Syekh Burhanuddin, Islamisasi Minangkabau
awal tahun baru Hijriayah 1434, bulan Muharram ini, suatu tanggung
jawab besar bagi kita semua mengingatkan kembali peran besar Syekh
Burhanuddin di Minangkabau. Seorang ulama Minangkabau yang telah
menanamkan sandi-sandi Islam dan mengubah kehidupan ranah bundo ini
menjadi kehidupan beragama Islam, sampai hari ini. Semuanya, masih
tertanam dengan prinsip dasar yaitu “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”. Artinya adalah, setiap masyarakat Minangkabau beragama Islam.
Yohanes Wempi
Tak
dipungkiri, perkembangan syiar Islam di Minangkabau, diawali dari
dakwah yang dilakukan oleh ulama besar, Syekh Burhanuddin tersebut.
Lelaki yang datang dari daerah pesisir pantai atau Luak Rantau yang
dikenal sekarang dengan Piaman. Selanjutnya, berkembang menuju daratan
Tanahdatar (Luak Rajo), sampai Kerajaan Pagaruyung, dan merata di
seluruh Minangkabau dan Pulau Sumatera sampai saat ini.
Sebelum
menceritakan tentang nilai-nilai dakwah yang disebarkan dan dilakukan
Syekh Burhanuddin, mari gambarkan tentang siapa ulama ini sebenarnya.
Syekh Burhanuddin, kecilnya bernama si Kanun, nama yang popular di
kalangan orang Sintuk. Nama si Kanun oleh Tuangku Madinah, gurunya,
diganti dengan si Pono.
Menurut
riwayatnya, semasa kecil si Pono tinggal di Sintuak, Lubuakaluang,
Padangpariaman saat ini. Si Pono merupakan anak pasangan Puti Aka
Lundang dengan ayahnya yang bernama Pampak Sati Karimun Merah. Semasa
kecil, si Pono memang memiliki kecerdasan yang luar biasa. Aktivitas
keseharian semasa kecil hanyalah seorang anak pengembala.
Dalam
catatan sejarah orang Piaman, si Pono belajar Islam pada Tuanku Madinah
yang bergelar Syekh Abdullah Arif dan berdiam di Air Sirah, Nagari
Tapakis, tempat Syekh Abdullah Arif bermukim dan mengajar. Syekh
Abdullah Arif merupakan guru pertama yang terkenal gigih mengajarkan
Agama Islam kepada si Pono yang sebelumnya diceritakan belum memeluk Islam.
Saat
Syekh Abdulla Arif meninggal/wafat 1039 H/1619 M di Tapakis, Pono masih
berusia 14 tahun dan baru belajar Islam selama 3 tahun, di saat sudah
memungkinan pesan gurunya agar Pono muda pergi ke Singkil, Aceh. Di
sanalah dia akhirnya memperdalam ilmu agama kepada Syekh Abdurrauf
As-Singkli. Di Aceh Pono memperdalam ilmu Islam, sampai diberi gelar
kerhomatan oleh Syekh Abdurrauf As-Singkli dengan nama Syekh
Burhanuddin. Setelah cukup, ilmu akhirnya Syekh Burhanuddin diminta
kembali oleh gurunya ke Minangkabau.
Sekembalinya ke Minangkabau, syekh muda menetap di Ulakan dan
menjadikan Ulakan sebagai pusat pendidikan dan awal penyiaran Islam.
Sebelum dakwahnya dimulai, Syekh Burhanuddin telah meminta izin pada
Raja Pagaruyung. Kebetulan pula, Datuk Maruhum Basa, yang sesama murid
Syekh Abdurrauf As-singkli jadi Tuan Kadhi di Padang Ganting.
Selanjutnya,
Syekh Burhanuddin menemui Raja Ulakan yang bergelar Mangkuto Alam,
kemenakan Datuk Maninjun Nan Sabatang dan Ami Said, cucu Kacang Hitam
dengan maksud menyampaikan niatnya memperluas ruang lingkup kegiatan
dakwahnya di Minangkabau.
Dengan
kemampuan komunikasi dakwah yang baik pada waktu itu, akhirnya
meluluhkan hati Mangkuto Alam. Dia pun diminta menghadap Raja
Pagaruyuang. Bersama kawannya, Idris Majo Lelo, Syekh Burhanuddin pergi
ke Tanahdatar. Selanjutnya, orang pertama yang ditemuinya adalah Datuk
Bandaharo di Sungai Tarab.
Tapi
awalnya, tak semudah itu, Datuak Bandaro, akhirnya menyidangkan
permintaan urang Ulakan tersebut bersama petinggi Nagari Sungai Tarab di
Bukit Marapalam. Pada akhir keputusanya, Syekh Burhanuddin
diperbolehkan menyebarkan Islam dengan bebas di Minangkabau. Di bawah
Baringin Koto di Bukit Marapalam dibuat kesepakatan yang tercetus
filsofi minang “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”, yang sampai hari ini masih membumi di ranah bundo ini.
Melihat
sekelumit cerita proses kehidupan kecil Syekh Burhanuddin dan mulai
berdakwahnya secara bebas di Minangkabau, atau menyebarangkan Islam
secara totalitas, sampai beliau wafat, banyak hikmah yang dapat dipetik.
Syekh Burhanuddin melakukan dakwah Islam yang mudah diterima oleh semua
komponen lapisan masyarakat di Minangkabau.
Contohnya,
diterima kalangan Kerajaan Pagaruyung, kalangan ninik mamak
(datuk-datuk) dan kalangan cadiak-pandai, dll. Besarnya penerimaan ini,
dapat juga dijelaskan dari bukti-bukti yang hari ini masih tertanam di
dalam kehidupan Minangkabau, seperti yang akan dijabarkan sebagai
berikut.
Pertama, Masjid Nagari yang ada Minangkabau. Merupakan bagian dari syarat keutuhan suatu nagari (nagari ba musajik, ba pasa, ba pamandian), maka ada namanya masjid nagari (musajik nagari ampe angke,) yang keberadanya di bawah pengelolaan dan pelindungan, ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai (pengurus sidang masjid).
Kedua,
dapat dilihat dari berkesenian nagari. Seluruh kesenian tradisional
yang ada di Minangkabau, semuanya telah bernapaskan Islam seperti
indang, saluang, luambek, silek, dan lainnya. Kesenian yang tidak
bernapaskan Islam dianggap haram oleh Syekh Burhanuddin dan pengikutnya. Seperti kesenian simarantang, yang haram, karena anak laki-laki dibuat seperti wanita.
Ketiga,
dapat dilihat kehidupan bersosial dan permainan anak nagari. Ini dapat
kita lihat dengan dilarangnya permainan anak nagari yang bertentangan
dengan Agama Islam seperti menyambung ayam, mengadu kerbau, dan
kebiasaan berburu babi yang tidak diawali oleh syariat Islam.
Keempat
dapat dilihat dari tatanan filosofi kehidupan pemerintahan di
Minangkabau atau pemerintahaan nagari. Ini dapat ditemukan dari
keterkaitan dan tanggung jawab bersama membina nagari, dikenal juga
dengan tungku tigo sajarangan, di mana alim ulama memberikan peran
penting di dalamnya.
Semenjak
meninggalnya Syekh Burhanuddin yang tecantum pada batu nisannya, 10
Syafar 1111H (1691 M), bertepatan dengan hari Rabu. Perjuangannya dakwah
Islam tak pernah pudar. Maka, sangatlah perlu perjuangan dan dakwah
Syekh Burhanuddin dilanjutkan dan diteruskan oleh Masyarakat
Minangkabau. Ibarat pepatah, masih ado taruko nan alun salasai. Masih ada nilai-nilai islam yang didakwahkan oleh Syekh Burhanuddin yang belum diterapkan dan dilaksanakan secara Islami oleh Masyarakat Minangkabau.
Perjuangan
dakwah Syekh Burhanuddin ini perlu diiplementasikan lagi dalam bentuk
nyata dalam kehidupan masyarakat. Mulai dari kehidupan sosial
bermasyarakat, kehidupan mengelola pemerintahaan, kehidupan budaya dan
berkesenian di Minangkabau, dan kehidupan lainya. Kepada orang
Minangkabau yang sejatinya beragama Islam, harus menyiarkan kembali dan
menjadikan teladan perjuangan Syekh Burhanuddin. Sehingga, keteladanan
itu bisa menjadikan Minangkabau daerah yang madani. (*)
Yohanes Wempi
No comments:
Post a Comment