Muadzah Al Adawiyyah, Wanita Salehah dari Kalangan Tabiin
Sebagai wanita salehah dari kalangan tabiin, Muadzah dikenal sebagai golongan yang meriwayatkan hadis. Ia adalah istri dari seorang tabiin yang saleh bernama Shilah bin Asyim. Dalam kitabnya Huliyah Auliya', Abu Naim memuji sosok Shilah bin Asyim yang memiliki istri seorang ahli ibadah.
"Shilah bin Asyim mempunyai seorang istri yang bernama Muadzah al Adawiyah. Ia seorang wanita yang terpercaya, argumentatif, pandai, sekaligus terus melakukan ibadah."
Muadzah juga sosok yang sangat zuhud terhadap dunia. Baginya tak ada kenikmatan di dunia ini selain ibadah itu sendiri. Suatu ketika ia berkata, "Aku sudah menjalani kehidupan di dunia ini selama 70 tahun. Selama itu pula aku tak pernah melihat sesuatu yang bisa menggembirakan hati dan mataku."
Muadzah juga paham betul bagaimana memaknai hidup dan kehidupan. Baginya, pertemuan dengan Allah dalam ke adaan membela agamanya jauh lebih menggembirakan. Ketegarannya saat suaminya syahid di medan jihad seolah membenarkan pemahamannya itu.
Seperti dikisahkan dalam Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, suatu ketika panggilan jihad datang. Shilah dan kaum lelaki di masa itu bergegas me- nyambut seruan itu. Tak luput ia mengajak anak lelakinya yang sudah dewasa turut terjun membela panji Allah. Dalam pe- perangan ia terpisah dengan anaknya, lantas ia berteriak, "Di mana anakku?"
Ia pun mendapati anak lelakinya tanpa luka apapun. Setelah mendapati kondisi anaknya baik-baik saja, Shilah lantas menerjang musuh dengan semangat membara. Ia merangsek ke barisan musuh sehingga syahid yang menjadi takdirnya.
Melihat Muadzah kehilangan suaminya, para Muslimah pun mendatangi kediaman Muadzah. Belum sempat memasuki rumah, sang tuan rumah berkata dengan lantang, "Selamat datang, jika kalian semua datang untuk menenangkanku, aku menerima kehadiran kalian semua. Dan jika bukan karena itu, lebih baik kalian pulang saja."
Muhammad bin Fudhayl seperti dikisahkan dalam Shofwatus Shofwah karya Ibnul Jauzi menceritakan sosok Muadzah sebagai wanita yang tak kenal waktu dalam beribadah. Ungkapannya ini guna menunjukkan semangat ibadah Muadzah yang seakan tak kenal lelah.
Muadzah dalam riwayat itu disebutkan, jika siang datang ia berkata, "Ini adalah saat di mana aku akan mati." Maka, ia tak tidur hingga sore hari untuk melakukan ibadah. Jika tiba malam hari, Muadzah berkata, "Ini saat di mana aku akan mati."Maka, ia tak tidur sampai datang Subuh untuk beribadah.
Dalam sebuah riwayat lain, semangat shalat malam yang ditunjukkan Muadzah benar-benar menjadi contoh generasinya. Suatu ketika Az-Zhahabi pernah berkata kepada Muadzah. "Aku telah mendengar kabar engkau senantiasa melakukan ibadah malam."
Maka Muadzah menjawab, "Aku sungguh heran dengan mata yang senantiasa tertidur. Bagaimana tidak, di kuburan nanti mata kita akan senantiasa tertidur dan tak akan pernah bisa melakukan ibadah lagi."
Kedekatannya dengan suaminya yang saleh tak pelak membuat ia kehilangan. Meski ia paham pahala besar menyelimuti orang yang gugur saat membela Allah. Ia terus berdoa agar kelak ia bisa dikumpulkan kembali dengan suaminya di surga milik Allah.
Ia berkata, "Demi Allah, aku tak mencintai kehidupan ini kecuali karena ingin berdekatan dengan-Mu. Semoga dengan kedekatanku kepada-Mu, Engkau mau mengumpulkan aku kembali dengan suami dan anakku dalam surga."
Dalam sebuah riwayat pula disebutkan, sejak suaminya wafat, Muadzah tak lagi pernah tidur di kasur yang empuk. Ia memilih tidur di tanah dengan harapan bisa bertemu kembali dengan suaminya di alam mimpi. Muadzah wafat pada tahun 83 Hijriyah.
Sumber: Pusat Data Republika/Hafidz Muftisany
No comments:
Post a Comment