Penjelasan Mengapa Mukjizat Nabi Muhammad Berbeda dengan Rasul Lainnya

Mengapa Mukjizat Nabi Muhammad Berbeda dengan Rasul Lainnya? Begini Penjelasannya
Al-Quran juga menyatakan bahwa seandainya Muhammad dapat membaca atau menulis pastilah akan ada yang meragukan kenabian beliau. Ilustrasi: SINDOnews
Para Nabi atau Rasul terdahulu memiliki mukjizat-mukjizat yang bersifat temporal, lokal, dan material. Ini disebabkan karena misi mereka terbatas pada daerah tertentu dan waktu tertentu. Ini jelas berbeda dengan misi Nabi Muhammad SAW . Beliau diutus untuk seluruh umat manusia, di mana dan kapan pun hingga akhir zaman.

"Pengutusan ini juga memerlukan mukjizat," ujar Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Membumikan al-Quran" (Mizan, 1996).

Menurutnya, dan karena sifat pengutusan itu, maka bukti kebenaran beliau juga tidak mungkin bersifat lokal, temporal, dan material. Bukti itu harus bersifat universal, kekal, dapat dipikirkan dan dibuktikan kebenarannya oleh akal manusia. Di sinilah terletak fungsi Al-Quran sebagai mukjizat.

Quraish menjelaskan, paling tidak ada tiga aspek dalam Al-Quran yang dapat menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW, sekaligus menjadi bukti bahwa seluruh informasi atau petunjuk yang disampaikannya adalah benar bersumber dari Allah SWT.

Ketiga aspek tersebut akan lebih meyakinkan lagi, bila diketahui bahwa Nabi Muhammad bukanlah seorang yang pandai membaca dan menulis. Ia juga tidak hidup dan bermukim di tengah-tengah masyarakat yang relatif telah mengenal peradaban, seperti Mesir, Persia atau Romawi.

Beliau dibesarkan dan hidup di tengah-tengah kaum yang oleh beliau sendiri dilukiskan sebagai "Kami adalah masyarakat yang tidak pandai menulis dan berhitung."

Inilah sebabnya, konon, sehingga angka yang tertinggi yang mereka ketahui adalah tujuh. Inilah latar belakang, mengapa mereka mengartikan "tujuh langit" sebagai "banyak langit."

Al-Quran juga menyatakan bahwa seandainya Muhammad dapat membaca atau menulis pastilah akan ada yang meragukan kenabian beliau (baca QS 29 :48).

Ketiga aspek yang dimaksud di atas adalah sebagai berikut.

Pertama, aspek keindahan dan ketelitian redaksi-redaksinya. Kedua adalah pemberitaan-pemberitaan gaibnya. Ketiga, isyarat-isyarat ilmiahnya.

Penjelasan mengenai ketiga aspek tersebut akan diuraikan dalam artikel berikutnya.

(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: