuali perlindungan Allah. Salah satu golongan tersebut adalah IMAMUN ADILUN, pemimpin yang adil.

Tak hanya itu, pemimpin yang adil itu doanya makbul, diterima oleh Allah Subhanahu Wata’ala.

Pemimpin yang adil tentu tidak akan membiarkan satu orang menguasai hingga 5 juta hektar tanah, sementara jutaan rakyat tidak memiliki sejengkal tanahpun untuk berteduh dan mendirikan rumah.

Pemimpin yang adil tentu tidak akan melegalisasi penggusuran rumah-rumah rakyat miskin, apapun alasannya kecuali untuk mensejahterakannya.

Pemimpin yang adil tentu saja tidak membiarkan sekelompok orang menguasai properti hingga 90 persen, kebun sawit hingga 80 persen, real estate 85 persen, pertambangan 65 persen, industri makanan 90 persen, perbankan swasta 99 persen, industri obat-obatan 80 persen, rumah sakit swasta 70 persen, dan pabrik kertas hingga 90persen.

Rakyat boleh bertanya, dimana nilai keadilannya? Bukankah Pancasila kita menyatakan “KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA”? Siapa yang dimaksud rakyat Indonesia itu? Mayoritas mereka adalah kaum Muslim.

Problem Kepemimpinan Indonesia

Problem Indonesia saat ini adalah kesenjangan sosial yang semakin menganga. Rasio ini kita sangat memprihatinkan. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin terlunta.

Bayangkan! 2 persen orang kaya menguasai 80 persen aset bangsa. Inilah akar persoalan bangsa kita. Monopoli, oligopoli, dan kekayaan yang memusat hanya pada segelintir orang kaya itu sangat membahayakan. Suatu saat bisa menjadi bara di atas sekam. Jika kita cinta NKRI, mari kita atasi masalah ini.

Tentang keadilan distribusi aset ini Allah Subhanahu Wata’ala memberi bimbingan:

«كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ»

“Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (Al-Hasy: 7)

Peringatan Allah di atas sungguh sangat keras. Sebagai orang yang beriman, peringatan seperti itu tidak boleh diabaikan. Terutama kepada para pemimpin, lakukan langkah-langkah nyata untuk mendistribusikan kekayaan bangsa ini secara adil dan merata.

Akhirnya, bangsa Indonesia, khususnya kaum Muslimin, harus sadar bahwa memilih pemimpin itu wajib. Jika umat Islam tidak peduli terhadap kepemimpinan negara, maka jangan kaget jika para pemimpin negara yang terpilih nanti tidak peduli terhadap Islam.

Bisa jadi para pemimpin itu mengaku beragama Islam, tapi mereka menolak syariat Islam. Bisa jadi mereka kerap mendatangi ulama melalui acara silaturahim dan anjangsana, tapi sesungguhnya mereka mempunyai agenda lain.* (Diringkas dari naskah khutbah Idul Fitri 1438 H DPP Hidayatullah dengan penyesuaian redaksional)

No comments: