10 Tahun Tsunami Aceh, Ibrah dan Keajaiban
Bagi orang Islam, orang yang meninggal dunia akibat bencana alam akan masuk dalam barisan para syuhada. Demikian pula para korban gempa dan tsunami. Sebab itu, penanganan mayat korban tsunami juga harus sama seperti penanganan terhadap jenazah para syuhada. Mereka harus dikebumikan secara layak.
Hal inilah yang mendorong Heru, santri Front Pembela Islam (FPI), untuk ikut bergabung dengan seribuan lebih relawan FPI dari seluruh Nusantara yang berangkat ke Aceh. Dengan berbekal ongkos sendiri, Heru berangkat ke Aceh. Sebagai anggota tim evakuasi mayat, relawan FPI ini pernah mengalami kejadian yang membuatnya susah tidur. “Saat mencari mayat, memasuki pekan ketiga, saat itu kami tengah berada di daerah Lampeuk, Kecamatan Lhok Nga, Kabupaten Aceh Besar. Kami mengangkat beberapa mayat yang masih berserakan,” ujar Heru.
Namun ketika Heru dan beberapa kawannya mengangkat satu mayat yang ternyata masih utuh, padahal memasuki pekan ketiga kebanyakan mayat sudah rusak, para relawan FPI itu terkejut bukan kepalang.
“Mayat laki-laki yang masih berusia muda itu masih utuh, tak rusak sama sekali. Yang bikin kami takjub, mayat itu sama sekali tidak mengeluarkan bau busuk. Kami malah mencium aroma yang sangat wangi yang keluar dari tubuh jenazah itu. Biasanya mayat-mayat berbau busuk, tapi yang satu ini harum sekali. Ini yang membuat kami yakin bahwa Allah senantiasa menjaga orang-orang shalih,” tutur Heru.
Relawan FPI lainnya, bernama Agus, juga pernah mengalami kejadian aneh menyangkut mayat. “Suatu hari kami menemukan mayat yang badannya besar. Dalam pikiran kami, tentulah kami akan kerepotan mengangkat orang yang besar ini. Namun aneh, saat kami mengangkatnya, mayat itu terasa ringan sekali. Saya sempat berpandangan dengan teman-teman yang lain. Mereka juga mengaku kalau mayat yang satu ini terasa sangat ringan,” ujar Agus.
Para relawan FPI itu yakin, mayat itu menjadi ringan karena tertolong oleh amalannya yang banyak ketika masih hidup. Agus dan teman-temannya juga pernah mengangkat mayat yang kecil dan kurus, tapi beratnya bukan main. “Dari pengalaman mengangkat mayat ini, kami semakin bertambah yakin akan kekuasaan dan janji Allah SWT,” ujar Agus.
Selain Heru dan Agus, relawan lainnya juga mengaku sering mendapat pengalaman yang aneh dalam mengevakuasi mayat. Seorang relawan asal Jawa Tengah bercerita, suatu hari ia bersama kawan-kawannya sesama relawan mengevakuasi mayat seorang ibu yang terjepit pohon. Dengan susah payah mereka memotong pohon tersebut dan mengangkat mayat si ibu.
Malamnya saya bermimpi didatangi ibu itu. Wajahnya jauh dari kesan menakutkan. Ia malah tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah saya. Saya rasa ia ingin mengucapkan terima kasih,” ujarnya.
Seorang anggota Tim Basarnas juga membeberkan pengalamannya. Muhammad Iqbal, demikian nama anggota Tim SAR Nasional yang juga pegawai Dinas Perhubungan Pemrov Aceh ini, mengaku dua kali mengalami kejadian yang sulit dilupakan terkait mayat korban tsunami.
Yang pertama terjadi saat mencari mayat di daerah Lhok Nga, Aceh Besar. Saat itu hari ketiga setelah bencana. Ia menemukan mayat seorang ibu tengah emmeluk erat anaknya yang juga sudah meninggal. Mereka berdua tertimpa sebuah pohon besar. Rambut anaknya tergulung kawat, sedang kaki sang ibu tergencet pohon.
Karena sulit, maka dipotonglah kaki sang ibu yang tergencet pohon. Sedang untuk mengevakuasi anaknya, rambut sang anak yang terbelit kawat juga dipotong. Setelah itu mayat sang ibu dan anaknya dimasukkan ke dalam kantong mayat, berikut potongan kaki dan rambut anaknya. Kantong mayat itu kemudian diikat dan disatukan dengan kantong-kantong mayat lainnya ke dalam truk yang akhirnya berjalan menuju lokasi pemakaman massal. Setibanya di lokasi pemakaman, kantung-kantung mayat itu biasanya dibuka dan di foto satu-persatu untuk pendataan.
Ketika satu kantong yang berisi mayat ibu dan anak tadi dibuka, Muhammad Iqbal kaget bukan kepalang. Posisi kedua mayat tersebut telah kembali seperti posisi ketika pertama kali ditemukan, saling berpelukan. Lalu, bagian kaki sang ibu yang telah dipotong telah menyatu kembali. Demikian pula rambut sang anak, sudah menyatu juga.
“Kita semua sungguh-sungguh terperanjat. Inilah keagungan dari Yang Maha Kuasa!” seru Iqbal yang diamini kawan-kawannya.
Pengalaman yang kedua terjadi pada hari ke-27 pencarian mayat. Timnya saat itu masuk ke daerah Leupung, Aceh Besar. Saat itu mereka mencari mayat di antara reruntuhan bangunan. Beberapa lama mencari, Iqbal menemukan sesosok mayat yang masih utuh. Menurut keterangan warga setempat, mayat tersebut adalah seorang ustadz. Yang membuatnya takjub, mayat Ustadz tersebut tampak masih utuh, padahal sudah hampir sebulan mayat itu tergeletak. “Dari sekian ribu mayat yang kita temukan setelah 20 hari bencana berlalu, biasanya mayat-mayat itu sudah hancur dan busuk. Tapi yang ini tidak, masih utuh seperti baru saja meninggal. Saya yakin Allah telah menjaganya,” ujar Iqbal yang pernah ikut latihan SAR di Akademi Perhubungan.
Tanggal Berulang
Keanehan lain dari musibah gempa dan tsunami kali ini adalah ditemukannya musibah serupa sebanyak lima kali, pada tanggal dan bulan yang sama, dalam rentang 72 tahun. Kelima-limanya memakan korban tewas puluhan ribu orang. Lima musibah itu adalah:
- 26 Desember 1932, gempa bumi di Kanzu, China, 70.000 orang tewas
- 26 Desember 1939, gempa bumi di Erzincan, Turki, 41.000 orang tewas.
- 26 Desember 1996, badai Greg di Sabah, Malaysia, 1.000 orang tewas
- 26 Desember 2003, gempa bumi di Bam, Iran, 30.000 orang tewas.
- 26 Desember 2004, gempa dan tsunami di Aceh, 200.000 orang tewas
- 28 Desember 1908, gempa dan tsunami di Messina, Itali, 83.000 orang tewas.
- 28 Desember 2002, topan Zoe dan tsunami di Pulau Tikopia, Kepulauan Solomon, Samudera Pasifik. Seluruh kampung di pesisir pantainya juga rata dengan tanah.
- 26 Agustus 1883, Krakatau meletus, 36.000 orang tewas, debunya terbawa angin hingga Benua Eropa.
- 26 Juli 1976, gempa bumi paling mematikan di Tangshan, China, 255.000 orang tewas.
- 26 Januari 1951, gempa bumi di Portugal, 30.000 orang tewas.
Ayat Qur’an Tentang Aceh
“Apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?
Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tiada terduga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.
Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mata hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)?
Negeri-negeri (yang telah Kami binasakan) itu, Kami ceritakan sebagian dari berita-beritanya kepadamu…
Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik.” (QS. Al-A’raf: 97-102)
Nangroe Aceh Darussalam adalah Daerah Khusus yang memberlakukan syariat Islam. Kota Banda Aceh sendiri dibangun pada hari Jum’at, 1 Ramadhan 601 H (22 April 1205 M) oleh Sultan Johan Syah. Banda Aceh juga terkenal sebagai salah satu kota Islam tertua di Asia Tenggara. Siapa pun mengakui, Aceh adalah Islam. Demikian hingga sekarang.
Tapi siapa sangka, walau secara resmi mengaku menerapkan syariat Islam, kemaksiatan di Aceh jalan terus. Berbagai perbuatan yang mengabaikan perintah Allah SWT terus dilakukan di Bumi Serambi Mekkah ini, baik oleh para pendatang maupun oleh orang Aceh sendiri.
“Ibaratnya, pagi mengaji, malam bermaksiat,” ujar seorang kernet labi-labi, angkutan kota khas Banda Aceh, di Lambaro. Sebab itu, ayat di atas agaknya tepat menggambarkan kondisi Aceh sebelum, saat, dan setelah musibah gempa dan tsunami.
Gempa dan tsunami datang saat matahari sepenggalahan naik, dengan tiba-tiba, saat banyak orang tengah bermain dan tamasya (hari Ahad). Banyak yang lenyap, begitu banyak keanehan dan keajaiban yang semuanya menunjukkan kebesaran Allah SWT.
Ini merupakan peringatan bagi orang-orang yang mau berfikir. Bagi yang telah beriman ini berguna untuk memperkuat keimanan, dan bagi yang selama ini mengabaikan perintah Allah, maka inilah momentum yang sangat tepat untuk bertaubat dengan sesungguh-sungguhnya taubat. (Rizki Ridyasmara)
No comments:
Post a Comment