Masjid di Burkina Faso
Para saudagar Muslim itu sebagian besar
berasal dari orang-orang berbahasa Soninke dari daerah Timbuktu dan
Djenne. Lama kelamaan mereka mengadaptasi dialek suku Malinke yang
kemudian membuat mereka disebut orang-orang Dyula. Mereka membangun
tempat tinggal di kota Bobo-Dyulasso, Kong, Bunduku, atau kota lain yang
dekat dengan ladang emas.
Islam mulai menyebar mulai lewat
perkawinan antara para saudagar Muslim dengan penduduk setempat. Seiring
waktu, generasi-generasi Muslim baru bermunculan dari hasil perkawinan
tersebut. Komunitas Muslim pun semakin meluas. Kelompok Muslim pun tanpa
terasa sudah dianggap menjadi bagian dari masyarakat Kerajaan Mossi.
Orang-orang
Dyula juga sangat peduli dengan pendidikan Muslim bagi generasi di
bawah mereka. Setiap keluarga berkewajiban untuk mengajarkan Islam bagi
anak-anaknya. Dalam struktur komunitas Muslim di sana, terdapat sebuah
posisi yang disebut Karamoko, mereka adalah para ulama yang mengerti
Alquran, tafsir, hadis, dan sejarah Nabi Muhammad.
Seorang
Karamoko harus belajar giat agar bisa mendapatkan sorban dan ijazah
sebagai tanda atau surat izin untuk mengajarkan Islam. Penyebaran Islam
yang pesat di Burkina Faso, saat ini sekitar 60 persen penduduknya
beragama Islam, juga dibantu oleh cara Prancis memerintah di negara
tersebut.
Prancis menjadikan Burkina Faso sebagai daerah
kolonialnya pada tahun 1919. Berbeda dengan kebijakan Kerajaan Mossi,
pemerintahan kolonial ini justru tidak alergi dengan Islam. Mereka
justru membantu penyebarannya Islam secara damai melalui perdagangan.
Pihak kolonial menganggap umat Muslim, baik secara kultur maupun
pendidikan jauh lebih baik dari sebagian masyarakat Afrika yang belum
memeluk agama Islam. (bersambung)
No comments:
Post a Comment