Metode Pengobatan Rasulullah: Herbal untuk Ruqyah

Menurut Ibnul Qayyim minyak dzarirah atau jeringau ini memiliki sifat mematangkan (concoctive) materi busuk tersebut lalu mengeluarkannya, sehingga jerawat atau bisul menjadi dingin (reda).

Metode Pengobatan Rasulullah: Herbal untuk Ruqyah

وَٱلَّذِى هُوَ يُطْعِمُنِى وَيَسْقِينِ

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

“Dan Tuhanku, yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (QS: Asy-Syu’araa’: 79-80).

 

Sebagaimana diketahui, metode pengobatan yang dilakukan Rasulullah ﷺ terkadang menggunakan karunia Allah SWT berupa obat-obat alamiah yang ada di tempat beliau tinggal, baik itu berupa tumbuhan, hewan maupun mineral.

Kedua, Nabi ﷺ menggunakan obat-obat Ilahiah, yaitu pengobatan dengan doa-doa, zikir serta membaca ayat al-Qur’an. Ketiga, Rasulullah ﷺ menerapkan kombinasi dari kedua jenis pengobatan tersebut karena beliau sangat paham Allah SWT yang menurunkan penyakit, Allah SWT juga lah yang berkuasa menyembuhkannya.

Metode pengobatan Nabi ﷺ jenis ketiga yang sering dipraktekan oleh umat Islam, misalnya meruqyah dengan daun bidara. Walau secara dalil tidak ada Hadits yang menerangkan Rasulullah ﷺ melakukan hal tersebut. Ulama menyebutkan meruqyah dengan daun bidara adalah suatu yang mubah.

Di sisi lain ada bahan-bahan alami yang disebutkan dalam hadits berguna untuk meruqyah beberapa penyakit secara spesifik, namun masih jarang diterapkan oleh umat Islam. Diantaranya telah dijabarkan di edisi lalu, yaitu ruqyah menggunakan air ludah dan tanah. Berikut ini beberapa bahan alam lainnya sebagaimana yang terdapat dalam Hadits.

Minyak Dzarirah untuk Meruqyah Bisul

Ibnu Sunni menyebutkan dalam kitabnya riwayat dari salah seorang istri Nabi ﷺ yang menceritakan, “Rasulullah ﷺ pernah menemuiku, saat itu di jariku tumbuh semacam bisul. Beliau bertanya, ‘Engkau punya minyak wangi dzarirah?’ Aku menjawab, “Punya.” Beliau berkata, “Bubuhkan di bisulmu itu, lalu ucapkan doa: Allahumma mushaghiral kabir, wa mukabbirash shagir, shagir maa biy (Ya Allah, Yang mengecilkan yang besar dan Yang membesarkan yang kecil, kecilkanlah bisul yang ada pada hamba).” (Riwayat Ibnu Sunni no. 640, diriwayatkan juga oleh Ahmad dan Hadits semisal ini shahih dikeluarkan An-Nasa’i).

Dalam hadits ini yang disebut batsarah adalah berupa benjolan kecil, yang terdiri dari materi panas dan biasa hinggap di bagian tubuh. Jika di wajah dan punggung bentuknya jerawat kemerahan dan berisi nanah. Jika di bagian tubuh lain bisa berbentuk bisul kecil bernanah.

Menurut Ibnul Qayyim minyak dzarirah atau jeringau ini memiliki sifat mematangkan (concoctive) materi busuk tersebut lalu mengeluarkannya, sehingga jerawat atau bisul menjadi dingin (reda). Beliau juga mengutip pendapat Ibnu Sina bahwa tidak ada yang diutamakan untuk menangani luka bakar selain minyak dzarirah yang dicampur dengan air mawar dan cuka buah.

Dzarirah adalah minyak yang diekstrak dari akar tanaman Acorus calamus atau disebut juga sweet flag. Dalam bahasa Indonesia dzarirah disebut jeringau dan banyak tumbuh liar di sawah juga rawa-rawa.

Air Garam untuk Meruqyah Sengatan Kalajengking

Beliau ﷺ bersabda, “Tidak ada ruqyah selain untuk penyakit ‘ain dan sengatan hewan berbisa.” (Riwayat Abu Daud dan at-Tirmidzi).

Ibnu Muflih menjelaskan bahwasannya kedua hal ini lebih pantas diruqyah dibanding yang lain berdasarkan penjelasan di atas.

Dari Ali RA, “Ketika Rasulullah ﷺ shalat, saat sujud beliau disengat kalajengking di jarinya lalu beliau pergi sambil berkata: ‘Semoga Allah melaknat kalajengking yang tidak membedakan seorang nabi maupun yang lainnya.’ Selanjutnya, beliau dibawakan sebuah bejana berisi air dan garam lalu beliau mencampurkan air dan garam lalu membaca: qul huwallahu ahad dan al-mu’awidzatain sampai reda’.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah no. 24019).

Ibnu Muflih menyatakan dalam al-Adab asy-Syar’iyyah terkait hadits di atas bahwa terapi air garam dan ruqyah merupakan ramuan yang memadukan antara obat ilahi dan obat alami. Sebab, popularitas daripada keutamaan surat-surat tersebut dari tauhid sudah dikenal luas.

Penulis aI-Qanun menegaskan, “Garam bisa digunakan dengan campuran bubuk biji linen (rami) untuk mengatasi sengatan kalajengking.” Adapun Ibnul Qayyim berpendapat bahwa unsur pengobatan alami dalam Hadits ini adalah garam memang berguna untuk menghadapi banyak jenis racun, terutama sekali sengatan kalajengking.

Garam memiliki energi penyedot dan pembersih sehingga bisa menghancurkan dan membersihkan racun. Karena, sengatan kalajengking mengandung unsur api, maka ia perlu didinginkan, disedot dan dikeluarkan.

Komposisi antara air yang bersifat mendinginkan panas sengatan dan garam yang memiliki kemampuan menyedot dan mengeluarkan racun menjadi cara terapi yang paling optimal, paling mudah dan ringkas. Ibnu Muflih menjelaskan juga bahwa sebagian ahli pengobatan memulai terapi sengatan hewan berbisa dengan menyayat dan membekam lokasi sengatan. Jika tidak, maka ditaburi dengan garam. Ini sejalan dengan apa yang disabdakan oleh Nabi ﷺ tentang bekam.

Barangkali pada waktu itu tidak mugkin dilakukan pembekaman atau Nabi ﷺ memang sengaja memilih terapi yang paling mudah. Dan obat ilahi (doa) lebih sempurna, lebih lengkap dan lebih mulia dibanding obat alami.

Dalam jurnal berjudul, Herbal Medicines Used in the Management of Scorpion Sting in Traditional Practices-A Review, diuraikan bahwa secara tradisional pasta umbi bawang putih dan garam biasa dioleskan pada luka sengatan kalajengking untuk mengurangi efek racunnya.

Cuka Buah untuk Meruqyah Herpes

“Rasulullah ﷺ memberi izin untuk ruqyah terhadap ‘ain, gigitan binatang berbisa, dan an-namlah.” (Riwayat Muslim).

Diriwayatkan oleh Al-Khallal bahwa Syifa binti Abdullah biasa melakukan ruqyah untuk mengatasi an-namlah itu di masa jahiliyah. Saat ia berhijrah menemui Nabi ﷺ sebelumnya, di Makah ia sudah berbaiat. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, dahulu di masa jahiliyah aku biasa melakukan ruqyah terhadap an-namlah. Dan sekarang aku ingin menyerahkan pengetahuanku ini kepadamu.” Ia memberitahukan ilmunya itu kepada Rasulullah: ‘Bismillahi dhalt hatta ta’uwdu min afwaahuha, wa laa tadhuru ahadaan, Allahumma aksyifa alba’as rabbannaas. (Dengan nama Allah “dhalt”, sehingga keluar dari mulutnya tanpa membahayakan siapapun juga. Ya Allah, singkirkanlah kesulitan ini. Ya Rabb sekalian manusia).’” Ia melakukan ruqyah itu dengan sebuah kayu hingga tujuh kali, lalu mencari lokasi yang bersih dan menggosok-gosokkan kayu itu di atas batu dengan lumuran cuka asam (yang tua) lalu dilumurkan ke tubuh yang terkena penyakit an-namlah.” (Ath-Thibbun Nabawi – Ibnul Qayyim).

Dalam buku Avicenna’s Medicine: A New Translation of the 11-th Century Canon with the Practical Application for Integrative Health Care, dijelaskan yang dimaksud an-namlah adalah penyakit herpes.* Joko Rinanto, penulis sarjana farmasi, pengajar dan praktisi thibbun nabawi/dikutip dari Suara Hidayatullah

No comments: