Sultan Hamid II: Perancang Lambang Negara yang Terlupakan

Berbicara soal lambang negara, hampir semua masyarakat Indonesia tahu lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila. Tetapi apakah tidak sedikit masyarakat Indonesia tahu, siapa perancang lambang negara Indonesia ? Dia adalah Sultan Hamid II, Sultan ke-7 (1945-1978) Kesultanan Qadriyah Pontianak, putra sulung dari Sultan Syaraif Muhammad Alkadrie dan Syecha Jamilah Syarwani, terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie pada tanggal 12 Juli 1913 di Pontianak. Dalam tubuhnya mengalir darah Arab - Indonesia dan beristrikan seorang perempuan berkebangsaan Belanda, dikaruniai dua orang anak yang sekarang menetap di Negeri Kincir Angin.
Sultan Hamid II mengenyam pendidikan ELS di Sukabumi, Yogyakarta, Bandung, dan Pontianak. HBS di Bandung selama setahun dan THS Bandung tidak tamat, dan kembali menempuh pendidikan KMA di Negeri Belanda hingga tamat dan memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat letnan tertinggi sebagai asisten Ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran.
Bermula pada tanggal 10 Januari 1950 sewaktu Republik Indonesia Serikat, dibentuklah Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Pada tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali - Garuda Pancasila dan disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.
Garuda Pancasila yang diresmikan 11 Februari 1950, dalam sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat, tanpa jambul, bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih gundul dan posisi cakar masih di belakang pita. Dan pada tanggal 15 Februari 1950 bertempat di Hotel Des Indes, Jakarta, Presiden Soekarno memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara Garuda Pancasila kepada khalayak umum. Presiden Soekarno juga memberi masukan dalam penyempurnaan lambang negara, hingga kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang tadinya gundul menjadi berjambul. Bentuk cakar kaki yang mengcengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki.
Tanggal 20 Maret 1950, bentuk gambar lambang negara yang diperbaiki atas masukann Presiden Soekarno dilukis kembali rancangannya oleh Dullah (pelukis istana), untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk akhir rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.
Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara untuk terakhir kalinya, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kesultanan Kadriyah Pontianak.
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan berkas dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batu Layang. (sb)
Referensi: http://id.wikipedia.org/wiki/Sultan_Hamid_II
Adetya Adit


No comments: