Buya : Belajar Pidato dari Penghulu

Buya+Hamka
DIBAYANGI bayangi ketakutan terhadap ayahnya, Malik kembali memasuki kelas belajar seperti biasa. Pagi belajar di Sekolah Diniyah, pulang sebentar, berangkat ke Thawalib dan kembali ke rumah menjelang Magrib untuk bersiap pergi mengaji. Ketika ia menemukan bahwa gurunya Zainuddin Labay El Yunusy baru saja membuka bibilotek, tempat penyewaan buku, Malik pergi menyewa buku setiap hari.
Setelah rampung membaca, biasanya Malik akan menyalin versinya sendiri. Kadang Malik remaja mengirim surat cinta yang disadurnya dari buku-buku kepada teman perempuan sebayanya. Karena kehabisan uang untuk menyewa, Malik menawarkan diri kepada percetakan milik Bagindo Sinaro tempat koleksi buku diberi lapisan karton sebagai pelindung untuk mempekerjakannya. Ia membantu memotong karton, membuat adonan lem sebagai perakat buku, sampai membuatkan kopi, tetapi sebagai upahnya, ia meminta agar diperbolehkan membaca koleksi buku yang akan disewakan tersebut.
Dalam waktu tiga jam sepulang dari Diniyah sebelum berangkat ke Thawalib, Malik mengatur waktunya agar punya waktu membaca. Karena hasil kerjanya yang rapi, ia diperbolehkan membawa buku baru yang belum diberi karton untuk dikerjakan di rumah. Ayahnya yang sering mendapati Malik membaca buku cerita sempat memberi pilihan, “Apakah engkau akan menjadi orang alim nanti atau menjadi orang tukang cerita?” Setiap mengetahui ayahnya memperhatikan, Malik meletakkan buku cerita yang dibacanya, mengambil buku agama dan berupra-pura membaca.
Permasalahan keluarga membuat Malik sering berpergian jauh seorang diri. Ia meninggalkan kelasnya di Diniyah dan Thawalib, menempuh perjalanan ke Maninjau mengunjungi ibunya. Namun, ia merasa tidak mendapat perhatian sejak ibunya telah menikah lagi dengan seorang saudagar Aceh. Malik didera kebingungan untuk memilih tinggal dengan ibunya atau ayahnya. “Pergi ke rumah
Mengobati hatinya, Malik mencari pergaulan dengan anak-anak muda Maninjau. Ia turut berlajar silat dan randai, tetapi yang disenanginya adalah mendengar kaba, kisah-kisah yang dinyanyikan bersama alat-alat musik tradisional Minangkabau. Ia berjalan lebih jauh sampai ke Bukittinggi dan Payakumbuh, sempat bergaul dengan penyabung ayam dan joki pacuan kuda. Seorang pamannya, Engku Muaro yang risau melihat sang kemenakan mengantar Malik mengaji dengan seorang ulama Syekh Ibrahim Musa di Parabek, sekitar 5 km dari Bukittinggi saat Malik berusia 14 tahun. Untuk pertama kalinya, Hamka hidup mandiri di Parabek.
Selama belajar di Parabek, Malik remaja mulai berlajar memenuhi kebutuhan harian sebagai santri. Meskipun belajar membawakan diri, kenakalannya masih terbawa. Malik pernah jail menakuti penduduk sekitar asrama yang mengaitkan wabah demam di Parabek dengan keberadaan hantu. Karena tak peraya dan ingin membuktikan bahwa hal tersebut hanya tahayul, Malik menyamar menyerupai ciri-ciri hantu yang berwujud seperti hariamau. Dengan mengenakan serban dan mencoret-coret mukanya degan kapur, Malik berjalan keluar asrama menyembunyikan badannya dalam selimut yang tak terlihat karena malam. Orang-orang yang melihat dan ketakutan keesokan hari berencana membuat perangkap, tetapi Malik segera memberi tahu teman seasramanya tentang kejailannya, meyakinkan bahwa hantu tersebut tidak ada.
Selama berasrama, Malik memanfaatkan hari Sabtu yang dibebaskan untuk keluar ke pasar membeli barang keperluan, pergi berkeliling kampung sekitar Parabek. Waktu yang dinantikannya adalah menyaksikan perlombaan burung balam di Kampung Durian. Sebelum perlombaan dimulai, diadakan pidato sambutan dari setiap penghulu. Malik mendapati dirinya tertarik mendengar pidato-pidato tersebut dan berikutnya mencari waktu saat pelantikan penghulu, saat para tetua adat yang mahir berpidato adat berkumpul. Dari sana, Malik mulai mencatat sambil menghafal petikan-petikan pantun dan diksi dalam pidato adat. Demi mendalami minatnya, ia mendatangi beberapa penghulu untuk berguru pidato adat. Kecenderungannya ini kelak membuat keluarga ibunya mewariskan gelar pusaka yang sudah lama tak dipakai, Datuk Indomo kepada Malik. []

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Malik_Karim_Amrullah

No comments: