Westerling dan RMS

Siapa yang tidak kenal dengan sosok Raymond Westerling, ‘penjahat perang’ di era pertama kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 yang telah membunuh secara keji 40.000 jiwa rakyat Indonesia tak berdosa di Sulawesi Selatan.
Ia tiba di Makassar, Sulawesi Selatan beserta 120 orang pasukan khusus Depot Speciale Troepen (DST) pada tanggal 5 Desember 1946 dan melancarkan serangan Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan) dengan caranya sendiri terhadap puluhan ribu rakyat sipil di hampir seluruh wilayah Sulawesi Selatan hingga berakhir pada tanggal 12 Februari 1947.
Westerling mengadopsi metode Gestapo (Geheime Staatspolizei) yang digunakan oleh polisi rahasia Jerman dan terkenal dengan kekejamannya di masa Hitler. Aksi Westerling dan pasukannya itu berhasil dengan sukses berkat bantuan pasukan separatis RMS (Republik Maluku Selatan) yang merupakan tentara eks KNIL dan pro kepada Belanda, merekalah yang menginformasikan lokasi dan siapa saja yang mesti dieksekusi mati di wilayah Sulawesi Selatan.
Hal itu dilakukan karena RMS sangat berharap special force yang berubah nama menjadi Korps Speciale Troepen (KST) di bawah pimpinan Kapten Raymond Westerling mau membantu mereka mendirikan negara di Maluku Selatan walau telah ditarik kembali ke Jawa oleh Jenderal Simon Spoor.
1379323547773858852
Raymond Westerling dan Chris Soumokil

Dan memang harapan separatis RMS yang kala itu dipimpin oleh Chris Soumokil terwujud pada awal tahun 1950 dengan bantuan eks pasukan baret merah KST berhasil memproklamirkan Negara Republik Maluku Selatan pada tanggal 25 April di Ambon namun selang 7 bulan kemudian tepatnya bulan November 1950, separatis RMS berhasil ditumpas oleh Tentara Indonesia sehingga mereka mengungsi ke Pulau Seram. Konflik pun terus berlanjut hingga Desember 1963 dan klimaknya adalah penangkapan Chris Soumokil yang kemudian dihukum mati pada tahun 1966 di Pulau Obi.
Itulah benang merah, mengapa mayoritas masyarakat Sulawesi Selatan sangat membenci Westerling dan RMS karena merekalah yang membunuh puluhan ribu rakyat di sana. Walau kini Pemerintah Kerajaan Belanda meminta maaf secara resmi kepada bangsa Indonesia melalui Dubesnya di Jakarta, Kamis (12/9) lalu akan tetapi jumlah nyawa manusia yang direnggut secara sadis dan brutal oleh Westerling dan RMS, hanyalah Tuhan yang mampu memaafkannya.

chris N

No comments: