Cut Nyak dapat anugerah pahlawan nasional

Makam Cut Nyak Dhien baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan
Cut Nyak Dhien (dua dari kiri) setelah ditangkap oleh Belanda karena menderita encok dan rabun.@Dok Sejarah Aceh
Cut Nyak Dhien lahir di Lampadang, Kerajaan Aceh pada tahun 1848. Dia merupakan seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh.
Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar, wilayah VI Mukim pada tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Setia, seorang uleebalang VI Mukim yang juga merupakan keturunan Machmoed Sati, perantau dari Sumatera Barat. Machmoed Sati datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Sementara ibu Cut Nyak Dhien merupakan putri uleebalang Lampageu, Aceh Besar.
Cut Nyak Dhien merupakan anak yang cantik. Ia memperoleh pendidikan bidang agama dari orang tua dan guru agamanya. Selain itu dia juga memperoleh pendidikan rumah tangga seperti memasak, melayani suami dari orang tuanya. Banyak laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya.
Pada usia 12 tahun, Cut Nyak Dhien dinikahkan oleh orangtuanya tepatnya pada tahun 1862 dengan Teuku Chiek Ibrahim Lamnga. Dia merupakan putra dari uleebalang Lamnga XIII. Pernikahan mereka melahirkan satu anak laki-laki.
***
Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Perang pun meletus. Pada perang pertama dari tahun 1873-1874, Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Köhler. Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit.
Pada tanggal 8 April 1873, Belanda berhasil mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Köhler dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Belanda turut membakar Masjid Raya dalam invasi tersebut.
Pembakaran rumah ibadah ini memicu semangat muslimin Aceh memerangi Belanda. Ribuan prajurit Kesultanan Aceh mengepung Banda Aceh dan berhasil mengusir Belanda serta menewaskan JHR Kohler di Masjid Raya.
Kesultanan Aceh dapat memenangkan perang pertama. Ibrahim Lamnga yang bertarung di garis depan kembali dengan sorak kemenangan, sementara Köhler tewas tertembak pada April 1873.
Pada tahun 1874 hingga 1880 Jenderal Jan van Swieten memimpin pasukan Belanda menyerang kembali Kerajaan Aceh. Daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda pada tahun 1873 sedangkan Istana Darud Dunia jatuh pada tahun 1874.
Cut Nyak Dhien dan bayinya mengungsi bersama penduduk lainnya pada 24 Desember 1875. Sementara Teuku Chiek Ibrahim Lamnga bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim. Namun pertempuran tersebut merenggut nyawa suami Cut Nyak Dhien tersebut. Tepatnya tanggal 29 Juni 1878, Ibrahim Lamnga tewas di pertempuran Gle Tarum. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda.
Setelah Teuku Ibrahim Di Lamnga gugur, Cut Nyak Dhien dilamar oleh salah satu pejuang Aceh lainnya. Namanya Teuku Umar. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880.
Mereka dikaruniai anak yang diberi nama Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya.
Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun, sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba. Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh.
Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun, keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia juga masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap. Akibatnya, Dhien dibuang ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.
Makam Cut Nyak Dhien baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan. Setelah ditemukan makam tersebut Cut Nyak Dhien alias Ibu Perbu diakui oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Dia diangkat menjadi pahlawan nasional melalui SK Presiden RI No. 106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.[](bna)

No comments: