Cara Mudah Hancurkan Zionis (Bagian 2)

 

Fatwa Boikot Produk Zionis yang diserukan Yusuf Qaradhawy bulan November 2000 disambut gegap-gempita oleh seluruh aktivis kemanusiaan dunia, tidak saja di Dunia Islam, tetapi juga aktivis kemanusiaan yang non-Muslim.
Di Eropa, selain Belgia, aksi boikot terhadap produk Zionis juga marak di beberapa negara. Inilah di antaranya seperti yang dikutip di dalam buku “Ketika Rupiah Jadi Peluru Zionis” (Rizki Ridyasmara, Pustaka Alkautsar):
Norwegia : Sejumlah supermarket mengeluarkan kebijakan memberi label kuning di tiap produk buatan Israel sebagai tanda kepada konsumen apakah mereka akan membeli produk Israel itu atau tidak.
Federasi Serikat Buruh Norwegia mengecam keras agresi Zionis-Israel atas Palestina dan juga tindakan Israel yang merusak kesepakatan Oslo di tahun 1993. Federasi buruh itu juga mengecam keras tindakan militer Israel atas apa yang dilakukannya di Tepi Barat.
Dalam suatu pidato di Hari Buruh, pimpinan federasi buruh Gerd -Liv Valla menyerukan agar masyarakat dunia melakukan aksi boikot atas semua produk Israel hingga negeri Zionis itu menghentikan segala tindakan biadabnya. Valla juga mengkritisi pemerintah Norwegia yang bersikap pasif terhadap konflik yang terjadi di Palestina.
Persatuan Buruh Transport Norwegia bahkan membuat barikade di gudang-gudang yang menyimpan buah-buahan dan sayuran dari Israel.
“Tindakan ini tidak akan kami hentikan sampai tentara Israel menghentikan aksi kekerasannya di Palestina. Barikade ini baru akan kami buka jika produk-produk Israel di dalamnya dilenyapkan!” tegas juru bicara buruh Thorbjoern Kristoffersen.
Dalam upayanya ini, organisasi buruh Norwegia juga membagi-bagikan dan menempel aneka selebaran yang berisi ajakan untuk menyukseskan kampanye boikot produk Israel. Selebaran itu disertai dengan poster aneka produk Israel yang harus diboikot. Serikat buruh Eropa juga tidak mengizinkan ekspor manufaktur dan produk lainnya ke daerah jajahan Zionis-Israel. Berbagai media cetak juga memuat berita ini lengkap disertai pemuatan brosur dan selebaran boikot.
Penasehat ekonomi Kantor Kementerian Luar Negeri Inggris, Guy Gantley memprediksi kampanye boikot produk Israel yang dilakukan oleh Serikat Buruh Eropa akan membinasakan perekonomian negeri Zionis itu. Gantley mengatakan hal itu dalam sebuah acara di Royal Institue of International Affairs.
Dampak yang paling cepat terasa, ujar Gantley, adalah di sektor pariwisata di mana turis dan jumlah penerbangan akan anjlok, dan mengalami kerugian besar. Hanya dalam waktu dua bulan saja, periode Maret dan April 2002, sektor pariwisata Israel mencatat hanya dikunjungi turis sebanyak 670 ribu turis dari yang biasanya berjumlah lebih dari dua juta turis.
Aksi boikot yang begitu marak di Norwegia membuat gerah Tel Aviv. Menteri Pertanian Israel, Yisrael Katz, mengancam Dubes Norwegia di Tel Aviv bahwa Israel akan memperkarakan negaranya ke meja hijau jika pemerintah Norwegia tidak segera menghentikan aksi propaganda boikot lewat media-media massa.
Katz menuduh LSM-LSM Norwegia yang mengajak memboikot produk Israel dengan mengangkat isu anti-Semit dan kejahatan berdarah Israel. Ancaman Katz ini datang setelah nilai ekspor Israel ke negara-negara Eropa turun drastis akibat kampanye boikot. Produk-produk Israel yang diproduksi di pemukiman-pemukiman Yahudi yang didirikan di tanah Palestina, Tepi Barat, dan Jalur Gaza merupakan produk Israel yang paling banyak mengalami pukulan.
Dalam berbagai pengumuman atau iklan yang menentang produk Israel di koran-koran Norwegia, dituliskan: “Buah Israel berbau racun…. Lawan penjajahan atas Palestina… Jangan Anda beli sayuran dan buah-buahan produk import Israel. ” Dalam iklan-iklan tersebut terlihat jelas stiker yang diletakkan di atas buah dan sayuran Israel dengan tulisan seperti: Java, Carmel, dan Supra. Ada pula iklan bergambar sebuah jeruk produk Israel dialiri dengan darah.
Sebab itu, Kedubes Israel di Norwegia mengecam atas apa yang sering dimuat di media massa Norwegia dengan mengkampanyekan anti penjajahan Israel terhadap Palestina dan kampanye anti produk Israel. Kedubes Israel menganggap, iklan-iklan seperti itu amat berbahaya dan tidak menunjukkan sikap bersahabat.
Denmark : Serikat Buruh Denmark membatalkan rencana pengiriman perangkat keras komputer dari perusahaan teknologi digital Israel, setelah tentara Zionis melakukan kekerasan yang terus-menerus terhadap warga Palestina. Beberapa pejabat perusahaan melakukan berbagai strategi dan bujukan agar sikap Serikat Buruh Denmark melunak. Bahkan diselenggarakan rapat dengan pemimpin serikat buruh, namun itu semua tidak menghentikan langkah Serikat Buruh Denmark yang tetap konsisten untuk melakukan boikot terhadap produk Israel.
“Dia sangat keras kepala!” keluh Dov Shoam, CEO Radix Technologies, setelah gagal membujuk Kepala Serikat Buruh Denmark, Jens Peter Hansen, dalam pertemuan yang diadakan di Kopenhagen. “Dia mungkin mendengarkan. Tapi cuma itu yang dilakukan. Sikapnya sama sekali tidak bergeser sedikit pun, ” keluh Shoam kepada reporter dari Yediot Ahronot. “Mungkin kita harus membomnya dahulu agar dia mengerti sikapnya itu salah!”
Shoam mencoba menghadang upaya Serikat Buruh Denmark dengan melakuan kampanye di internet setelah Hansen membatalkan pembelian 60 unit “Radix Protector” net solution card dengan nilai besar. Namun ini pun gagal.
Perancis: Sekitar 20 organisasi masyarakat Perancis mengajak Uni Eropa untuk memboikot Israel dan mengirimkan pasukan internasional untuk melindungi bangsa Palestina. Hal ini diserukan setelah tentara Zionis tersebut membunuh pimpinan HAMAS di jalur Gaza DR. Abdul Aziz Rantisi.
Kebanyakan ormas Perancis yang menandatangani pernyataan sikap itu adalah ormas-ormas yang dekat dengan imigran Palestina, seperti Gerakan Nasional untuk Palestina, Organisasi Solidaritas untuk Palestina, begitu juga organisasi-organisasi Yahudi Ortodoks yang mendukung perdamaian, seperti Persatuan Perancis Yahudi untuk Perdamaian dan ditambah organisasi-organisasi HAM Perancis, seperti Gerakan Anti Rasisme dan Gerakan Persahabatan Antar Bangsa.
Ormas-ormas Perancis itu, dalam pernyataannya, meminta agar dunia sesegera mungkin turun tangan untuk melindungi bangsa Palestina dan mengakhiri penjajahan Israel, juga merobohkan tembok ‘rasis’ pemisah yang dibangun Israel di Tepi Barat.
Mereka juga mendesak Uni Eropa untuk memboikot Israel dan membekukan semua perjanjian dengan negara Yahudi itu. Tidak itu saja, mereka juga mengajak untuk menggelar konferensi internasional untuk mewujudkan solusi adil bagi persoalan Palestina.
Dua wartawan harian Israel The Jerusalem Post, Zev Stub dan Sigalit Shachor juga melaporkan bahwa sejumlah partner bisnis di Perancis telah membatalkan pembelian produk-produk dari perusahaan industri Barkai yang memproduksi plastik film. Manajer pemasaran Barkai Industries, Haim Levy, menyatakan hal itu kepada media.
Levy juga menyerukan agar warga Israel dan kaum zionis di seluruh dunia menghujani seluruh media massa yang beredar di Perancis dengan surat, termasuk di situs-situs Perancis. “Opini yang disebar oleh media yang terbit di Perancis sungguh-sungguh telah merugikan kami, banyak rekanan kami yang kemudian membatalkan pesanaan produk-produk kami, ” keluh Levy seraya mengatakan bahwa sejak kasus itu 9-11 perusahaan Israel yang biasanya melayani banyak order dari sejumlah rekanannya di Eropa mengalami penurunan permintaan sampai 40 persen.
“Di saat bersamaan, order Eropa kepada perusahaan-perusahaan Asia melonjak tajam bahkan hampir dua kali lipatnya. Ini sungguh menjadi masalah bagi kami, ” ujarnya lagi.
Inon Leroy, Atase Perdagangan Kedutaan Israel di Perancis mengatakan, “Saya tidak dapat mengatakan bahwa ini bukan masalah. Ini benar-benar masalah yang nyata, ” cetus Leroy.
Inggris : London University School of Oriental and African Studies menggelar sebuah konferensi yang salah satu agendanya adalah melakukan boikot akademik terhadap universitas-universitas Israel. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap agresi Israel atas rakyat Palestina.
Seruan itu diwujudkan dalam sebuah manifesto yang menyerukan para akademisi untuk menolak bekerja dengan institusi milik Israel. Termasuk dalam seruan itu adalah penolakan beasiswa dan menghadiri konferensi yang diadakan oleh mereka.
Seorang filsuf dari St Mary’s College di Twickenham menyatakan, boikot akademik ini merupakan jalan damai yang diharapkan mampu memberikan pengaruh yang signifikan bagi rakyat Palestina. “Banyak orang yang senang melakukan boikot terhadap Afrika Utara, tetapi mengapa tak berani melakukan boikot terhadap Israel?, ” tantangnya.
Sementara itu, Hilary Rose, akademisi yang menggalang kampanye boikot tersebut menyatakan langkah ini merupakan sebuah eskalasi yang diharapkan memiliki dampak moral yang lebih besar. “Ini menunjukkan bahwa pemerintah tak memiliki kemampuan untuk menegakkan keadilan secara benar pada masalah Palestina, ” tambahnya.
Menurut Koordinator Palestinian Society, Awad Joumma, boikot ini merupakan upaya untuk mengedepankan perdamaian dan kesamaan bagi rakyat Palestina. “Kami adalah orang-orang yang selama ini mendapatkan serangan kejam dari Israel namun tak ada keadilan bagi kami, ” tegasnya.
Sementara Colin Bundy, Direktur The School of Oriental and African Studies (SOAS), menyatakan bahwa pihaknya menerima banyak email yang menentang penyelenggaraan konferensi yang dibarengi dengan aksi boikot tersebut.
Anggota Masyarakat Yahudi, Gavin Gross, menyatakan bahwa konferensi ini tak akan menghasilkan apa-apa kecuali kebencian. Karena konferensi ini hanya akan mendelegitimasi Israel dan masyarakatnya. Dan kegiatan tersebut juga dilakukan secara tak seimbang.
Sementara itu, Asosiasi Gereja Angelia Interasional melakukan aksi serupa terhadap Israel. Aksi ini mencakup embargo dan boikot investasi Israel di Inggris sebagai kecaman atas kekejaman Israel di tanah Palestina.
Seruan itu dilakukan Organisasi Jaringan Perdamaian dan Keadilan di tengah kecemasan yang meningkat di Israel setelah adanya dukungan datang dari gereja-gereja, perguruan tinggi, asosiasi perdagangan di Barat untuk melakukan boikot terhadap Israel. Jeni Tebi, pimpinan organisasi ini mengatakan, tidak ada keraguan sama sekali bahwa kita harus melakukan embargo keras terhadap Israel untuk menunjukkan dunia bahwa lembaga Gereja Angelia merupakan salah satu yang bertanggung jawab moral dalam masalah ini.
Ia mengatakan, pihaknya sangat paham tengah berhadapan dengan dengan salah satu negara terkaya dan terkuat yang didukung Amerika dan seruannya adalah seruan umat Kristiani. Pada Juni 2005, kelompok Kristen Angelia ini juga mengajak pimpinan kelompok ini yang berjumlah 75 juta orang di seluruh dunia untuk menekan pemerintah-pemerintah dunia agar memboikot Israel. (Rizki Ridyasmara/Bersambung)

No comments: