Kisah Ki Hadjar Dewantara yang Menolak Jimat Eyangnya

Meski amat menggemari wayang, Ki Hadjar bukanlah sosok yang percaya dengan klenik dan mistik. Soal mati dan hidup, ia tetap berpegang pada apa yang diyakininya.
Kisah Ki Hadjar Dewantara yang Menolak Jimat EyangnyaKi Hadjar Dewantara (Wikimedia)
Berbicara tentang Hari Pendidikan Nasional adalah berbicara tentang Ki Hadjar Dewantara alis Suryadi Suryaningrat. Melalui Taman Siswa-nya yang ia dirikan di tengah hegemoni sekolah kolonia, Ki Hadjar dianggap sebagai pelopor pendidikan di Indonesia. Soal Ki Hadjar, konon katanya ia pernah menolak jimat dari eyangnya.
Ki Hadjar dikenal sebagai sosok yang supel dalam pergaulan. Selain dekat dengan rakyat jelata, ia juga dekat dengan beberapa tokoh nasional termasuk Presiden Soekarno. Ki Hadjar bahkan punya panggilan khusus kepada presiden pertama RI itu: Dimas. Sementara Sang Presiden memanggil Ki Hahar dengan Kang Mas. Beberapa kali bahkan suami Fatmawati ini membawakan oleh-oleh peyeum untuk anak Ki Hadjar.
Penulis "Als ik een Nederlander was" ini juga sangat menggemari wayang. Meski demikian, ia bukan sosok yang percaya dengan klenik dan mistik. Soal mati dan hidup, ia tetap berpegang pada apa yang diyakininya. Suatu ketika eyang Ki Hadjar pernah memberinya sebuah jimat. Jimat itu memang diterima tapi ia sama sekali tidak percaya dengan khasiat jimat itu. Secara tidak langsung, ia menolak (keampuhan) jimat si eyang.
Menjelang rapat Ikada yang berlangsung beberapa menit saja itu, Ki Hadjar pernah berpesan kepad A.G. Pringgodigdo supaya menyerahkan jimat itu kepada Soekarno. “Tolong ini berikan kepada Presiden, mudah-mudahan berfaedah. Saya tidak memerlukannya,” ujar Ki Hadjar kepada laki-laki yang biasa ia panggil denga Mas Gafur itu.
Seperti disebut di awal, ia begitu pasrah dengan takdir. Ia menghadapi penyakit yang menyerangnya di hari tua dengan tabah. Kepada anak-anaknya yang berada di luar kota ia sempat berpesan: “Sejak sekarang kamu harus siap lahir-batin. Sewaktu-waktu, denyut nadiku akan berhenti untuk seterusnya. Oleh sebab itu, biasakanlah untuk mendengar acara Berita keluarga dari RRI Yogyakarta setiap jam delapan malam. Aku sudah bermufakat dengan ibumu bahwa berita kematianku nanti akan diberitakan lewat radio saja…”
(Sumber: Intisari, 2000)

No comments: